Wednesday, March 30, 2022

Satu Desa Satu Pojok Baca

Bismillah


Pandemi memang banyak menyebabkan perubahan. Bahkan mengharuskan. Ya, seperti pembelajaran yang harus menjadi online, termasuk juga kajian, seminar, workshop, meeting, semua harus online. Bahkan bekerja pun kalau bisa online semua. Kecuali bagian produksi dan distribusi. Nggak mungkin online, kan?


Saya pun mengalami dampaknya. Namun, alhamdulillaah, pandemi memberikan banyak hikmah kepada saya. Salah satunya, saya mendapatkan banyak kesempatan belajar gratis atau dengan biaya murah, karena dilaksanakan secara, lagi-lagi, online. 



Salah satu kelas yang saya ikuti saat pandemi mulai menyapa bumi adalah Kelas Jejak Cinta Ananda. Sebuah kelas menulis yang diselenggarakan dan diajar langsung oleh Bu Ida Nur Laila. Dan, itulah awal saya mengenal beliau, lalu belajar banyak hal dari beliau, dan, hingga saat ini, menjadi murid beliau. 


Sekarang, saya masih menjadi murid beliau dalam belajar bisnis. Terutama bisnis buku SDI (Sygma Daya Insani). Sebuah penerbit yang konsisten menerbitkan buku-buku Islam, terutama tentang siroh Nabi. Ada banyak judul yang telah diterbitkan SDI. Di antaranya Rasulullah Teladan Utama (Ratu), 64 Sahabat Teladan Utama (64 STU), Kisah 24 Nabi dan Rasul (K24NR), Buku Pintar Iman Islam (BPII), Muhammad Teladan Sepanjang Zaman (Mumtasz), dan lain-lain.


Di dalam bisnis ini, kami diajarkan bahwa, kami tidak sekadar berjualan buku, tetapi kami ingin menebarkan siroh ke seluruh penjuru Nusantara. Kami ingin, seluruh generasi muslim Indonesia, mengenal Nabi-nya dengan baik. Sehingga, diharapkan, mereka pun nantinya akan meneladani akhlak beliau. 


Oleh karena itu, kami pun tidak hanya berjualan, tetapi juga menggalang wakaf buku. Buku-buku tersebut, nantinya akan diserahkan kepada lembaga pendidikan seperti TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an), Rumah Tahfidz, Taman Baca Masyarakat (TBM), dan juga sekolah-sekolah yang berkenan menerima buku wakaf tersebut. 


Sedangkan kami, para SLC (Sygma Learning Consultant), juga didorong untuk mendirikan rumah baca. Ada dua jenis rumah baca yang diselenggarakan oleh para SLC, yaitu TBM dan Pojok Baca. TBM mempunyai target untuk bisa menjaring banyak pembaca sehingga juga idealnya memiliki banyak koleksi buku. Sedangkan Pojok Baca, ruang lingkupnya lebih kecil. Oleh karenanya, buku yang disediakan pun tidak terlalu banyak.



Saya pribadi, sudah lama sekali ingin membuka perpustakaan di rumah. Dulu, pernah sempat akan terwujud. Bahkan, spanduknya pun sudah diberi. Tetapi, ternyata Allah belum mengizinkan. Padahal, buku-buku koleksi keluarga sudah lumayan banyak karena kami sekeluarga memang suka membaca. Jadi, ada buku anak-anak, remaja, maupun dewasa. Semua ada, insyaallah. 



Nah, sebenarnya, kami sudah punya modal. Tinggal action. Tapi ya itu, izin dari paksu belum terbit, jadi harus lebih bersabar. Cita-citanya sih, selain membuka perpustakaan, saya juga ingin membentuk komunitas literasi. Di sana nanti, harapannya akan muncul penulis-penulis andal, dan akan tumbuh generasi yang cinta membaca. 

Semoga segera terwujud, aamiin.

Tuesday, March 29, 2022

Demam Panggung

Bismillah


Demam dengan suhu badan tinggi, alias panas, pernah saya rasakan. Suhu tertinggi yang pernah terjadi adalah 40° C. Khawatir, pasti. Saya pun sempat berpikir, apakah ini akhir hidup saya? Ternyata Allah masih memberikan kesempatan kepada saya untuk tinggal di dunia hingga detik ini. 


Demam yang tak kalah mengkhawatirkan adalah demam panggung. Ini sudah saya alami sejak kecil, hingga kini, di saat usia sudah tidak muda lagi. Kok bisa ya, penyakit yang satu ini betah menempel pada diri saya? 


