Saturday, April 30, 2022

Review "Serial Pingkan 2; Seperti Daisy di Musim Semi"


Judul buku: Serial Pingkan 2
                      Seperti Daisy di Musim Semi
Penulis: Muthmainnah
Penerbit: Pingkan Publishing
Cetakan: 2009
ISBN: 978-602-8277-42-6
Tebal buku: 294 halaman


Bismillah


Masih dengan Serial Pingkan yang renyah dan cerdas. Karya kedua Muthmainnah alias Maimon Herawati ini tak kalah menarik dengan yang pertama. Cocok untuk remaja yang mulai menginjak dewasa. Kalau pada serial pertama lebih menyoroti kehidupan Pingkan muda sebagai mahasiswa baru, pada serial kedua ini banyak menyoroti kegiatan Pingkan dalam berdakwah dan menjalani rutinitasnya sebagai mahasiswa peneliti.


Kali ini, Pingkan sudah tidak tinggal bersama Tom, kakak angkatnya. Dia tinggal di rumah Nenek Lauren yang diwariskan kepadanya. Karena rumah itu cukup besar, Pingkan mengajak teman-temannya untuk tinggal di sana, di antaranya bernama Reni. Selain itu, Pingkan juga menjadikan rumahnya sebagai basecamp International Muslim Student Association (IMSA). 


Sebagai basecamp IMSA, tentunya rumah itu sangat diharapkan aman secara fisik maupun psikis. Namun, secara tak terduga, Pingkan justru merasa tidak nyaman dan gelisah. Hal ini disebabkan komputer di rumah itu terkena "virus". Saat Pingkan membuka komputer, tiba-tiba langsung muncul situs porno. 


Berbagai cara dilakukan untuk menghentikan kemunculan situs tersebut. Saran dari berbagai pihak pun sudah diterapkan, namun situs itu masih muncul juga. Akibatnya, Pingkan jadi menaruh curiga ke penghuni rumah tersebut. Investigasi pun dilakukan.


Di luar kasus itu, Pingkan mulai merasa risih dengan kehadiran Rizal, mahasiswa Indonesia juga. Dia sering hadir pada acara kajian yang diadakan Reni. Kajian tersebut khusus untuk para mahasiswa Indonesia, tidak seperti IMSA yang terbuka untuk semua warga negara mana pun.


Bahkan, saat para muslimah mengadakan acara biking, lelaki itu ikut juga. Alasannya, biar bisa menjaga para muslimah tersebut. Yang membuat Pingkan jengah, lelaki itu terkenal di kalangan mahasiswa Indonesia sebagai seorang ustadz, tetapi kalau menatap Pingkan seperti ingin menguliti saja. Apa ya, bahasanya. Hmm ... Nggak kedip-kedip gitu, lho. Berarti kan, tidak menjaga pandangan. 


Tidak hanya itu. Saat keluarga Tom mengajaknya berlibur dengan camping di pantai, Rizal juga ikut. Hal itu membuatnya semakin tidak nyaman dan tidak bisa menikmati liburan. Apalagi Rizal seolah selalu mengikuti ke mana pun ia pergi. 


Pingkan benar-benar kewalahan dengan sikap lelaki itu. Hingga suatu malam, ketika ia berjalan sendirian di pinggir pantai, lagi-lagi, Rizal mengikutinya. Dan, ... 

Friday, April 29, 2022

Review "Serial Pingkan; Sehangat Mentari Musim Semi"

Judul buku: Serial Pingkan
                      Sehangat Mentari Musim Semi
Penulis: Muthmainnah
Penerbit: Pingkan Publishing
Cetakan: 2009
ISBN: 978-979-1397-59-9
Tebal buku: 320 halaman


Bismillah


Pingkan adalah seorang gadis Minang. Lulus SMA, dia ditawari kuliah di Perth oleh kakak angkatnya, Tom. Tom adalah peserta pertukaran pelajar yang sempat tinggal bersama keluarga Pingkan selama setahun. 



Di Perth, Pingkan tinggal di rumah Tom yang tinggal bersama kekasihnya, Beth. Tinggal bersama orang lain, di negara lain, tentu tak semudah tinggal di rumah sendiri. Ada saja konflik yang Pingkan alami. Dari permasalahan diri sendiri, kakak angkatnya, kakak kandungnya, tetangga, juga lingkungan kampus barunya. 


