Tuesday, May 10, 2016

Penutup Aurat

Bismillaah

Desi, bukan nama sebenarnya, baru saja merayakan kelulusan SMA- nya ketika Allah memanggilnya untuk selama-lamanya. Ada hikmah yang bisa kita jadikan pelajaran dari kepergian gadis itu.

Menurut penuturan sang ibu, Desi suka mengenakan celana panjang yang ketat. Akibatnya, terjadi infeksi pada vaginanya dan merambat ke rahim. Hal ini menimbulkan pembengkakan di perutnya, sehingga seperti perempuan yang sedang hamil. Masyaallah. Dan, itulah yang menjadi salah satu penyebab kepergiannya.

Sebagai orang yang beriman kepada takdir Allah, kita yakin bahwa hidup dan mati memang sudah digariskan oleh Allah sejak kita masih di dalam kandungan Ibunda. Namun keyakinan itu tidak menjadi penghalang kita untuk berusaha menghindari hal-hal buruk yang bisa menyebabkan penyakit, apalagi kematian. Salah satunya dalam hal berpakaian.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, sang kekasih panutan hidup, telah memberikan tuntunan yang sangat jelas dalam hal menjaga aurat. Bahwa batasan aurat laki-laki adalah dari pusar sampai lutut. Sedangkan untuk kaum perempuan, auratnya meliputi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Selain batasan tersebut, Rasulullah pun menentukan jenis pakaian seperti apa yang pantas dijadikan sebagai penutup aurat, yaitu tidak transparan, tidak ketat atau membentuk lekuk tubuh, tebal, dan warnanya tidak mencolok.

Nah, bagi muslimah yang masih belum berpakaian seperti tuntunan Rasul nan mulia itu, beliau mengisyaratkan bahwa perempuan itu tidak akan mencium bau surga. Na'udzubillaah. Mencium saja, tidak bisa, bagaimana mau masuk?

Itu dampak yang akan terjadi nanti di akhirat. Sedangkan di dunia, dampaknya seperti Desi tadi. Penyakit datang menghampiri karena memakai pakaian ketat.

Sedangkan kabar baiknya, bagi muslimah yang menjaga auratnya sesuai syariat Islam, di akhirat in sya Allah menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Sedangkan di dunia, manfaatnya seperti tercantum dalam firman Allah ini:

يٰۤـاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّ    ؕ  ذٰ لِكَ اَدْنٰٓى اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ    ؕ  وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
[QS. Al-Ahzab: Ayat 59]

Agar lebih mudah dikenali bahwa mereka adalah perempuan baik-baik, sehingga tidak akan diganggu. Meskipun pada zaman sekarang ini, perempuan yang sudah berusaha menjaga izzahnya dengan berpakaian syar'i pun tidak luput dari gangguan lelaki iseng, tetapi in sya Allah lebih diminimalisir.
Selain itu, ternyata menutup aurat bisa melindungi kulit dari sinar ultraviolet yang bisa menyebabkan kanker kulit. Masyaallah.

Jadi, tak ada lagi alasan untuk menunda-nunda berpakaian syar'i, bukan? Pakaian keselamatan dunia dan akhirat.

Wallahu a'lam.

Monday, May 9, 2016

Jihad Ibu (1)

Bismillaah

Praaang!
Botol cantik berwarna ungu mirip itu jatuh berkeping-keping. Berantakan. Airnya pun tumpah ruah di lantai. Bu   Kiki yang sedang menjelaskan soal kepada Rio langsung bertindak cepat.

"Ayo teman-teman kita bereskan beling yang berserakan ini. Hati-hati, ya! Hadi, tolong ambil tong sampah untuk tempat beling. Rina, tolong ambil kain pel, ya," instruksi Bu Kiki kepada murid-muridnya.

"Siap, Bu!" seru Hadi.
"Baik, Bu," kata Rina.

"Alhamdulillah, selesai sudah. Tolong dikembalikan barang-barangnya, ya," kembali Bu Kiki memberikan instruksi kepada para siswa setelah selesai membereskan pecahan kaca dan mengepel lantai. Beliau pun berjalan menuju mejanya ingin sekadar merenggangkan perutnya yang terasa kencang. Saat itulah, "Astaghfirullah! Aduh! Perutku," kata Bu Kiki sambil memegangi perutnya yang sedang mengandung anak pertamanya. Wajahnya terlihat pucat-pasi dan badannya gemetar.

