Thursday, March 30, 2017

Pilu

Bismillaah

Baru empat hari yang lalu kita bersua. Entah mengapa, rindu sudah menusuk dada ini. Perjumpaan yang pilu dan basah. Air matamu tumpah di pangkuanku. Menyisakan sesak yang tak kunjung hilang.

Lara yang kaurasa, telah mengiris akal sehatku. Ingin kurengkuh, kudekap, dan kubawa terbang dirimu ke dunia tanpa nestapa dan lara. Tinggalkan segala resah nan merisaukan yang telah begitu lama kaurasa.

Namun itu hanya angan semu yang membuatmu kian cemburu lagi sendu. Seperti mimpi di siang bolong yang jauh dari nyata. Seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Seperti memasukkan benang basah ke lubang jarum. Begitu mustahil untuk dilakukan, kecuali Allah yang berkehendak.

Maafkan, sayangku.
Bukan kutak cinta. Bukan kutak sayang. Bukan kutak peduli. Namun yang kaurasa kini, yang kaulara kini, in sya Allah adalah yang terbaik untukmu, juga untukku. Mungkin pahit terasa kini, mungkin sakit terasa kini, mungkin sengsara terasa kini, yakinlah, itu yang terbaik.

Doa telah coba kurajut tiap hari. Tapi mungkin belum layak untuk Allah kabulkan. Sujudku telah terhiasi dengan genangan air mata. Namun mungkin belum cukup untuk mengetuk pintu langit-Nya.

Dayamu barangkali telah mencapai puncak. Tapi upayaku mungkin yang masih jauh dari cukup. Maafkan, sayangku.

Segala daya dan upaya, serta kekuatan hanya milik Allah. Kita hanya bisa ikhtiar dan melipatkan doa. Allah jua yang menentukan. Entah sekarang atau nanti, atau kelak di yaumil akhir. Wallahu a'lam bishawwab.

Harapku, engkau tahu betapa besar cintaku, betapa penuh dada ini dengan kasih untukmu, betapa sesak rindu ini untuk selalu bersamamu. Walau yang kaurasa, aku telah membuatmu terjebak dalam derita dan nestapa. Mengubur mimpi-mimpi remajamu. Ghirah mudamu untuk menjadi 'seseorang' seperti  yang kauidamkan.

Yakinlah sayang, seorang ibu takkan pernah mencelakakan buah hatinya. Kepahitan yang kaurasa karena tak seperti selera mudamu, in sya Allah akan berbuah manis di kemudian hari. Yakinlah. Innallaaha ma'ash shoobiriin. Allah bersama orang-orang yang sabar. Semoga kita termasuk di dalamnya. Aamiin ya rabbal'aalamiin.

Wednesday, March 29, 2017

Ojek Andalan

Bismillah

Tinggal di perkampungan yang jauh dari hiruk pikuk kota, memang ada enak dan tidaknya. Enaknya, kita bisa menghirup udara segar dan melihat hijaunya pepohonan dan persawahan. Bisa jalan santai tanpa terganggu arus kendaraan yang ramai, sambil bertegur sapa dengan tetangga yang menuju sawah atau yang sedang bercengkrama di halaman rumah. Bisa mendengar kokok ayam jago bersahut-sahutan di waktu subuh,  kicau burung di pagi hari menyambut sang mentari keluar dari peraduannya, dan juga suara kodok saat hujan mulai mengguyur bumi. Sungguh kenikmatan yang tiada tandingannya.

Tidak enaknya, kemana-mana jauh. Cari apa-apa sulit. Warung sayur hanya ada satu, itu pun jauh dari rumah. Agak kesiangan sedikit, tak ada sisa sayuran yang bisa dimasak. Warung kelontong juga jauh. Itu pun tidak lengkap. Bila ingin menjamu tamu dengan cemilan, bingung harus beli ke mana. Belum lagi kalau ingin bepergian. Sulit mendapatkan kendaraan.

Sebenarnya ada dua transportasi umum yang melewati kampungku, angkot dan bus tiga perempat. Bus kecil yang bisa memuat sekitar 25-30 penumpang. Tapi kenyataannya bisa lebih banyak dari itu. Hanya saja, bus itu jarang sekali lewat. Lebih dari satu jam sekali baru lewat. Itu pun dengan muatan yang sudah overloaded. Bagaimana mau naik?

Kan, ada angkot? Sebelas dua belas dengan si bus. Angkot pun sangat jarang lewat. Padahal penumpang yang setia menunggu juga banyak. Tapi, apa mau dikata. Angkot-angkot itu malas lewat karena jalan raya dari kota menuju kampung sangat jelek dan rusak. Di mana-mana berlubang, mirip dengan kubangan kerbau. Belum lagi kalau hujan turun. Sudah seperti kolam ikan saja.

