Monday, October 28, 2019

Ah Tenane-ku


Bismillaah


Ah Tenane adalah salah satu rubrik yang ada di koran Solopos. Rubrik ini berisi tentang cerita-cerita lucu dengan tokoh Jon Koplo, Tom Gembus, Lady Cempluk, dan Genduk Nicole. Bila kita mengirim cerita lucu yang kita alami, maka nama tokohnya harus diganti dengan nama-nama tersebut di atas.



Alhamdulillah, beberapa tulisan saya bisa tembus rubrik ini. berikut ini beberapa tulisan saya.

1. Pilihan Sang Cucu

Pagi itu, 17 April 2019, Lady Cempluk sudah berdandan rapi, layaknya kalau mau pergi kondangan. Cucunya, Tom Gembus, yang sudah didandani dengan rapi pula bertanya, “Kita mau ke mana Mbah? Kondangan, ya?”  
“Iya, kita mau kondangan Pemilu,” jawab Lady Cempluk sambil tersenyum. Cucunya yang satu itu selalu bersemangat bila dengar kata “kondangan”. Dalam pikiran anak kecil itu, kondangan berarti makan-makan, banyak kue, dan es krim.



Dengan semangat, Tom Gembus berjalan tegap di samping neneknya. Sesampainya di TPS, Tom Gembus celingukan. “Ini kondangannya, Mbah? Kok … nggak ada pengantinnya? Nggak ada makanan juga?”
“Le, ini namanya kondangan Pemilu. Kita ke sini mau nyoblos,” kata Lady Cempluk sambil menunjuk gambar calon presiden dan calon legislatif yang terpampang di samping pintu masuk TPS.
“Ooo … kita mau nyoblos presiden, ya Mbah?” Tanya Tom Gembus sambil manggut-manggut.
“Iyo, Le. Kita duduk situ dulu, yuk, sambil nunggu dipanggil,” ajak Lady Cempluk.
“Lady Cempluk!” terdengar suara panitia KPPS memanggil namanya. Sambil menggandeng cucunya, Lady Cempluk berjalan ke bilik suara. Pertama, ia buka kertas suara untuk memilih presiden. Sejak tadi malam ia sudah bertekad untuk mencoblos presiden pujaan hatinya. Ia sudah memantapkan hati dengan pilihan itu.



Namun saat tangannya yang memegang paku siap mencoblos capres pilihannya, Tom Gembus berteriak, “Jangan yang itu, Mbah! Yang ini aja,” teriaknya sambil menunjuk gambar capres satunya.
“Yang ini aja, Le. Simbah suka sama yang ini,” bujuk Lady Cempluk pada cucunya.
“Nggak mau! Aku maunya yang ini!” seru Tom Gembus dengan nada serak hendak menangis. Kebiasaannya bila tidak dituruti kemauannya, ia akan mengeluarkan jurus andalannya. Menangis.
“Waduh, piye iki?” batin Lady Cempluk bingung. Terus-terang ia tak mau hanya gara-gara itu cucunya menangis. Repot, nanti. Ya sudah. Mau tak mau, demi sang cucu, Lady Cempluk mencoblos gambar presiden pilihan Tom Gembus, bukan pilihan hati nuraninya. Demi nyenengin cucu.


(Untuk tulisan ini, redaksi Solopos mengadakan perubahan sedikit dari naskah asli saya.)



2. Kirain Gula, Ternyata ...


Hari Raya Idul Fitri selalu disambut dengan suka cita oleh seluruh umat Islam di dunia. Begitu pun di keluarga Lady Cempluk. Mereka sangat bersemangat dalam menyambut Lebaran. Tidak hanya menyiapkan baju baru, mereka pun menyiapkan hidangan untuk disajikan kepada para tamu yang akan mengunjungi rumah mereka. Salah satu menu yang mereka persiapkan saat bulan Ramadan adalah kue kastangel. Kue kering yang rasanya asin karena memang bahan utamanya adalah keju ini, merupakan salah satu kue favorit keluarga mereka.