"Kenapa Bu?" tanya Bu Ani yang berjalan tergesa dari ruang sebelah. Ruang kelas mereka berada dalam satu ruangan yang hanya dipisahkan oleh lemari dan rak buku. Tak heran bila mereka bisa saling mendengar suara dari kelas tetangganya.

"Saya terpeleset, Bu," jawab Bu Kiki masih gemetar.
"Jatuh?" tanya Bu Ani dengan cemas. Siapa yang tak cemas mendengar ibu yang sedang hamil terpeleset. Sangat berbahaya, bukan?

"Alhamdulillah, tidak, Bu. Saya tadi bisa berpegangan meja ini. Cuma perut saya jadi kaku begini, ya?"

"Oo, mungkin karena kaget, Bu. Minum dulu, Bu, biar agak tenang," saran Bu Ani.

"Ya Bu, terima kasih," sahut Bu Kiki sambil meraih botol minumnya.

"Duuh, gara-gara botol minum pecah tadi, ya Bu, Ibu hampir celaka," ujar Bu Ani.
"Iya. Punya siapa, ya, botol itu?" tanya Bu Kiki.
"Mungkin punya Bu Sofi. Beliau kan, paling suka ungu, ya?" tabak Bu Ani dengan yakinnya.
"Mungkin," jawab Bu Kiki.

----------------

Sepulang dari sekolah, Bu Kiki merasa badannya semakin tak menentu. Flu yang sudah menyerang dari kemarin semakin menjadi-jadi. Perutnya pun masih terasa kencang, meskipun tak sekencang tadi saat terpeleset. Rencana memasak untuk suami tercinta ternyata belum bisa dilaksanakan. Karena badan yang tak bisa diajak kompromi, dirinya hanya bisa berbaring di ranjang.

Keesokan harinya, Bu Kiki tak kuasa bangun dan berangkat mengajar. Dirinya hanya tergolek di kasur memandangi sang suami yang bersiap-siap.

"Sudah, Dik Kiki hari ini istirahat saja, ya. Mudah-mudahan setelah istirahat cukup, besok bisa mengajar lagi," kata Pak Rudi, suami Bu Kiki.

"Tapi aku kepikiran anak-anak, Mas. Nanti mereka belajarnya bagaimana?"
"Tenang sajalah, di sekolah banyak guru yang bisa menggantikan. Pasti anak-anak tidak akan terlantar. Yang penting kamu sehat dulu. Kasihan anak kita yang di dalam perut, kalau kamu capek. Dia pasti tidak nyaman juga," bujuk Pak Rudi panjang lebar.

"Iya, deh. Tapi, nanti tolong jelaskan apa yang harus diajarkan hari ini pada Bu Ani, ya. Jangan lupa, lho!" pinta Bu Kiki setengah mengancam.

"Iya, iya. Nanti aku sampaikan. Aku berangkat dulu, ya. Jangan lupa sarapan dan minum susu, biar kamu dan bayi kita sehat," pesan Pak Rudi sambil mengecup kening istrinya.

"Ok!" sambut Bu Kiki dengan senyum paling manisnya.

Jadilah hari itu Bu Kiki istirahat total di rumah. Meski demikian, dia tak lupa dengan tugasnya sebagai guru. Profesi yang sangat dicintainya. Materi pelajaran untuk para siswanya pun telah disiapkan selama ia tidak bisa mengajar. Benar-benar guru yang bertanggung jawab.

Sunday, May 8, 2016

Datang dan Pergi

Bismillaah

Dua hari yang lalu, seorang kawan berbahagia dengan kehadiran seorang bayi lucu di tengah-tengah keluarga mereka. Bayi yang proses kelahirannya mengundang perhatian banyak orang, terutama rekan kerja sang ibu. Bayi yang dalam perjalanannya ke dunia sempat meresahkan dan memberatkan Ibunda. Namun kini semua lega karena ibu dan bayi selamat dan sehat.

Pagi ini, kabar sedih datang dari seorang kawan lama. Seorang sahabat yang sudah jarang bertemu karena kesibukan. Tapi hari ini Allah mempertemukan kami dalam suasana duka. Putri sulungnya telah dipanggil keharibaan Ilahi Robbi.