Dengan alasan itulah, aku pun lebih mengandalkan ojek daripada di-php oleh angkot-angkot yang tidak jelas kapan datangnya itu. Dengan pesan khusus dari suami kepada si Abang ojek, "Bang, pelan-pelan ya, isteri saya sedang hamil," aku pun naik. Waktu itu aku masih kuliah di Jakarta. Bila pulang malam, ojek pun jadi alternatif yang tak tergantikan. Melewati sawah dan kebun rambutan yang gelap, bukan suatu halangan. Kalau zaman sekarang, penumpang takut naik ojek malam-malam karena khawatir menjadi sasaran kejahatan, waktu itu justru si abang ojek yang khawatir saat menembus sepinya dan gelapnya jalan di kampung. "Neng nggak takut, lewat sini malam-malam?" tanyanya waktu itu. "Nggak, Bang," jawabku dengan suara kubuat sedatar mungkin. Padahal hati ini sudah ketar-ketir juga. Sambil menggerutu karena suami tercinta tidak menjemput. Alhamdulillah, meski sering pulang malam, tak ada kejadian apa pun yang menakutkan atau mengkhawatirkan.

Sejak saat itu hingga enam tahun ke depan, ojek menjadi transportasi andalanku. Ke pasar, ke tempat kajian, ke sekolah tempatku mengajar, dan juga ke tempat angkot biasa mangkal (berhenti dan menunggu penumpang). Karena seringnya naik ojek, sampai para abang ojek jadi hapal dengan keluargaku. Bila ada teman atau saudara yang bingung mencari alamat rumah kami, mereka akan diberi tahu oleh para abang ojek itu. Jadi terkenal, deh. ^_^

Namun, sejak kami memiliki motor, sekitar tahun 2006, perlahan-lahan aku mulai meninggalkan ojek. Hingga saat ini, bila pergi ke mana-mana, ya, pakai motor sendiri. Tapi bukan berarti kami tidak menggunakan jasa ojek sama sekali, tidak. Misalnya saja saat kuda besiku harus masuk bengkel, ya ojek tetap jadi andalan. Atau ketika ayahnya anak-anak tidak bisa mengantar atau menjemput sekolah si bungsu, ojeklah andalannya.

So, sepertinya sulit untuk tidak menggunakan ojek. Sekali-kali, ojek tetap kami butuhkan agar perjalanan dan urusan kami lancar. Terima kasih Abang ojek.

Sunday, March 26, 2017

Pecel Pincuk



Sumber: food.detik.com


Bismillah
Sarapan, makan pagi sebelum memulai segala aktivitas, sudah menjadi kebiasaan saya dan keluarga. Khusus di hari libur, kami biasa cari sarapan di luar rumah. Sekalian jalan-jalan di sekitar tempat tinggal. Ini sekaligus sebagai ajang refreshing buat anak-anak dan uminya.
Sejak menikah hingga saat ini, bubur ayam menjadi menu favorit. Karena semua anggota keluarga suka, kecuali anak ketiga kami, Hakim. Dia tidak suka bubur maupun makanan lain yang terbuat dari beras. Anehnya, kalau kue jipang, dia paling suka. Padahal bahan dasarnya sama, beras. Bedanya, sebelum menjadi jipang, beras yang sudah dimasak menjadi nasi, dikeringkan terlebih dahulu. Setelah itu baru digoreng, kemudian diberi campuran gula dan bumbu lainnya. Setelah itu diletakkan di loyang, sampai mengeras. Baru dipotong berbentuk balok.
Kembali ke menu sarapan. Namun, kebiasaan menyantap bubur ayam, akhir-akhir ini mulai sedikit ditinggalkan. Mengapa? Ya, ini berkaitan dengan selera sang kepala rumah tangga. Ternyata beliau mulai suka sarapan dengan nasi pecel. Awalnya karena tidak sengaja. Waktu itu kami mau sarapan di warung bubur langganan kami. Tapi ternyata tutup. Nah, tercetuslah ide untuk makan nasi pecel. Sekali coba, ternyata hubby suka. Jadi keterusan. Kalau saya? Jangan ditanya deh, pecel memang sudah menjadi makanan favorit saya selain bubur ayam. Jadi, ngikut saja dengan kebiasaan baru.
Nah, tadi pagi, kami makan nasi pecel pincuk Bu Ida di Cibubur. Alhamdulillah, rasanya mantap. Warungnya pun nyaman. Suasananya, njawani banget. Bahkan para pelayannya pun berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Serasa pulang kampung.
Sesuai namanya, pecel yang bisa ditemani dengan nasi atau lontong ini, disajikan dengan daun pisang berbentuk pincuk. Salah satu ujungnya direkatkan dengan lidi, sisi yang lain dibiarkan. Ndeso banget, kan? Itu kan, kebiasaan saya waktu kecil di kampung. Belum ada kertas nasi, apalagi sterofoam. Tapi, dengan alas daun pisang, makanan lebih higienis dan tidak khawatir terkontaminasi dengan bahan kimia.
Pecelnya merupakan makanan sehat bergizi karena terdiri dari sayur-sayuran, tempat makannya pun aman dan ramah lingkungan. Seharusnya kuliner seperti ini perlu disosialisasikan dan didukung, agar masyarakat Indonesia kembali kepada makanan tradisional yang sehat dan bergizi, serta meninggalkan makanan impor, yang sebagian besar merupakan junk food.
Yuk, kita back to nature. Selain menyehatkan, juga agar kita lebih​mencintai produk bangsa sendiri. Sehingga kita bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Makanan negeri sendiri tidak suka, tapi yang dari negeri barat malah digandrungi. Berarti kebarat-baratan, dong? Kalau kearab-araban tidak boleh, mengapa yang kebarat-baratan dibiarkan saja? (Ups. Jadi kemana-mana. Maaf.)