Lady Cempluk dibantu oleh Genduk Nicole, putri semata wayangnya, tampak asyik mencampur adonan. Satu demi satu bahan kue dicampur dan diaduk menggunakan mixer. “Tambahkan gulanya, Nduk!” perintah Lady Cempluk kepada Genduk  Nicole.
“Yang ini, Bu?” tanya Genduk Nicole memastikan, karena kalau salah bisa berabe.
“Iya,” jawab ibunya sambil terus mengaduk.



Setelah proses membuat adonan dan mencetak kue selesai, dipangganglah kue itu selama beberapa menit. Setelah matang, mereka tidak langsung mencicipi karena sedang puasa.
Pada sore harinya, saat berbuka puasa, Genduk Cempluk penasaran ingin mencicipi kue yang telah dibuatnya.
“Hah! Asin banget!” serunya sambil meringis keasinan.
“Masak, sih? Kok bisa?” kata Lady Cempluk sambil mengigit kastangel yang telah mereka buat tadi pagi. “Iya, asin banget! “Kenapa, ya, Nduk? Perasaan tadi resepnya sudah benar ya? Bahan-bahannya juga sudah tepat sesuai takaran.”
“Sebentar, Bu,” seru Genduk Nicole sambil berlari ke dapur. Tak berapa lama, ia muncul sambil membawa sekantong plastik berisi gula. “Tadi, Ibu nyuruh saya masukin gula ini, kan?”
“Iya. Terus kenapa? Ada yang salah?” tanya Lady Cempluk kebingungan.
“Ternyata ini garam, Bu,” seru Genduk Nicole sambil menjilat benda yang dikira gula itu.
“Astaghfirullah ... oalaaah. Lha kok lembutnya sama seperti gula, ya? Aduh, nggak jadi makan kastengel deh. Lha wong uasine koyo ngene.”





3. Emang Nggak Dikunci?


            Malam itu  malam Minggu, rumah Tom Gembus anak Pak RT 12, ramai dengan anak-anak muda yang menghabiskan malam dengan ngobrol atau main catur. Malam itu mereka begadang sampai larut. Karena kelelahan, setelah teman-temannya pulang, Tom Gembus langsung terkapar di lantai dapur. Terlelap.


            Menjelang subuh. “To, bangun, To! Tidur kok di dapur, kamu itu! Bangun! Tivinya hilang! Kipas angin juga!” teriak Bu RT membuat Tom Gembus kaget dan terbangun.
            Waduh, kita kemalingan! Maling! Maling!” teriak Tom Gembus heboh.
Ngapain kamu teriak-teriak begitu? Malingnya udah pergi dari tadi. Mendingan kamu lapor  ke Pak RT sana!” perintah Bu RT.
“Lha, Pak RT-nya kan, Bapak? Bapak kan, sedang keluar kota, Bu,” jawab Tom Gembus sambil menahan tawa.
“Oh iya, ya. Kalo gitu, lapor ke Pak RW!”
            Tom Gembus pun pergi ke rumah Pak RW.


“Assalamu’alaikum Pak RW! Rumah saya kemalingan, Pak!” teriak Tom Gembus dari depan rumah Pak RW.
“Siapa itu?” Tanya sebuah suara laki-laki dari dalam rumah. Suaranya yang serak menandakan kalau si empunya baru bangun tidur.
 “Tom Gembus, Pak!” jawab Tom Gembus masih dengan berteriak. Terlihat pintu dibuka dan keluarlah seorang laki-laki.
“Tom Gembus-nya Pak RT?”
“Iya Pak. Rumah saya kemalingan, Pak,” jelas Tom Gembus kepada laki-laki tersebut yang ternyata Pak RW.
“Kok bisa? Emang nggak dikunci?” Tanya Pak RW lagi.
“Dikunci, Pak.”
“Ayo, kita ke rumahmu,” ajak Pak RW.