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ  ؕ  وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً   ؕ  وَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.
[QS. Al-Anbiya: Ayat 35]

Hati siapa yang tak sedih kehilangan orang yang sangat dicintainya. Orang tua mana yang tak pilu melihat anak gadis yang mulai bisa diharapkan sumbangsihnya untuk keluarga malah pergi selama-lamanya.

Ya, gadis itu memang baru saja menerima surat kelulusan SMA-nya. Baru saja bersemangat mengirimkan surat lamaran pekerjaan ke berbagai perusahaan. Begitu indah mimpinya ingin segera bisa membantu meringankan sedikit beban orang tuanya. Tapi, ternyata Allah mempunyai rencana lain.

Yang muda, enerjik, mempunyai impian setinggi langit, justru dipanggil Allah lebih cepat. Sang ibu yang bertahun-tahun menderita sakit yang entah berapa kali datang dan pergi, mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu dipanggil oleh Yang Maha Menguasai, hingga detik ini masih bisa menghirup udara di bumi. Sungguh kematian tidak mengenal usia, tidak mengenal sehat atau sakit, tidak mengenal kaya atau miskin, tidak mengenal siapa pun atau apa pun.

Wahai diri,
Bekal apa yang telah kukemas
Sedang perjalanan abadi tak mengenal istirahat
Perjalanan abadi tak mengenal jeda

Bekal apa yang telah kukumpulkan
Sedang diri tak pernah tahu saat berangkat
Tak pernah tahu kapan ...

Wahai diri
Bersiaplah
Entah nanti, besok atau lusa
Saat itu pasti datang
Bersiaplah
Jangan buang waktu percuma

Ya Allah
Bimbinglah aku
Agar bisa menjadi penghuni surga-Mu
Mudahkan aku dalam sakaratulmaut
Jadikan aku husnul khotimah
Aamiin ya robbal'alamiin

Thursday, May 5, 2016

Istana Surga

Bismillaah

Ta'lim rutin hari ini agak berbeda seperti biasanya. Temanku, sebut saja Bu Syifa, merasa tersindir dengan materi yang baru saja disampaikan oleh guru kami. Bu Syifa ini seorang yang ekstrovert. Makanya, ketika ada sesuatu yang mengganjal hatinya, langsung diungkapkannya. Begitu pula hari ini.

Setelah materi selesai, dan diberi kesempatan bicara, maka beliau pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Berkaitan dengan ketidakaktifannya dalam organisasi yang memayungi jamaah ini, beliau utarakan beberapa penyebabnya. Salah satunya, karena beliau merasa tidak memiliki kompeten apa pun. Kalau bahasa anak muda sekarang: "Aku mah, apa atuh." Merasa diri rendah tak berharga di mata orang lain, serasa diri tak berguna, dan seperti orang yang paling hina sedunia. Na'udzubillaah min dzalik.

Ternyata teman sekaligus saudaraku seiman dan seislam ini sensitif sekali. Padahal, dia ekstrovert, ya. Mengapa dia sampai kehilangan harga diri begitu?

"Waktu saya mau ikut membantu di rumah baca yang dimiliki kecamatan, salah seorang pengurusnya bertanya ke saya," kata Bu Syifa memulai ceritanya. "Memangnya, basic Bu Syifa apa? Yang dibutuhkan rumah baca ini adalah mereka yang sudah bergelar S-1," kata pengurus itu," lanjut Bu Syifa.

"Lalu, ibu jawab apa? Bukankah ibu juga sudah S-1?" tanyaku menyela ceritanya.
"Saya cuma ber-oo, dan saya langsung pamit pulang. Padahal saya datang ke rumah baca itu atas rekomendasi seorang ustadzah yang sudah kenal baik dengan pengurus tersebut. Saat itu saya merasa, ternyata saya ini tidak berguna dan tidak ada nilainya sama sekali," ujar Bu Syifa sedikit emosi.

Sejak itu Bu Syifa memutuskan untuk tidak terlalu aktif berorganisasi. Dia merasa nggak pe-de, dan ... sakit hati, tentunya. Dan, sampai saat ini, setelah sekian tahun berlalu, ternyata luka itu belum kering.