Uni Lis, kakak kandungnya, sebenarnya tidak setuju dengan rencana Pingkan untuk kuliah di negeri Kangguru itu. Banyak pertimbangan yang membuatnya keberatan. Hidup bersama Tom yang bukan mahram, tinggal di negeri yang mayoritas penduduknya non muslim, makanan yang belum tentu halal, juga pergaulan anak-anak mudanya yang bebas. Semua itu membuat Uni khawatir. 



Mendengar kekhawatiran Uni tersebut, Pingkan bukannya surut, malah semakin semangat untuk menimba ilmu di negeri orang. Dia malah kesal dengan sikap Uni yang menurutnya, berlebihan itu. Dia yakin bisa menjaga diri dan agamanya.



Masalah satu per satu muncul. Berawal dari tinggalnya Tom dan Beth dalam satu rumah tanpa ikatan pernikahan, membuat ayah Pingkan khawatir. Bahkan, menyuruhnya untuk keluar dari rumah tersebut. Tentu saja, Pingkan bingung harus bagaimana. Di satu sisi, dia khawatir menyinggung perasaan Tom, di sisi lain, dia pun takut terkena dampaknya. Bagaimana pun mereka orang Barat yang biasa bebas tanpa ikatan. Sedangkan di dalam Islam, hubungan semacam itu sangat dilarang. 


Namun, dengan kelihaian negosiasi Pingkan, masalah pun teratasi walaupun butuh waktu. Bahkan Beth rela pergi meninggalkan Tom demi prinsip yang telah dikenalkan Pingkan kepadanya. 



Di luar rumah, Pingkan mulai memiliki teman baru. Selain seorang gadis yang seusia dengannya, Pingkan juga berteman dengan Nenek Lauren. Kasih sayangnya yang tulus kepada sang nenek yang kesepian, membuat mereka seperti cucu dan nenek kandung. Bahkan, Pingkan mewarisi rumah peninggalan sang nenek. 


Bagaimana kelanjutan hidup Pingkan di Australia? Akankah ia jadi kuliah di sana? Bagaimana pula dengan hubungan Tom dan Beth? Silakan baca selengkapnya di ipusnas.

Thursday, April 28, 2022

Di Rantau Kutemukan Jodohku

Bismillah


Waktu duduk di kelas 6 SD, pernah ada keinginan untuk merantau dan mondok. Namun, cita-cita itu tak terlaksana. Saya gagal mondok karena biayanya yang lumayan besar buat saya yang yatim piatu. Memang, ada paman dan bibi yang siap membantu. Tapi, saya tidak tega untuk membebani mereka. Karena mereka pun punya anak yang harus dibiayai juga.


Meski gagal mondok, saya tetap bisa merantau. Walaupun merantaunya hanya sebatas ke kota kabupaten. Saya tinggal di Mrisen, merantau ke Klaten. Tinggal bersama paman, Lik Muslim, adik ibu yang nomor 5. Ibu saya nomor 2. Saya tinggal di sana selama menjalani masa SMP dan SMA. 



Saya SMP, tepatnya saat saya masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah Negeri Klaten, saya sempat bercita-cita untuk bisa merantau ke Jogja. Kota kenangan yang indah dan ngangeni. Waktu itu saya ingin melanjutkan ke Madrasah Aliyah Unggulan di Jogja. Memang sih, cita-cita itu lumayan tinggi. Bagaimana tidak? Sekolah itu hanya untuk siswa-siswa yang berprestasi dan pilihan. Sedangkan saya, tidak tahu menahu bagaimana caranya untuk bisa mendaftar ke sana. Tak ada sedikit pun informasi yang saya miliki. Zaman itu belum ada search engine, jadi tidak bisa bertanya ke Mbah Google. 


Waktu SMA, cita-cita saya untuk merantau ke kota Jogja belum berubah. Kali ini lebih tinggi lagi. Saya ingin kuliah di UGM, Universitas Gajah Mada. Keren, kan? Bedanya, kali ini saya mendapatkan fasilitas dari sekolah, SMA Muhammadiyah 1 Klaten. Saya diusulkan untuk bisa kuliah di sana melalui jalur PMDK. Saya lupa kepanjangannya. Yang jelas, jalur tersebut menggunakan nilai rapot sebagai bahan seleksinya. Tak tanggung-tanggung, saya memilih Sastra Jepang! Ini terinspirasi oleh kakak kelas yang telah lolos. 