Demam ini tidak hanya saya rasakan bila mau tampil di depan umum saja, tetapi juga ketika saya ingin mengajukan pertanyaan pada acara resmi. Seperti rapat, kajian, seminar, pelatihan, dan semacamnya. Tanda-tandanya, perut saya mules, deg-degan, keringat dingin mengucur. 


Nah, pertanyaannya, mengapa hingga saat ini, hal itu masih terjadi? Apakah saya tidak ada upaya untuk mengatasinya?



Sebenarnya, beberapa ikhtiar sudah saya jalani. Di antaranya, supaya tidak demam panggung, sejak di sekolah dasar, saya berlatih untuk berani tampil di depan publik. Secara kelompok maupun sendiri. Di kelas pun, guru-guru melatih saya dan siswa lainnya dengan cara menyuruh kami untuk presentasi atau hafalan di depan kelas dengan diperhatikan oleh seluruh siswa dan guru yang bersangkutan. 



Selain itu, saya pun berusaha untuk selalu berdoa memohon pertolongan Allah agar dimudahkan dalam menjalankan tugas seperti menyampaikan materi kajian, menjadi MC (master of ceremony), atau sekadar mengajukan pertanyaan. 



Bila ingin mengisi kajian, misalnya. Biasanya sepanjang jalan kenangan saya melantunkan doa tersebut. Alhamdulillah, hati menjadi lebih tenang, meskipun masih ada sedikit nervous. Tetapi, walaupun grogi, biasanya saya bisa menyampaikan materi dengan lancar. Memang, kondisi gugup itu biasanya hanya menyerang di awal saja. Kalau sudah mulai berbicara, biasanya hilang dengan sendirinya.



Apa sih, doanya? Ini doa andalan saya, doa yang telah dicontohkan oleh Nabi Musa 'alaihissalam.

   رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْۤ اَمْرِيْ

وَا حْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَا نِیْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ 

"... Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku,
dan mudahkanlah untukku urusanku,
dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku,
agar mereka mengerti perkataanku,"
(QS. Ta Ha: 25-28)



Upaya lainnya, biasanya saya menyiapkan catatan kecil sebagai panduan, bila ingin mengisi acara. Sebelumnya, tentu saja saya akan membaca dan memahami terlebih dahulu materi yang akan saya sampaikan. Tapi memang, saya hampir tidak pernah mencoba untuk berpidato sendiri di depan cermin, seperti para orator ulung. Mungkin inilah titik kelemahan saya, sehingga masih sering grogi. Habis, saya malu kalau harus pidato di depan cermin. Paling jadi bahan tertawaan suami dan anak-anak. 


Tetapi, alhamdulillaah, saya merasa sudah lebih percaya diri seiring dengan banyaknya latihan dan terjun langsung. Maksudnya latihan di sini ya, langsung berbicara di depan hadirin, bukan di depan cermin. Alah bisa karena biasa. 







Monday, March 28, 2022

Review "De Liefde"


Bismillah


Masih tentang tetralogi Mba Afifah Afra. Kali ini saya akan menceritakan buku kedua. Buku pertama, De Winst, bisa dibaca di sini. Sedangkan buku pertamanya, De Conspiracao, ada di sini


Buku kedua ini tak kalah menegangkan dibandingkan buku pertama dan ketiga. Dan, sama-sama bikin penasaran, tentunya. Setiap selesai satu bab, rasanya tak sabar untuk segera melahap bab berikutnya dan berikutnya.


Seperti yang tertulis di sub judul, buku kedua ini memang banyak menceritakan tentang Sekar, saudara sepupu Rangga yang sempat dijodohkan kepadanya. Namun Sekar menolak dengan alasan, dia sudah punya kekasih yang dicintainya. 


Karena tulisan-tulisannya yang dianggap mengancam posisi pemerintah Hindia Belanda, akhirnya Sekar diasingkan ke negeri Belanda. Berbeda dengan Jatmiko dan Rangga. Di sana, Sekar masih bisa berjalan-jalan dan bahkan sempat bertemu dengan guru besarnya Rangga. 


Di Belanda, Sekar bertemu dengan Garendi, yang juga merupakan anak bangsawan seperti dia. Ternyata Garendi pun diam-diam sedang menyusun kekuatan dan rencana untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan, dia dicalonkan sebagai presidennya. Dan, Sekar, diminta untuk kelak menjadi ibu negaranya.



Pergerakan Garendi akhirnya tercium oleh pemerintah Belanda. Mereka pun harus melarikan diri dan menyelamatkan diri ke Jerman. Di Jerman, Sekar sempat mengenyam bangku kuliah. Dan, di sanalah ia bertemu dengan Jens, sang dosen.