Saturday, March 25, 2017

Mimpi

Bismillah

Mimpi bisa dimiliki oleh semua orang. Tapi tak setiap orang mempunyai mimpi. Dengan mimpi, kita menjadi bersemangat dalam menjalani hidup. Dengan mimpi, kita tak mudah menyerah dan berputus asa. Mimpi telah menjadi salah satu kunci sukses seseorang dalam hidupnya.

Begitu pun denganku. Karena mimpi yang telah coba kurajut, sekuat tenaga pula kucoba meraihnya. Meski aral banyak menghadang. Oleh karenanya, tak semua mimpiku terealisir. Banyak yang benar-benar hanya mimpi hingga detik ini. Seperti mimpiku untuk pergi haji. Hingga detik ini, kutak tahu kapan akan terwujud.

Tak apa. Yang penting kita sudah berusaha. Hasilnya kita serahkan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Namun demikian, aku tak pernah berhenti bermimpi. Selama itu gratis, jadi bermimpilah sebanyak-banyaknya.

Mimpiku ada dua kategori; jangka panjang dan jangka pendek. Sekarang kita bahas yang jangka pendek saja, sesuai tantangan Mba Estina tentang resolusi tahun 2017.  Jadi, mimpiku di tahun ini, ada dua yang utama. Pertama, kuingin menambah hafalan Al Qur'an minimal 1 juz. Kalau bisa sih 5 juz. Tapi, mengingat dan menimbang ini dan itu, yang realistis memang satu juz. Syukur-syukur bisa lebih. Aamiin ya rabbal'aalamiin.

Nah, supaya itu tercapai, aku harus menghafal setiap hari. In sya Allah dengan kesungguhan dan keistiqomahan, mudah-mudahan bisa tercapai. Hanya saja, yang sulit itu menjaga hafalan. Ternyata untuk memurojaah hafalan, kalau sendiri sering tidak bisa disiplin. Harus ada gurunya.

Kedua, aku ingin mempunyai bisnis online. Untuk yang ini, alhamdullilah, sudah kumulai dengan berjualan majalah lewat Facebook. Meskipun secara offline juga aku jalankan. Selain itu, aku juga sedang belajar Facebook ads dengan Bang Syaiha. Meskipun mengikut tutorialnya dengan susah payah, terutama mengerjakan tugasnya, hal itu tak membuatku menyerah. Karena aku bermimpi ingin memiliki bisnis online, maka semangat tetap terjaga.

Selain dua yang utama tersebut, sebenarnya ada mimpi lain. Tapi yang ini belum prioritas. Kalau aku sudah punya bisnis online, inginnya sih, berhenti mengajar. Aku ingin lebih banyak di rumah agar bisa merawat ibu mertua yang sudah sepuh, dan agar bisa punya waktu lebih banyak untuk anak-anak.

Itulah mimpi-mimpiku tahun ini. Semoga Allah mudahkan dan kabulkan. Aamiin ya rabbal'aalamiin.

