Tuesday, September 6, 2016

Bunga

Bismillaah

Pagi tadi, saya mengantikan rekan guru yang tidak masuk. Ketika diberitahu oleh Wakasek Kurikulum bahwa saya harus mengajar di kelas1, "Wow! Apakah saya bisa?" responku agak kaget.

Mengajar di kelas satu adalah 'sesuatu'. Modal utamanya adalah kesabaran dan ketekunan. Saya merasa kurang dalam kedua hal tersebut. Makanya hati sempat ragu, mampukah saya? Tapi, karena ini tugas, saya harus berusaha sekuat tenaga. Bismillaah

Setelah mendapat penjelasan tentang apa yang harus diajarkan hari ini, saya pun melangkah ke kelas tempat bertugas. Terlihat beberapa anak sedang bermain, dan sisanya sedang duduk melingkar di atas tikar plastik, menikmati makanan ringan mereka.

Saya pun bergabung dengan mereka yang duduk di lantai. Berusaha mengadakan pendekatan dan memancing perhatian mereka. Setelah tiba waktunya belajar, saya mengajak mereka duduk melingkar di lantai. Mulailah pelajaran hari ini tentang Birrul Walidain. Setelah menjelaskan materi, tibalah saat mengerjakan tugas. Ada tiga pekerjaan yang harus dilakukan. Pekerjaan pertama adalah bermain flash card. Alhamdulillah berjalan dengan lancar. Semua siswa bisa berpartisipasi aktif. Aman.

Pekerjaan kedua adalah menempel kalimat-kalimat tentang birrul walidain dan durhaka kepada orang tua. Tugas siswa menggunting kalimat-kalimat tersebut, kemudian menempelkannya di kertas sesuai kolomnya. Di sinilah awal petualangan hari ini. Seorang siswi, sebut saja namanya Bunga, ingin dibantu oleh saya, bu gurunya.

"Bu guru, bantuin," rengeknya.

"Iya, bu guru bantu mengunting, ya," jawab saya sambil membantu siswa lain membaca kalimat-kalimat, karena sebagian besar memang belum lancar membaca. Terbayang, kan, betapa repotnya. Setiap anak minta di perhatikan dan dibantu.

"Aku udah gunting ini, bu guru yang nempel, ya?" pintanya dengan manja.

"Bunga yang menempel, dong. Kan, bu guru sudah mengguntingkan."

"Nggak mau!" serunya sambil beranjak pergi.

Karena masih banyak siswa yang memerlukan bantuan, saya abaikan saja kepergian Bunga. Sampai beberapa saat kemudian, ternyata dia tidak muncul juga, akhirnya saya keluar mencarinya. Dengan bujuk rayu, Bunga mau masuk kelas. Namun tidak mau menuntaskan pekerjaannya. Dia malah menganggu teman-temannya yang sedang fokus bekerja.

Semakin ditegur dan dinasihati, Bunga bukannya tenang, malah semakin 'menjadi'. Hiasan dinding dirobek, teman yang sedang duduk manis dipukul, paku  push pin dia ambil dan digunakan untuk menakut-nakuti temannya, barang-barang di loker dilempar-lempar, kerudung saya pun ditarik-tarik, dan tangan saya habis dicubitinya. Astaghfirullah. Bunga ...

Hati saya sempat kesal dan ingin marah. Dengan sekuat tenaga, saya tahan, meski kesabaran sepertinya hendak pergi dari diri ini. Melihat kekacauan itu, guru yang mengajar di kelompok sebelah berusaha ikut membantu menenangkan Bunga. Tapi juga tidak berhasil. Saat itulah beliau bercerita bahwa Bunga bersikap seperti itu karena memang kurang kasih sayang. Dia yatim piatu. Ya Allah...

Mendengar itu, mata saya langsung basah. Sekuat tenaga saya tahan agar tidak mengalir. Saya jadi ingat diri sendiri yang juga yatim piatu di usia SD, ingat adik yang waktu itu baru TK. Sayalah yang sering momong adik setelah bapak ibu tiada. Ini? Di sini? Bunga yang baru kelas satu SD, sudah yatim piatu? Ya Allah...

Hilang sudah kemarahan yang tadi sempat hinggap di dada, berubah menjadi iba. Saya dekati Bunga yang masih penuh amarah. Dengan lembut, saya elus-elus kepalanya.

"Bunga mau digendong bu guru?" entah mengapa tiba-tiba ingin sekali menggendong dan memeluknya. Tapi dia menggeleng.

"Bunga mau disuapi bu guru?" Menggeleng juga.

"Bunga mau makan sendiri?" Mengangguk! Alhamdulillah, langsung saja saya bimbing dia untuk duduk di kursi menyusul teman-temannya yang sudah makan lebih dulu. Dia mulai mengambil nadi, sayur, dan lauk. Karena khawatir anak-anak memerlukan bantuan, dan juga karena sudah hilang rasa lapar, saya hanya duduk sambil mengawasi para siswa.

"Bu guru nggak makan? Makan aja," kata Bunga membuat saya tak bisa menolaknya. Setelah itu, semua berjalan dengan lancar hingga mereka pulang. Alhamdulillah.
Tugas berat telah terselesaikan, meski dengan penuh perjuangan.

Bunga, semoga Allah selalu menjagamu dan menyayangimu, Nak. Maafkan bu guru belum bisa memberikan yang terbaik untukmu.

7 comments:

Wiwid Nurwidayati said...

Jadi guru butuh kesabaran yg sangat ya Mb?

Sang Mahadewa said...

Berat sekali ya ternyata menjadi seorang guru

Nindyah Widyastuti said...

Betul Mba Wiwid

Nindyah Widyastuti said...

Memang Mas, apalagi kalau orang tua tidak bisa diajak kerja sama.

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
Unknown said...

Jadi guru itu keren...


-cindiriyanika.com-

Nindyah Widyastuti said...

Aamiin, terima kasih Mba Cindy.