Baru beberapa bulan di Jerman, Sekar harus melarikan diri lagi karena suasana politik Jerman yang membahayakan keselamatannya. Dia pun dibantu Jens kembali ke Belanda, dengan harapan bisa bertemu lagi dengan keluarga yang pernah dia tinggali di sana. Namun yang terjadi ternyata di luar ekspektasi.


Selain tentang Sekar, De Liefde juga bercerita tentang Everdine yang berjuang di jalur hukum sebagai pengacara yang membela kaum pribumi. Tentu saja, hal ini tidak disukai oleh para pejabat yang sebangsa dengannya. Dia dianggap membelot dan menentang Ratu Belanda. 


Salah seorang pejabat yang merasa terancam dengan sepak terjang Everdine, berusaha mencelakakan dan membunuhnya. Namun, ternyata nyawanya masih bisa diselamatkan. 


Selamat dari satu kecelakaan, ternyata dia masuk ke dalam ancaman yang lainnya. Dia disekap oleh seorang dukun yang mengaku sebagai penguasa wilayah selatan. Dukun tersebut akan menjadikan Everdine sebagai tumbal. Lagi-lagi, Everdine bisa selamat. Kali ini, ia ditolong oleh seorang laki-laki yang merupakan anak dukun tersebut.


Namun upaya penyelamatan itu banyak mengalami rintangan. Apalagi pihak yang berusaha menghilangkan nyawa Everdine adalah penguasa yang memiliki mata-mata dan pasukan di mana-mana. Sekuat dan sepintar apapun dia berusaha, akhirnya tertangkap juga. Dan dia dijatuhi hukuman yang sama dengan tokoh-tokoh lainnya, yaitu dibuang. Everdine akan dibuang ke Suriname.



Lagi-lagi, Everdine diselamatkan oleh laki-laki yang sama, yang sebelumnya telah menyelamatkannya. Laki-laki itu bernama Yudhistira. Seorang mantan marinir yang melarikan diri dari penjara karena akan dieksekusi mati.


Nah, bagaimana nasib mereka semua? Kita tunggu di buku keempat, ya.

Sunday, March 27, 2022

Review "De Winst"


Bismillah


Setelah membaca De Conspiracao, saya tertarik untuk membaca De Winst. Karena apa? Karena judulnya 🤭. Ya, terus terang, saya penasaran dengan judulnya yang saya tidak tahu artinya. Setelah membaca, ternyata, oh ternyata. Ternyata ini merupakan buku kesatu dari tetraloginya Mba Afifah Afra. Buku ketiganya sudah saya baca, yaitu De Conspiracao.


Buku ini diawali dengan perjalanan Rangga pulang ke Indonesia, setelah hampir 10 tahun menuntut ilmu di negeri Belanda. Di perjalanan yang menggunakan kapal laut itu, Rangga bertemu dan berkenalan dengan seorang noni Belanda, Everdine Kareen Spinoza, seorang sarjana hukum. Sedangkan Rangga, seorang sarjana ekonomi, yang menjadi lulusan terbaik di angkatannya.


Sesampainya di Indonesia, di rumahnya di Solo, Rangga bekerja di pabrik gula De Winst. Di pabrik tersebut, ayahanda Rangga menanam saham juga sehingga Rangga pun langsung menduduki jabatan yang lumayan tinggi, di bawah direktur.



Tak lama setelah Rangga bekerja di sana, ternyata ada pergantian direktur karena direkturnya mulai pensiun dan akan kembali ke Belanda. Lagi-lagi, kejutan terjadi. Direktur baru De Winst adalah suami Everdine. Sedangkan Rangga mencintai Everdine, begitu pun sebaliknya. 


Konflik pun mulai terjadi antara Rangga dan atasannya. Awalnya memang karena perbedaan pendapat di dalam pekerjaan mereka. Namun, ternyata atasannya yang merupakan suami Everdine tersebut, merasa terancam dengan keberadaan Rangga, baik sebagai direktur maupun sebagai suami Everdine. Karena meski sudah menikah, mereka belum menjalankan peran sebagai suami istri yang sebenarnya. Everdine terpaksa menikah dengannya karena suatu hal. Dan, di dalam hati noni tersebut hanya ada Rangga.


Novel ini tidak melulu bercerita tentang kisah asmara tokoh-tokohnya, tetapi juga sepak terjang mereka dalam perjuangan menuju Indonesia merdeka. Rangga mulai bergerak dalam hal memajukan kesejahteraan warga pribumi yang selama ini hanya menjadi budak penjajah. 