Friday, March 24, 2017

Sederhanamu






                                                  Sumber: Kompasiana

Bismillah
Teduh raut wajahmu mengabarkan bijakmu di hari-hariku
Senyum ramah bibirmu menenangkan gemuruh jiwaku
Yang rindu kasih ibu, kekasih hatimu
Tuturmu sepi
Namun kasihmu ruah melimpahi rumah kita
Yang kian sunyi tanpa belahan jiwamu
Khusyukmu menghias sisa umurmu
Dalam wirid Yasin-mu
Di kursi dapur selalu
Tak sehari pun alpa
Legam kulitmu terbakar mentari di sepanjang jalan jihadmu
Di atas sepeda tuamu
Mencoba berbagi ilmu
Mencerdaskan anak-anak desa
Sapamu sunyi
Namun cintamu semerbak mewangi di relung jiwa
Lewat buku-buku yang selalu menjadi buah tanganmu
Mengayakan imajinasi dan nalar kanakku
Bersyukur
Menjadi satu-satunya anak gadismu
Bergelayut di lengan kokohmu
Bermanja dalam diammu
Nan menyejukkan kalbu
Sederhana
Tlah kau ukir di jejak hidupku
Membekas
Memfosil dalam bawah sadarku
Membayang di setiap langkah
Bapak ...
Kini hanya tinggal kenangan
Kasihmu tak lagi kurasa
Belaianmu tak lagi menghangatkan resah
Hanya doa
Tak luput dari munajatku
Robbighfirlii
Waliwaadiyya warhamhumaa
Kamaa robbayaanii shoghiiro
Aamiin ya rabbal'aalamiin

Wednesday, March 22, 2017

It's Not Just A Dream!

Judul buku           : Membaca dan Menulis Seasyik Bermain
Penulis                 : Ibunda Aini (Adiyati Fathu Roshanah)
Penerbit               : Read!
Cetakan               : I, April 2006


Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulis dalam menumbuhkembangkan minat baca-tulis putrinya, Aini. Aini adalah penulis antologi termuda yang berhasil memecahkan Rekor MURI tahun 2005, saat usianya baru tujuh tahun.  Ini merupakan prestasi yang sangat membanggakan, mengingat di zaman sekarang, anak-anak di usia yang sama, lebih asyik dengan gadgetnya dari pada membaca atau menulis.

Dengan bukti kesuksesan yang telah diraih putrinya itulah, Ibunda Aini membagikan pengalamannya kepada kita. Mengapa ini beliau lakukan? Menurut beliau, kecerdasan apa pun yang hendak orang tua inginkan, membaca dan menulis merupakan modal dasar yang utama. Dan, It’s not just a dream! Mari kita alihkan perhatian dan fokus anak kita dari tv dan gadget, pada buku yang jelas lebih bermanfaat.

Namun, pada praktiknya, menumbuhkan minat baca-tulis pada anak, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi jangan khawatir, karena penulis buku ini telah menyiapkan kiat-kiat yang sangat aplikatif dan in sya Allah bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang ingin memiliki anak yang cerdas. Berikut kiat praktis dan sederhana agar anak asyik membaca dan menulis sejak dini tanpa paksaan.

I.               Pahami dunia anak
Dunia anak adalah dunia yang penuh dengan permainan dan aktivitas bermain.  Anak-anak bisa sangat asyik bermain karena hal itu merupakan kegiatan yang menyenangkan. Agar membaca dan menulis menjadi sesuatu yang mengasyikkan, maka harus dibuat semenarik mungkin. Bila anak merasa membaca seasyik bermain, tanpa disuruh pun ia akan asyik dengan bukunya.

Untuk mendukung aktivitas membaca dan menulis, perlu kita sediakan mainan yang edukatif untuk merangsang kreativitas dan daya pikir mereka. Di antaranya adalah mainan bongkar pasang (puzzle) atau scrabble. Mainan seperti ini mengajak anak-anak berpikir dan merangsang imajinasi (hal. 48).

II.             Perkenalkan anak pada buku sejak dini

Buku harus dikenalkan kepada anak sejak bayi. Apa pun yang pertama kali diperkenalkan kepada bayi, itulah yang akan akrab dengannya. Apa pun yang kita berikan kepada mereka, itulah yang akan melekat sampai mereka memasuki tahun-tahun kehidupan setelahnya (hal. 53). Dan perkenalkan buku seperti kita memperkenalkan mainan.  Seperti memilih buku yang penuh dengan gambar berwarna pada awal-awal, kemudian beralih ke buku yang bergambar tapi sudah berisi sedikit tulisan. Oleh karena itu, kita pun harus menyiapkan buku dalam jumlah cukup supaya anak selalu tertarik untuk membaca. Selain itu, buku sebaiknya diletakkan tidak jauh dari tempat bermain. Mengapa? Karena sejak awal kita ingin menciptakan suasana bermain saat anak membaca, sehingga terasa mengasyikkan, bukan membosankan. Bila perlu, dan memang sangat disarankan, kita membuat taman bacaan di rumah. Tidak perlu ruangan besar dan khusus, cukup dengan menyediakan tempat spesifik untuk buku-buku. Agar anak semakin cinta membaca, perkenalkan juga dengan perpustakaan, dan jadikan jalan-jalan ke toko buku sebagai rutinitas yang menyenangkan.