            Sesampai di rumah, Tom Gembus dan ibunya menjelaskan barang apa saja yang dicuri. Belum selesai mereka bicara, tiba-tiba Jon Koplo, anak Pak RW datang. “Pak, disuruh pulang sama Ibu!” kata Jon Koplo.
“Kenapa? Bapak kan lagi ngurusin rumah Pak RT yang kemalingan,” gusar Pak RW dengan permintaan anaknya.
“Kata Ibu, ngapain ngurusin rumah orang. Rumah sendiri aja kemalingan,” lanjut Jon Koplo.
“Hah? Rumah kita kemalingan juga?” seru Pak RW tak percaya. Pak RW pun bergegas ambil langkah seribu, meninggalkan Tom Gembus dan ibunya yang terbengong-bengong. Pak RW kemalingan juga? Aneh, kenapa para pejabat kampung mereka yang kemalingan dalam waktu bersamaan?


            Siangnya, selesai salat Dzuhur di musala, Tom Gembus melihat Pak RW berjalan keluar musala sendirian. “Pak RW kemalingan juga?” Tanya Tom Gembus basa-basi.
“Iya,” jawab Pak RW pendek. Rupanya beliau masih pusing dan tak habis pikir. Dalam waktu bersamaan, dua rumah kecurian, dan sama-sama pejabat di lingkungan tempat tinggal mereka. “Emang nggak dikunci?” Tanya Tom Gembus lagi yang langsung dibalas oleh Pak RW dengan tonjokan pelan di kepalanya. “Satu sama!” teriak Tom Gembus sambil lari menjauh, takut ditonjok lagi oleh Pak RW.


            Melihat Tom Gembus lari menjauh, Pak RW hanya geleng-geleng kepala. Dasar anak zaman now.

Saturday, October 26, 2019

Terjadi Sungguh-Sungguhku




Bismillaah


Alhamdulillaah, keputusanku untuk bergabung di OTM; ODOP Tembus Media membuahkan hasil. Salah tiganya adalah artikel Tejadi Sungguh-Sungguh yang dimuat di Koran Merapi, Yogyakarta. Sayangnya, aku tidak tahu kapan tanggal dimuatnya karena memang tidak berlangganan. Tiba-tiba saja ada wesel datang ke rumah. Selamat menikmati.


1.

Teman saya, sebut saja namanya Syahrini,  perempuan asli Betawi yang menikah dengan seorang lelaki dari Cilacap, Jawa Tengah. Saat pertama kali pulang lebaran ke Cilacap, Syahrini sempat dibuat malu karena ketidaktahuannya. Selesai salat Idul Fitri, biasanya para kerabat dan tetangga saling bersalaman sambil mengucapkan “Sugeng Riyadi”. Nah, saat Syahrini diajak bersalaman dan mereka mengucapkan “Sugeng Riyadi”, ia tidak menjawab dengan kalimat yang sama, tapi malah menyebutkan namanya “Syahrini”.  Sugeng riyadi ...  Syahrini. Sugeng riyadi ... Syahrini.




2.

Di Boyolali, ada sebuah warung nasi goreng yang menggunakan arang sebagai bahan bakar untuk menggoreng nasinya. Alhasil, waktu yang digunakan untuk memasak lebih lama daripada menggunakan kompor gas. Mungkin berkaitan dengan lamanya pelanggan menunggu nasi gorengnya matang, warung itu bernama “Sabar Menanti”.  Dan memang benar. Saat saya mampir ke warung tersebut, saya harus sabar menanti nasi goreng saya siap. Padahal perut sudah minta segera diisi.




3.

Kita biasa menjumpai seseorang yang jijik dengan sesuatu, misalnya kecoa, cacing, atau ulat. Ada juga teman saya yang merasa jijik bila melihat karet gelang atau peniti. Reaksi dari rasa jijik itu bermacam-macam. Ada yang hanya merasa merinding, pusing, atau mual. Orang yang biasa jijik dengan hal-hal tertentu tersebut biasanya dari kalangan perempuan. Tapi ternyata laki-laki juga ada, meski sangat jarang. Suami teman saya, merasa sangat jijik bila melihat kancing yang belum terpasang di pakaian. Karena begitu jijiknya melihat kancing, dia tidak hanya merinding, tetapi  juga sampai muntah-muntah.