Di sisi lain, Everdine juga sangat perhatian dengan nasib pribumi yang sangat jauh dari sejahtera. Meskipun dia bagian dari bangsa penjajah, tetapi hatinya ikut dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dia sering memberikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan. 


Selain kedua tokoh tersebut, ada juga Kresna, seorang pemuda yang tampan dan baik hati. Yang sempat membuat Everdine hampir jatuh cinta kepadanya. Kresna berjuang dengan mendirikan sekolah untuk masyarakat tidak mampu bersama Pratiwi.


Ada juga Sekar dan Jatmiko, yang berjuang melalui tulisan-tulisan mereka yang dimuat di pekabaran (koran). 


Satu demi satu, tokoh-tokoh itu ditangkap dan diasingkan karena dianggap membahayakan pemerintah Hindia Belanda saat itu. Pertama Jatmiko, lalu Sekar, dan terakhir Rangga. Saat itulah Everdine membuktikan perjuangannya dengan membela Rangga di pengadilan sebagai pengacaranya. 


Ke manakah mereka dibuang? 



Saturday, March 26, 2022

Reminder

Bismillah


Sakit-sehat, hidup-mati, semua telah ditetapkan oleh Allah. Kita hanya bisa menerima dan menjalani takdir kehidupan ini. 


Beberapa hari yang lalu, saya mengantarkan suami ke Rumah Sehat untuk pijat. Sudah beberapa hari, pinggangnya sakit. Untuk shalat pun sakit, tidak bisa melakukan gerakan shalat dengan baik. 


Di sana, niatnya, sambil menunggu, saya akan menyelesaikan tugas-tugas online, salah satunya menulis untuk setoran KLIP. Tetapi, rencana tinggal rencana karena di sana bertemu dengan seorang pasien, seorang ibu, yang kelihatannya gemar bercerita. Akhirnya, waktu saya pun sebagian besar untuk mendengarkan beliau.



Awalnya, ibu itu (saya belum sempat menanyakan namanya) divonis sakit kekurangan darah, alias anemia. Lalu, oleh dokter diberikan obat-obatan yang harus diminum secara rutin. Memang, obat itu manjur. Si ibu merasa tubuhnya lebih kuat dan bertenaga seperti semula. Namun, anehnya, kaki beliau jadi berubah bentuk. Yang tadinya lurus, normal, jadi membentuk huruf O. Bila berjalan, kakinya saling bergesekan.


Kok bisa ya? Dari yang katanya sakit anemia, lalu menjadi sakit tulang, sakit kaki. Kalau menurut laman https://www.alodokter.com/perhatikan-penyebab-kaki-o-pada-anak-dan-cara-memperbaikinya#:~:text=Rakitis%20adalah%20penyakit%20pada%20tulang,kaki%20terlihat%20membentuk%20huruf%20O., penyebab kaki berbentuk O adalah penyakit Blount (kelainan pertumbuhan pada tulang tungkai anak), Rakitis (penyakit pada tulang yang terjadi akibat kekurangan atau defisiensi vitamin D yang berkepanjangan), penyakit Paget (penyakit yang disebabkan oleh kelainan metabolik, yang membuat tulang anak tidak dapat tumbuh secara normal), dan Dwarfisme (kelainan pertumbuhan jaringan tubuh yang membuat penderitanya tampak pendek).


Dan, biasanya penyakit kelainan tulang ini terdapat pada anak-anak. Namun, 

"Selain beberapa kondisi di atas, kaki O juga bisa disebabkan oleh beragam hal lain, di antaranya perkembangan tulang yang tidak normal, patah tulang yang tidak sembuh dengan benar, dan keracunan bahan kimia, seperti timbal atau fluoride."


Bisa jadi, ibu tersebut keracunan bahan kimia yang terdapat pada obat yang diminumnya. Atau, bisa juga karena berat tubuh yang berlebihan. Wallahu a'lam.


Yang jelas, kembali kita diperlihatkan akan kuasa Allah. Ibu tersebut masih terlihat muda. Sepertinya lebih muda daripada saya. Tetapi, Allah mengujinya dengan penyakit yang biasa diderita oleh lansia. 


Hal ini mengingatkan kita, kalau sudah kehendak Allah, apapun bisa terjadi. Menjadi sakit, tidak harus menunggu tua. Mati, tidak harus menjadi sakit terlebih dahulu. Yang muda dan bugar, bisa tiba-tiba sakit. Sedangkan yang sakit bertahun-tahun, ternyata masih diberi kesempatan menghirup udara segar. 


Mulai sekarang, saya harus semakin rajin menyiapkan bekal untuk akhirat. Saya sudah tua, sudah sering sakit, badan pun sudah tidak sebugar dulu. Ini adalah tanda-tanda, bahwa kematian sudah semakin dekat. 