Bersambung ... ke sini

Saturday, March 11, 2017

Hanya Allah



Sumber: Google




Bismillaah


Mentari baru saja menyapa dengan sinar hangatnya, saat kudengar suara motor loper koran berhenti di depan rumah. Segera saja kusambut koran pagi itu dengan rasa bercampur-aduk. Ya, hari ini pengumuman UMPTN yang kunanti.


Setelah menelusuri nomor demi nomor, nama demi nama, jelas sudah, namaku tak tercantum. Lemas! Bahkan air mata pun tak kuasa menetes. Paklik dan Bulikkku hanya bisa berucap, "Sabar, yo, Nduk."


Mentari yang kian cerah menyinari bumi, tak mampu menerangi pilu hatiku. Gelap sudah masa depanku. Rasanya pengangguran akan menjadi predikatku. Lihatlah! Inneke dan Yunita mendapat PMDK (lulus tanpa tes) di UNS, Wening di UNDIP, Intan di UGM. Sedangkan aku? Malu, kesal, kecewa, sedih, berbaur menyatu menjadi awan gelap nan pekat. Kuliah di universitas yang kuidam-idamkan, hanya khayalan di negeri dongeng.


Setelah PMDK gagal, UMPTN gagal, apa lagi yang bisa kulakukan? Satu-satunya harapan yang masih ada adalah IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga. Dan itu pun tak lolos. Lengkap sudah penderitaan dan kesedihanku.


Satu demi satu, kawan-kawan datang ke rumah Paklik, tempat aku tinggal selama 6 tahun ini. Mereka mencoba menghibur dan menyemangatiku. Hatiku sedikit terhibur dengan kehadiran dan perhatian mereka. Tapi, membayangkan mereka akan sibuk dengan kegiatan kuliah mereka, rasanya aku tak sanggup melihatnya. Aku tak ingin lari dari kenyataan ini, tapi aku juga tak mungkin melihat kebahagiaan mereka menyandang gelar mahasiswa, sedangkan aku hanya pengangguran.


Ke Jakarta. Ya, ke sanalah aku berniat untuk sekadar menghindar dari teman-teman dan sedikit refreshing. Rencanaku, setelah pikiran dan perasaanku normal kembali, aku akan pulang lagi ke kampung halaman ini. Dan, berusaha lagi agar bisa tembus UMPTN.


Namun rencana tinggal rencana. Sesampainya di Jakarta, di rumah Bude, beliau malah menyuruhku mendaftar di sebuah PTS. Niatku yang hanya ingin refreshing di Jakarta ini, malah berubah. Mentaati perintah Bude, akhirnya aku terdaftar sebagai salah satu mahasiswa di sebuah akademi bahasa asing.


Diawali dengan rasa setengah hati, akhirnya aku bisa menjalaninya dengan sepenuh hati. Kusyukuri nikmat ini dengan berusaha dan belajar sebaik-baiknya agar bisa mempersembahkan hasil terbaik untuk orang-orang tercinta yang telah banyak berbuat baik kepadaku.


Meskipun demikian, ujian, cobaan, kesepian, dan kesendirian sering membuatku pilu dan nelangsa. Di saat-saat seperti itulah, ingin rasanya berlari pulang ke kampung, bertemu teman-teman dan guru-guru tempatku curhat selama ini. Menumpahkan segala rasa hingga dada terasa ringan. Tapi di sini? Teman dekat, aku tak punya, atau belum punya, tepatnya. Bude? Ah, malu. Beliau sudah terlalu baik. Aku tak ingin membebani pikiran beliau dengan masalahku. Lalu, kemana aku harus mencari tempat mengadu dan berkeluh kesah?


Saat itulah aku tersadar, betapa beruntungnya diri yang dhaif ini. Betapa beruntungnya diri yang hina ini. Meski tak ada teman atau guru sebagai luapan perasaan, tapi aku masih memiliki Engkau, Ya Allah. Benar-benar keberuntungan yang tiada tara. Ada Engkau, ya Rabbi, yang tak pernah bosan mendengar keluh kesah, yang tak pernah mengecewakan hamba-Nya.


Ya. Sejak saat itu, aku begitu merasakan dan menyadari nikmat menjadi seorang muslim. Kalau tidak ada Allah, apa jadinya diriku?
Kalau tidak mengenal Allah, apa jadinya aku? Bila Allah telah bersamaku, tak perlu lagi merasa sepi dan sendiri. Tak pernah lagi merasa pilu dan nelangsa. Sebab, hanya kepada Allah tempat kubergantung. Hanya kepada Allah aku menyembah dan memohon pertolongan. Bukan kepada manusia, apalagi makhluk yang lain.

