Usianya menjelang empat tahun
saat ia mulai sekolah di TKIT Annida. Pagi-pagi sekitar pukul 6, ia sudah harus
siap menunggu jemputan. Letak sekolahnya memang lumayan jauh. Kalau naik
jemputan bisa ditempuh sekitar satu jam. Kalau naik motor sekitar 30-45 menit.
Hari pertama sekolah, saya
mengantarnya dengan sambil menggendong adiknya. Kami ikut mobil abinya yang
sekalian berangkat kerja.
Sampai di sekolah, ia disambut Bu
gurunya dan diajak masuk ke dalam kelas. Saya menunggu di koridor, melihatnya
dari kaca jendela. Terlihat betapa senangnya ia bertemu guru dan teman-teman baru. Dia sangat
menikmati, meskipun baru saja menempuh perjalanan yang tidak sebentar. Biasanya,
kalau baru sekolah TK, orang tua cukup menyekolahkannya di TK dekat rumah yang
hanya beberapa menit saja jaraknya.
Saat acara pembukaan, semua siswa
dan guru berbaris di halaman sekolah. Guru-gurunya sibuk menenangkan beberapa
siswa yang rewel. Maklum, anak TK, hari pertama masih banyak yang menangis.
Saat itu, terlihat betapa mandirinya ia. Meski tanpa guru yang memerhatikannya
-karena sibuk dengan yang rewel- dia tetap anteng, tidak ikut-ikutan rewel.
Tibalah waktu pulang. Ia datang
menghampiri saya dengan wajah lelah namun terlihat bahagia. Ya, hari ini memang
cukup melelahkan baginya. Hari pertama sekolah. Banyak hal baru yang ia temui
dan pelajari. Guru baru, teman baru, sekolah baru, benda-benda baru yang
sebelumnya tidak pernah dilihat. Melelahkan tubuh kecilnya yang memang tak
pernah berhenti untuk bereksplorasi.
Saat di mobil jemputan, ia banyak
bercerita tentang apa saja yang ia alami hari ini. Penuh semangat dan tak kenal
lelah. Justru uminya yang kecapean menunggu sambil momong adiknya. Di sela-sela
ceritanya, ia berkata, “Umi, besok nggak usah nganterin ya. Aku mau sekolah
sendiri.”
“Sendiri? Mbak Nisa berani?” tanyaku ragu.
“Iya. Aku berani. Kan, udah gede!” serunya mantap.
“Alhamdulillaah, Mbak Nisa sudah besar dan berani sekolah
sendiri. Anak hebat!”
Maka, di hari kedua sekolah, Nisa sudah berangkat sendiri dengan jemputannya.
Dalam hati saya bersyukur, satu karena ini berarti mengurangi satu pekerjaan, sehingga saya bisa fokus dengan adiknya. Kedua, saya bersyukur dengan sikapnya yang mandiri dan berani. Terlihat sekali sebagai anak sulung yang bisa diandalkan. Baarakallahu fiik, anakku, Khoirunnisa Mufidah.
No comments:
Post a Comment