Ya Allah, matikanlah hamba dalam keadaan husnul khatimah, tidak merepotkan siapa pun. Mudahkanlah hamba dalam sakaratul maut nanti. Mudahkanlah hisab hamba.


اللهم حا سبني حسابا يسير 

Ya Allah, hisablah saya dengan hisab yang mudah dan ringan.


Aamiin yaa rabbal'aalamiin 🤲🏻

Thursday, March 24, 2022

KBK


Bismillah


Hari Selasa, 22 Maret 2022, saya mendapatkan kesempatan istimewa dari KBK (Klub Buku KLIP). Apa tuh? Ya, saya diminta untuk menceritakan buku yang telah saya baca, De Conspiracao karya Mba Afifah Afra, salah seorang penulis favorit saya. Saya sempat kaget, waktu dijapri oleh Mba Rein, salah seorang pengurus KBK. Surprise, lah. Nggak nyangka, gitu, lho. 



Awalnya saya sempat ragu, apakah saya bisa. Tambah lagi, udah lama banget nggak jadi pembicara di depan umum. Dulu, waktu masih mengajar, perasaan biasa saja tampil di Zoom. Sekarang kok, nggak pede ya. Malu.


Namun, setelah dijelaskan oleh Mba Rein, dan setelah diberi contoh rekaman dari teman-teman yang sudah pernah sharing, mulai muncul keberanian itu. Oh, ternyata hanya seperti ngobrol aja. Dan, kata Mba Rein, nanti beliau juga akan memberikan pertanyaan berkaitan dengan buku yang diresensi untuk memudahkan saya.



Jadilah, saya tampil. Setelah sekian lama. Biasanya hadir di Zoom hanya sebagai peserta atau pendengar. Sekarang jadi yang didengarkan. Rasanya, grogi juga. Alhamdulillah, teman-teman yang hadir sangat welcome dan kekeluargaan, jadi hilang deh gugupnya.


Alhamdulillaah, saya bisa menceritakan apa yang saya ingat, meskipun tidak terlalu detail. Maklum, masih ada rasa groginya. Apalagi ada paksu yang curi dengar. Bikin salah tingkah aja. 


Yang awalnya hanya diminta meresensi buku De Conspiracao, akhirnya malah merembet ke buku pertama dan kedua. Oiya, buku ini memang merupakan tetralogi. Urutannya: De Winst, De Liefde, De Conspiracao, dan yang baru terbit dan sedang saya baca, De Hoop Eiland. 


De Conspiracao sendiri, keren banget, menurut saya. Buku yang tebalnya 600 halaman lebih ini, enak dibaca, tidak membosankan. Setiap selesai satu bab, kita dibikin penasaran dengan kelanjutannya. Apalagi saya. Sampai begadang, bacanya. Kalau nggak inget besok pagi harus melaksanakan tugas negara, inginnya baca terus sampai pagi. Biar nggak penasaran dan kepikiran. 


Meski agak lama, alhamdulillah selesai juga 600 halaman itu. Dan, begitu selesai, masih penasaran lagi. Kelanjutannya gimana? 



Akhirnya, saya tergoda untuk membeli buku keempat. Sejak awal pembukaan PO, saya kurang tertarik karena masalah budget. Ya, sepertinya agak berat, beli novel seharga di atas 100 ribu. Meskipun itu termasuk murah karena isinya hampir 700 halaman. Wow!!!


Setelah selesai baca buku pertama dan kedua, kok makin penasaran ya. Akhirnya beli juga, deh, buku keempat. Dan, sama saja. Bikin penasaran, pengennya cepat segera tuntas. Tunggu review-nya ya.


Untuk review De Conspiracao, di sini ya.



Tuesday, March 22, 2022

Review "17 Years of Love Song"


Bismillah


Novel ini merupakan bagian pertama dari dua novel. Novel yang kedua, bisa baca review-nya di sini. Keduanya sama-sama seru dan mengharukan. Ada tawa, sekaligus air mata. 


Ini cerita tentang Leo, seorang remaja ibukota yang harus pindah ke sebuah kampung di Purwakarta. Dia tentu saja sangat tidak suka dengan keadaan di sana karena tidak ada baseball. Ya, dia sangat mencintai olahraga tersebut. Namun, dia harus mengikuti ibunya yang telah berpisah dengan ayahnya. 


Hari-hari pun dia lalui dengan serba keterpaksaan. Apalagi, dia harus ke sekolah dengan bersepeda. Padahal, biasanya dia diantar jemput dengan mobil. Hari-harinya sungguh tidak menyenangkan. Hingga ia bertemu dengan gadis itu. 