Monday, March 6, 2017

Karunia Sempurna untuk Anugrah Terindah

Bismillaah

Bahagianya melihat buah hati yang sudah kita nantikan selama 9 bulan, lahir dari rahim kita dengan selamat, tak kurang suatu apa pun. Tangisnya menyiram jiwa dan raga kita yang menahan lelah selama ia berada di dalam kandungan. Mungilnya mengundang kita untuk segera membelai lembut kulitnya. MasyaAllah! Satu lagi ayat Allah mengusik akal kita untuk memuji keagunga-Nya.

Dekapan dan belaian saja, ternyata belum cukup untuk membuat makhluk mungil itu survive di dunia yang masih asing baginya ini. Si mungil pun membutuhkan asupan gizi yang baik dan sempurna untuk melawan beragamnya jenis penyakit yang mengintainya setiap saat. Hebatnya, makanan itu tidak perlu dicari kemana-mana, karena sudah tersedia di tubuh kita, ibunya. Ya, Allah Yang Mahasempurna telah menyediakan gizi yang juga sempurna dan sangat cocok, Serta tidak mengandung efek samping apa pun bila dikonsumsi secara berlebihan. Selain itu juga sangat murah karena tidak harus beli ke warung atau supermarket. Makanan ajaib itu adalah ASI, air susu ibu. MasyaAllah! Kembali kita diperlihatkan ayat-ayat Allah yang semakin mempertebal keimanan kita kepada Sang Khalik.

Penelitian telah membuktikan, ASI yang keluar dari sang ibu akan berbeda untuk bayi yang lahir normal dan untuk yang lahir prematur. Yang lebih menakjubkan lagi adalah pengalaman seorang ibu yang semasa hamil sampai kira-kira 3 jam menjelang melahirkan anak kedua, beliau tetap menyusui anak pertamanya. Begitu melahirkan dan akan menyusui bayinya (anak kedua), ternyata ASI yang keluar berbeda dengan yang tadi dikonsumsi oleh anak pertamanya. ASI yang keluar dari seorang ibu yang baru melahirkan berupa cairan kekuningan yang mengandung kolostrum yang sangat penting Dan dibutuhkan oleh bayinya. Subhanallah, robbanaa maa kholaqta haadza baathilan!

Namun, sedih sekali saat menemui kenyataan bahwa banyak sekali bayi yang baru lahir, langsung diberi susu formula, yang katanya mengandung gizi yang tak kalah bagusnya dengan ASI. Padahal, para peneliti telah mengabarkan bahwa ASI tidak bisa ditandingi kesempurnaannya oleh makanan pengganti apa pun. Dan hanya ASI yang pas dan aman untuk bayi sampai usia 6 bulan.

Fakta:
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi, dapat
* meningkatkan IQ sebanyak 5 point
* mempererat hubungan batin antara ibu dan bayi
* meningkatkan kasih sayang ibu terhadap bayi
* mencegah kematian akibat diare
* mencegah busung lapar/kurang gizi
* mencegah alergi akibat makanan
* mencetak generasi Muslim yang kuat dan sehat
* mengurangi risiko terkena penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut)
* meningkatkan imunitas tubuh bayi
* mempercepat normalnya kembali bentuk rahim ibu.

MasyaAllah! Kok bisa, ya?
Bisa! Karena ASI adalah sumber gizi yang paling sempurna dan paling tepat untuk bayi. Bahkan Allah juga sudah merancang ASI khusus untuk bayi prematur. Berdasarkan penelitian, ASI mengandung semua zat gizi dan unsur-unsur makanan yang diperlukan oleh, tidak hanya tubuh tapi juga otak bayi dalam tumbuh-kembangnya. Kelengkapan gizi pada ASI ini membuat para produsen susu formula berusaha menyempurnakan kandungan gizi dalam susu yang diproduksi dengan zat-zat seperti AA, DHA, LA, TAURIN, dan sebagainya.

Jadi, mengapa tidak kita berikan hak anak kita berupa ASI yang sudah dirancang khusus oleh Allah subhanahu WA ta'ala untuk bayi kita?

Dan mengapa pula kita harus repot-repot beli susu yang zat gizinya  belum tentu bisa diserap oleh tubuh mungil, anugrah terindah dari Allah itu?

Mari kita cetak generasi rabbani yang kuat dan cerdas dengan memberikan ASI eksklusif untuk buah hati.