Malam, bada magrib, aku sempatkan baca buku Salim A. Fillah yang selalu tertunda untuk dituntaskan. Seperti cerita bersambung, ternyata bab yang kubaca, masih ada hubungannya dengan curhatan Bu Syifa di acara ta'lim tadi. Tentang sakit hati.

Pada bab Atap Penaung Islam dalam buku Lapis-lapis Keberkahan, dikisahkan tentang Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang tersenyum karena diperlihatkan kepada beliau suatu adegan. Adegan tentang dua orang yang bersengketa di hadapan Allah. Sang penggugat memohon keadilan kepada Allah karena sewaktu di dunia telah dizholimi oleh saudaranya, sang tergugat.

Ketika itulah Allah perlihatkan sebuah istana yang sangat indah. Kemudian Allah berfirman, "Istana ini akan menjadi milik siapa pun yang mampu membayar harganya."

"Berapakah harganya, ya Rabbi? Dengan apakah orang yang menginginkan akan menebusnya?" tanya si penggugat dengan menggebu.

Allah berfirman, "Adalah dirimu mampu membayar harganya. Jika kau memaafkan saudaramu itu, niscaya istana ini akan menjadi milikmu."

Masyaallah. Ternyata hanya dengan memaafkan kesalahan saudara kita, Allah telah menyediakan sebuah istana di surga yang sangat indah. Siapakah gerangan yang tak Sudi memilikinya? Namun, banyak di antara kita yang lebih memilih menyimpan dendam dan sakit hati, karena ketidaktahuannya. Termasuk si penulis ini. Astaghfirullah. Ampuni aku ya Allah.

وَنَزَعْنَا مَا فِيْ صُدُوْرِهِمْ مِّنْ غِلٍّ اِخْوَانًا عَلٰى  سُرُرٍ مُّتَقٰبِلِيْنَ

Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka; mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.
[QS. Al-Hijr: Ayat 47]

Sa'id bin Jubair menuturkan dari Abu Umamah Radhiyallahu Anhu, "Seorang mukmin baru akan masuk surga setelah Allah lenyapkan segala rasa tak nyaman, terluka, sesak, sempit, dengki, dan dendam kepada saudaranya."

Ya Rabbi,
Surgamu sungguh kuharap
Namun rasa-rasa itu masih bersemayam di hati yang dhoif ini
Ampuni hamba ya Rabb
Bersihkanlah hati ini
Izinkanlah aku menjadi penghuni surga-Mu
Agar bisa kupandang kemuliaan dan keperkasaan-Mu
Agar bisa tersampaikan rinduku pada Rasul tercinta
Betapa aku ingin bersamanya di
Jannah-Mu
Allahumma aamiin

Tuesday, May 3, 2016

Khoirunnisa Mufidah

Bismillaah

Detik berganti menit
Hari menuju bulan
Bulan berganti tahun

Hari ini lima belas tahun lebih usiamu
Dari bayi mungil yang slalu kutimang
Kini kau seorang gadis remaja yang slalu mengejutkan
Dengan sikap dan seleramu
Yang sulit kumengerti
Namun kucoba 'tuk memahamimu
Berdamai dengan keadaan yang kadang tak selalu sejalan

Gadis mungilku beranjak dewasa
Bahkan tinggimu tlah sama denganku
Sayang, hasratmu berbeda
Kau ingin ke barat
Kuingin kau pergi ke selatan

Biarlah kau dengan asamu
Pergilah kau dengan citamu
Raihlah mimpi indahmu
Namun ingatlah slalu Rabb yang menciptakanmu
Peganglah slalu firman-firmanNya
Ikuti slalu qudwah Rasul-Nya
Ikutlah dirimu dengan akhlaqul karimah
Agar diri ini ikhlas melepasmu
Tak ada lagi gundah
Karena kuyakin
Allah yang akan menjagamu

Ya Allah, Rabb Yang Mahakuasa
Mudahkanlah langkah anakku
Sederhanakanlah urusannya
Ringankanlah bebannya
Tuntunnlah ia tuk selalu berada dalam keridhoan-Mu
Bimbinglah ia agar mewujud seindah namanya
Wanita terbaik yang bermanfaat
Aamiin ya rabbal'aalamiin