Saat Leo mengejar bolanya yang menggelinding ke padang ilalang di belakang gedung sekolah, dia melihat seorang gadis yang sedang rebahan sendiri di sana. Gadis itu adalah Nana. Nana merupakan siswi di sekolah Leo juga. Mereka satu angkatan, tetapi beda kelas. 


Sejak itu, Leo merasa punya teman curhat. Dia pun mulai menyukai Nana. Gadis populer di sekolahnya, dan disayangi oleh semua warga sekolah karena kecacatannya. Kaki Nana lumpuh dan harus duduk di kursi roda karena kecelakaan saat ingin menyelamatkan seorang anak. 


Hubungan keduanya berjalan dengan lancar hingga kejadian yang menggemparkan itu terjadi. Hari itu adalah hari ulang tahun Nana. Semua siswa sudah menyiapkan hadiah untuk Nana. Sedangkan Leo yang belum tahu hari ulang tahun Nana, tidak punya hadiah apa pun. Maka, Leo pun bertanya, tentang keinginan Nana. Ternyata dia ingin melihat pantai.


Saat itu juga, tanpa pikir panjang, Leo menggendong Nana dan membawanya ke terminal untuk naik bus menuju pantai. Tempat yang sangat ingin Nana lihat. Mereka pun menikmati serunya bermain di pantai hingga sore datang. Setelah menikmati sunset, barulah mereka pulang.


Kepulangan mereka disambut dengan kehebohan warga sekampung yang telah bingung mencari mereka. Sebenarnya cuma Nana yang mereka khawatirkan. Peristiwa itu membuat orang tua Nana membatasi pergaulan mereka. Leo tidak boleh lagi bertemu dan berteman dengan Nana.


Kelulusan pun tiba. Leo harus pindah lagi ke Jakarta untuk kuliah di sana. Perpisahan pun terjadi. Hingga bertahun-tahun mereka terpisah tanpa ada kabar apa pun. Akankah mereka bertemu lagi? 

Saturday, March 19, 2022

Review "Years After"


Bismillah


Membaca novel karya Orizuka ini benar-benar mengaduk-aduk perasaan. Ada kalanya kita tertawa karena tingkah konyol atau ucapan para tokohnya yang lucu. Tidak jarang juga kita harus meneteskan air mata sedih atau haru dengan apa yang dialami sang tokoh. Benar-benar, cerita yang mengesankan dan, rasanya tidak ingin berhenti membaca. 


Novel ini merupakan kelanjutan dari novel "17 Years of Love Song". Novel yang juga sama-sama mengaduk-aduk emosi pembaca, khususnya saya. Tidak tahu, apakah pembaca yang lain merasakan hal yang sama dengan saya atau tidak. 


Lena adalah seorang gadis yang baru saja masuk bangku SMA. Dia sangat menyukai bisbol karena ayahnya mantan pemain dan pelatih bisbol. Tapi kondisi fisiknya tidak memungkinkannya untuk menjadi pemain bisbol. Dia pun bergabung di ekstrakurikuler bisbol sebagai manajer, bukan pemain.


Di ekskul yang bernama Regal's itu, dia bertemu dengan seseorang yang istimewa. Sebenarnya, pertemuan pertama bukan di klub bisbol itu. Pada hari pertama MOS (Masa Orientasi Sekolah), saat upacara, Lena mimisan dan pingsan karena kepanasan. Dia dibawa ke ruang UKS oleh kakak kelasnya, Segara. Ternyata, Segara adalah kapten tim bisbol. 


Menurut teman-temannya, Segara bagaikan pangeran berkuda putih yang selalu datang menyelamatkannya. Tetapi, bagi Lena, Segara malah mirip pengawal yang selalu siap sedia melindunginya. Ya, Segara memang berkali-kali menolongnya. Saat tiga kali dia pingsan, dan saat dia hampir terkena bola bisbol untuk yang kedua kalinya. Segara melindunginya sampai tangannya sakit karena menangkap bola tanpa glove.


Di samping kisah Lena dengan Segara, ada juga konflik yang terjadi dengan papanya. Papanya yang selalu sedih bila teringat mendiang mamanya, membuat Lena sedih dan merasa tidak berguna. Dia ingin membahagiakan papanya dengan menjodohkannya dengan perempuan yang juga ingin dijadikannya sebagai ibu. Namun, cinta papanya tak bisa berpaling ke lain hati. Cintanya hanya untuk mamanya seorang.