Begitu banyak ayat-ayat Allah terbentang pada diri dan di depan mata kita
Begitu banyak nikmat dan anugrah Allah yang telah kita reguk
Begitu banyak ketidaktahuan Dan alpa kita
Dalam mengarungi ilmu-Nya
Namun sedikit sekali kita bersyukur
Namun sedikit sekali kita belajar

Allah SWT berfirman:

قُلْ هُوَ الَّذِيْۤ اَنْشَاَكُمْ وَجَعَلَ لَـكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَ الْاَفْــئِدَةَ     ؕ  قَلِيْلًا مَّا تَشْكُرُوْنَ

"Katakanlah, "Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani bagi kamu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.""
(QS. Al-Mulk: Ayat 23)


#Tulisantahun2006
#selfreminder

Saturday, March 4, 2017

Mengenal Hak-Hak Anak


Bismillaah

Alhamdulillaah hari ini Allah memberikan kesempatan pada saya untuk mengisi teko (pinjam istilah Bu Dita), yang nyaris kosong karena jarang diisi ulang. Alias tholabul 'ilmi.
Kajian parenting yang dilaksanakan setiap sebulan sekali ini, diisi oleh Ustadz Abu Islama Imanuddin, MA. Beliau merupakan salah seeorang pengasuh ma'had di Karawang.

Sebagai pendahuluan, Ustadz memaparkan tentang beberapa kaidah dalam mendidik anak, yaitu:

1. Tujuan utama mendidik anak adalah agar kita dan anak kita bersama-sama masuk surga. Hal ini seperti firman Allah dalam QS. At Tahrim ayat 6 yang berbunyi
Allah SWT berfirman:

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ  نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ  لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا 
يُؤْمَرُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

2. "Orang yang tidak memiliki sesuatu (ilmu), tidak akan mampu memberi." Oleh karena itu, sebagai orang tua, kita harus terus mengisi diri dengan belajar, agar bisa memberikan ilmu kepada anak-anak kita.
فاقد الشيء لا يعطي
Orang yang tak memiliki sesuatu tak bisa memberi.

3. "Jangan pernah memerintah anak untuk berbuat sesuatu, kalau kita sendiri tidak melakukannya." Jangan sampai anak dipaksa melakukan kewajiban, sedangkan orang tua malah melalaikannya. Anak dipaksa salat, tetapi orang tuanya tidak salat. Anak dipaksa belajar, orang tuanya pegang gadget atau nonton TV. Sedangkan dakwah dengan amal perbuatan atau suri tauladan, lebih efektif daripada dakwah kata-kata.
So, jadilah contoh yang baik agar anak-anak kita mudah melakukannya.

4. "Melarang anak untuk melakukan sesuatu, tetapi kita malah melakukannya." Betapa sering kita jumpai orang tua yang melarang anaknya nonton TV, tapi dirinya sendiri malah melakukannya. Antara ucapan dan tingkah laku tidak sesuai. Akhirnya, anak akan bingung dan sering membantah.

Untuk menjadi orang tua yang baik, kita harus mengetahui hak-hak anak, agar kita tidak salah dalam mendidik. Hak-hak anak itu antara lain:

1. Mendapat pengajaran dari orang tua yang dilakukan dengan penuh kesabaran. Walau demikian, tidak dipungkiri bahwa kesabaran pun perlu ketegasan juga. Tujuannya, tentu agar anak sadar dengan kesalahannya. Salah satu bentuk ketegasan yang telah diajarkan Rasulullah sholallahu 'alaihi wasallam adalah dengan memukul, apabila anak yang sudah berusia di atas 10 tahun, tidak mau melaksanakan salat. Namun, memukul juga ada aturannya, yaitu menggunakan benda yang bila dipukulkan ke badan, tidak membekas. Benda yang dianjurkan adalah kayu siwak. Bagian tubuh yang dipukul pun, tidak boleh wajah, dada, dan kemaluan. Tangan dan kaki diperbolehkan.
Hal ini sesuai dengan sabda  Rasulullah sholallahu'alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah. Kata beliau, "Siapa yang memiliki 3 anak perempuan dan ia mendidik mereka  dengan baik, mengayomi, menyayangi, mencukupi kebutuhan mereka, menikahkan mereka bila telah cukup usianya, menutupi aib-aib mereka sampai anak itu paham akan tanggung jawabnya, maka wajib bagi orang tuanya mendapat surga Allah."
Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samroh, Rasulullah sholallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Mendidik anak dengan kesabaran, lebih utama daripada shadaqah 1 sha'." (HR. Imam At Tirmidzi)
Shadaqah adalah termasuk ibadah yang paling tinggi pahalanya karena bisa berlipat sebanyak 700x. Dan keutamaannya kalah bila dibandingkan dengan pahala mendidik anak dengan sabar. Masya Allah.
"Tidak ada yang lebih baik yang diwariskan orang tua melainkan ada yang baik." Harta warisan yang terbaik bukan intan berlian, tetapi adab atau akhlak yang baik. Oleh karena itu, mendidik anak berbeda dengan mengajar. Kalau mengajar sekadar menyampaikan teori, mendidik memerlukan tikrar (pengulangan), dan tentu saja, KESABARAN.