Kenyataan ini membuat Lena semakin merasa bersalah. Mamanya meninggal karena melahirkannya. Dan, itu membuat papanya merasakan kesedihan yang berkepanjangan. Itulah yang membuatnya benci merayakan ulang tahun. Karena saat dia lahir, justru mamanya pergi untuk selamanya. 


Cerita yang sungguh mengharu biru. Tentang cinta dua manusia, tapi hubungan itu disajikan dengan sopan dan tidak vulgar. Inilah salah satu alasan saya menyukai karya-karya Orizuka. Rasa sayang antara dua anak manusia, tidak harus diceritakan dengan adegan yang tak pantas. Di situlah keistimewaan karya-karya penulis "Years After" ini. 

Friday, March 11, 2022

Review "Bersetia"


Bismillah


Lagi-lagi, saya harus kecewa saat membaca novel setebal 600 halaman lebih ini. Bagaimana tidak kecewa, saat saya sedang merasa "seru" dan deg-degan, eh, tiba-tiba selesai. Selesai begitu saja. Ending-nya itu tidak happy, sad juga tidak. Menggantung. Kesel nggak sih? Tapi, itu kan, hak penulis ya. Sebagai pembaca sih, kita hanya bisa menikmati. 


Novel perdana Benny Arnas ini bercerita tentang perjalanan hidup seorang perempuan teh bernama asli Ratna. Setelah diserahkan oleh ibu kandungnya kepada Cece Po, majikannya, ia dipanggil Embun. Karena Ratna merupakan nama ibu kandung Cece Po, seorang Tionghoa yang memiliki lapak batik di pasar Jatinegara.


Cece Po menganggap Embun seperti anaknya sendiri, karena dia pun tidak memiliki anak. Suaminya pun telah meninggal. Jadilah ia sebatang kara, sama seperti Embun. Ayah ibunya tak tahu ada di mana. 


Sebelum ikut Cece Po, Ratna atau Embun tinggal bersama ayah ibunya di sebuah kontrakan sempit di daerah Semper Timur. Ayahnya seorang tukang ojek yang suka mabuk dan berjudi. Ibunya hanya seorang penjual gorengan, yang penghasilannya pun tak seberapa. Dibantu Embun yang bekerja sebagai pengemas teh. Kehidupan mereka benar-benar memprihatinkan. Lebih sengsara lagi karena kebiasaan buruk ayahnya yang tidak hanya menghabiskan uang namun juga sering menyakiti ibunya. 


Hingga suatu peristiwa yang menyakitkan terjadi, dan memaksa sang ibu untuk menitipkan Embun kepada seorang majikan. Bukan menitipkan sebenarnya, tetapi memaksa Embun untuk bekerja karena dia sudah lulus SD. Sejak itulah Embun tak pernah bertemu lagi dengan orang tuanya. 


Bersama Cece Po, Embun semakin giat membaca segala sesuatu tentang teh karena suami Cece Po juga penggemar teh dan memiliki banyak buku tentang seluk-beluk teh. Jadilah Embun seorang ahli teh, tidak hanya secara teoritis, tetapi juga dalam meracik dan menyajikan minuman teh. 


Selain ahli teh, Embun adalah seorang gadis pramuniaga yang sangat disayangi oleh Cece Po. Dia ramah dan sopan saat melayani pembeli. Juga kepada sesama pramuniaga dan pemilik lapak lainnya. Ditambah lagi penampilannya yang cantik namun sederhana. 


Kesederhanaannya inilah yang mengundang kekaguman sekaligus mempesona seorang fotografer bernama Brins, seorang indo. Mereka pun menikah dan hidup bahagia. Namun, menginjak tahun kedua, terjadilah tragedi itu. Peristiwa yang membuat Embun ingin menyendiri dari Brins. 


Bagian pelarian Embun inilah yang paling menegangkan. Kita yang membaca pun dibuat penasaran. Kalau saya sampai sedikit mengabaikan anak-anak, saking serunya dan penasaran dengan ending-nya. Tapi ya, itu. Di saat kita masih tegang, masih deg-degan, masih menduga-duga apa yang akan terjadi selanjutnya, eh ... tetiba langsung tamat. Kesel sih. Tapi, itulah hebatnya penulis. Pembaca dipersilakan melanjutkan sendiri ceritanya sesuai keinginan masing-masing. 


Ya sudah. Saya berkhayal saja, Embun dan Brins punya anak, dan mereka hidup bahagia selamanya. Kayak di dongeng-dongeng 🤭



Friday, March 4, 2022

Labuhan Cintaku

Bismillah


Hampir 22 tahun pernikahan kami. Bukan jalan yang lurus dan bebas hambatan yang kami lalui selama ini. Namun, alhamdulillaah, hingga detik ini, Allah masih izinkan kami untuk tetap bersama menempuh jalan yang tidak mudah ini. 


Berbagai fase kehidupan telah kami lalui. Dari rempongnya mengurus 5 anak yang usianya hanya terpaut 1,5 - 3 tahun, menemani mereka bermain dan belajar, juga tumbuh kembang, hingga kini saatnya mengerahkan segala daya dan upaya untuk memberikan pendidikan terbaik untuk mereka.


Waktu mereka masih kecil, berkumpul di rumah semua, keriuhan dan suasana rumah yang seperti kapal pecah, sungguh menguras tenaga dan emosi. Dan, kini baru saya sadari, semua itu tak terlalu meresahkan. Capek fisik, iya. Tapi lebih mendingan daripada capek hati dan pikiran.


Sekarang, saat mereka mulai mendewasa, fisik sudah tidak terlalu lelah mengurus mereka, namun pikiran harus tetap bekerja bagaimana mengumpulkan dana untuk pendidikan terbaik mereka. Lain masa, lain tantangannya. Apa pun itu, asal hanya kepada Allah bergantung dan bersandar, insyaaAllah solusi akan segera datang. Hanya perlu lebih menguatkan doa dan kesabaran. 



Sebagai istri, sudah menjadi kewajiban saya untuk ikut meringankan beban suami, walaupun tak banyak. Memang tidak mudah. Di rumah, kita sudah disibukkan dengan berbagai pekerjaan rumah tangga, ditambah dengan pekerjaan lain untuk menambah penghasilan. Saya bekerja sebagai guru di sebuah sekolah dasar swasta. Pergi pagi, pulang sore. Tak jauh beda dengan karyawan pabrik. Bahkan, saat di rumah pun, kadang masih mengerjakan pekerjaan sekolah. 


Capek. Itu yang saya rasakan. Apalagi ditambah tidak ada asisten rumah tangga. Sebelum pergi mengajar, harus berjibaku di dapur untuk menyiapkan sarapan dan bekal. Pulang mengajar, kembali menyelesaikan pekerjaan yang belum tuntas. Malam hari, mendampingi anak-anak belajar dan mengerjakan tugas sekolah mereka. Belum lagi harus melayani suami. Benar-benar melelahkan.


Itu yang saya rasakan, sebelum ada keikhlasan di hati ini. Dan, ketika hati tidak ikhlas, pekerjaan ringan pun terasa sangat berat. Masalah sepele, terlihat sangat besar dan rumit. Hati kesal, pikiran ruwet, badan pun letih. Dan, itu terus terjadi setiap hari. Rasanya seperti ada beban berton-ton yang menggelayuti punggung. Astaghfirullah.


Namun, bila hati bersih, ikhlas dalam menjalankan kewajiban, semua terasa menyenangkan. Tak ada kata lelah, meskipun badan lunglai. Tak ada kata ruwet, meski masalah bertubi-tubi. Pasrahkan saja semua kepada Sang Pemilik Kehidupan. 


Bagaimana bisa ikhlas? Cinta. Ya, dengan cinta yang ada di dada, kita bisa melakukan segala sesuatu dengan ikhlas. Karena kita cinta kepada suami, maka dengan langkah ringan kita melayaninya. Karena cinta kepada anak, dengan bahagia kita merawat dan membesarkannya. 


Dengan cinta pula, kita akan senantiasa berusaha membahagiakan keluarga, menjaga dan merawat keluarga kita, mendidik diri dan anak-anak agar menjadi pribadi yang shalih dan mushlih. Tidak hanya baik untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain. 


Atas dasar cinta pula, kita menyembah dan taat kepada Allah. Dengan bekal itu, kita pun mencintai keluarga kita, sehingga tidak rela bila ada yang sampai terjerumus ke dalam neraka. Na'udzubillahi min dzalik.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
(QS. At-Tahrim: Ayat 6)


Maka, labuhan cinta yang paling sempurna adalah keluarga. Dengan cinta tertinggi kepada Allah 'azza wa jalla. Maka, segala rintangan dan badai yang akan mengganggu perjalanan bahtera rumah tangga, insyaaAllah akan mampu dilalui. Walaupun memang, perlu ikhtiar dan kerja keras. Tapi, berbekal cinta yang memenuhi rumah, seluruh anggota keluarga akan berjuang bersama-sama. Saling mendukung dan menguatkan. Semoga tercipta Baiti Jannantii. Rumahku surgaku. Keluargaku di dunia, keluargaku di surga. Aamiin yaa mujibassaailin 🤲🏻