2. Melihat orang tuanya semangat dalam menuntut ilmu. Mengapa?
Kecintaan orang tua dalam tholabul'ilmi, akan mewariskan kecintaan yang sama pada anaknya, meski orang tua telah tiada.
Begitu pun bila orang tua mewariskan kecintaan pada hal-hal yang tidak baik. Jadi, sudah seharusnya bila kita mencintai perkara yang baik-baik agar anak kita pun mengikutinya.

3. Orang tua sering memberikan kitab untuk anak-anak di rumah. Menurut Imam Ahmad, merupakan kesempitan pada hati manusia ketika di rumahnya tidak ada kitab yang dibaca untuk menambah ilmunya.
Bersambung ...

Gegara ODOP

Bismillaah

Lebih setahun sudah saya tinggal di One Day One Post (ODOP). Selama itu juga, saya hanya menjadi silent reader. Meski begitu, saya berusaha melakukan tugas yang diberikan baik oleh Bang Syaiha, the founder of ODOP, maupun oleh teman-teman yang lain. Namun, entah mengapa, beberapa bulan terakhir ini, rasanya sulit sekali meluangkan waktu untuk menulis. Tidak seperti saat awal-awal bergabung. Saya seperti pepatah, maaf, "hangat-hangat tahi ayam". Semangat pada awalnya, melempem di kemudian hari.

Saya sempat chatting dengan salah seorang teman alumni ODOP 1. Beliau bercerita tentang alasannya keluar dari kampung ODOP, yang tak perlu saya ceritakan di sini. Cukup saya, alumnus itu, dan Allah yang tahu. Sebenarnya saya punya perasaan dan nasib yang mirip dengannya. Namun, entah mengapa, saya merasa berat untuk meninggalkan ODOP. (Tak bisa ke lain hati, ceritanya.)

Waktu itu saya katakan kepadanya, (kalau tidak salah) meskipun saya hanya silent reader, saya mendapat banyak ilmu dan wawasan, yang tidak saya temukan di tempat lain. Yang saya rasakan dan dapatkan, ternyata tidak hanya tentang ilmu kepenulisan, tapi juga yang lain. Misalnya saja, tentang business online atau Facebook ads yang diajarkan oleh, siapa lagi kalau bukan Bang Syaiha. Hanya saja, saat ini belum ada materi lanjutannya. Meski terseok-seok dalam melakukan tugas, saya tetap bertahan, karena diiming-imingi keuntungan yang sangat menggiurkan, yang sudah didapat dan dinikmati oleh Bang Syaiha. Bisa nggak ya, saya seperti beliau? Sedang menunggu dan menanti ilmu berikutnya.

Sejak di ODOP, saya tidak kudet (kurang update) lagi. Karena warga di sana sangat heterogen, dari yang anak sekolah, mahasiswa, karyawan, ibu rumah tangga, dan lain-lain. Masing-masing mereka memiliki ilmu dan kelebihan yang sangat bermanfaat bagi saya. Selama ini saya sudah banyak mendapat ilmu, dan juga e-book gratis dari teman-teman yang baik ini. Jazakumullah khairan katsira Bang Syaiha dan temannya ODOP semua.

Hanya saja, saat ini seperti di injury time. Dag-dig-dug. Setelah ada ultimatum dari kepala suku, Bang Syaiha, bahwa bagi yang tidak bisa menulis 10 postingan dalam bulan ini, maka akan dikeluarkan (diusir) dari kampung ODOP. Hua ... Saya termasuk yang diusir nggak ya? Sampai detik ini, belum tercapai target yang 10 itu.

Entah mengapa (dari tadi tanya melulu, nih), mengetahui ultimatum itu, saya bukannya mundur teratur, tapi malah merasa terpacu dan termotivasi. Heran. Kok saya nggak ingin pergi dari ODOP, ya? Serius! Rasa-rasanya, saya sudah falling in love dengan ODOP. Padahal, kalau melihat dan mengetahui prestasi teman-teman yang 'cetarrr', minder diri ini. Saya bisa apa?

Ya sudahlah, yang penting saya masih bisa belajar dari mereka. Sambil berdoa, semoga saya pun bisa seperti mereka. Terima kasih ODOP, terima kasih Bang Syaiha, terima kasih teman-teman. Hanya Allah yang bisa membalas semua kebaikan kalian.
Jazakumullah khairan katsira.