Namun, Allah belum berkehendak. Lagi-lagi, saya gagal. Walaupun begitu, saya tetap berusaha melalui jalur tes UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Saya memilih jurusan bahasa Inggris di UGM sebagai pilihan satu, dan UNS (Universitas Negeri Surakarta) sebagai pilihan kedua. 


Selain itu, saya juga mendaftar di IAIN, sekarang UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Saya memilih jurusan bahasa Arab. Ketinggian lagi. Entahlah, selera saya kok terlalu tinggi, ya. Padahal kemampuan saya biasa saja.


Bila orang lain menyongsong tes masuk perguruan tinggi dengan ikut bimbingan belajar, saya tidak. Bukannya merasa sudah mampu, tetapi karena tidak ada biaya. Saya tidak berani minta ke saudara-saudara. Karena hanya belajar sendiri dan kurang gigih juga, lagi-lagi saya gagal merantau ke Jogja. Alhamdulillah 'alaa kulli haal.


Berniat ingin refreshing, saya pun pergi ke Jakarta, ke rumah Bude, kakak ibu. Namun, di luar dugaan dan rencana, saya malah disuruh kuliah di sana. Walaupun enggan, saya tidak berani menolak permintaan Bude karena beliau yang menanggung biaya saya dan kakak adik selama ini. Bisa dibilang, beliau sponsor utama. Sedangkan saudara-saudara yang lain sebagai pihak pendukung.


Jadi, saya secara tidak sengaja merantau ke Jakarta. Cita-cita ingin ke Jogja, malah jauh ke Jakarta. Alhamdulillah 'alaa kulli haal.


MasyaaAllah, rencana Allah memang luar biasa. Di Jakarta lah, saya bertemu jodoh, yang sekarang menjadi suami dan ayah anak-anak saya, Mas Ery Marjianto.


Ceritanya, saya dijodohkan oleh teman Rohis (Rohani Islam) saat kuliah di Universitas Borobudur. Teman tersebut, berbeda jurusan dengan saya. Saya bahasa Inggris, dia Akuntansi. Namanya Okti. 



Sejak lulus kuliah, kami jarang bertemu. Pertama saat dia menikah, kedua saat hadir di pernikahan seorang teman. Selain itu, kami hampir tidak pernah bertemu. Bertelepon pun tidak.


Tetiba, suatu malam, Okti menelepon. Setelah lama tidak pernah berkabar, tahu-tahu menelepon dan mengabari bahwa teman kerja suaminya sedang mencari istri. Dan, dia menawari saya, apakah mau ta'aruf dengannya. 



MasyaaAllah, saya sampai bengong. Berita itu benar-benar surprise. Rezeki yang tak terduga-duga, laa yahtasib. 



Setelah ta'aruf dan shalat istikharah selama dua pekan, kami pun memutuskan untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Waktu itu bulan Oktober 1999, kalau tidak salah. Setelah keluarga kami bertemu, tanggal pernikahan pun disepakati yaitu tanggal 4 Juni 2000. 



Alhamdulillah, sudah hampir 22 tahun kami menikah. Dan, lagi-lagi, saya harus mengikuti suami merantau ke Bekasi. Di sini di sebuah kampung, yang dulu sangat sepi, sekarang sudah ramai dan padat. Kalau dulu udaranya dingin karena banyak pepohonan, sekarang panas karena penuh rumah. 



Ternyata, banyak hikmah yang saya dapatkan dari perjalanan hidup ini. Keinginan saya untuk merantau ke Jogja tidak diijabah Allah, tetapi malah ke Jakarta, supaya saya bertemu dengan jodoh saya. MasyaaAllah. Benar-benar rahasia hidup yang tak pernah bisa diprediksi. Misteri kehidupan. 

Wednesday, April 27, 2022

Review "Besali"


Judul buku: Besali
Penulis: Shabrina Ws.
Penerbit: Laksana
Cetakan: 2019
ISBN: 978-602-407-841-6 (Pdf)
Tebal buku: 292 halaman



Bismillah



Ada yang tahu Besali? Kata itu sangat asing bagi saya. Dan, itulah yang membuat saya sangat penasaran dengan buku ini. Seperti buku-buku sebelumnya, Shabrina Ws. memang suka menggunakan satu kata benda untuk judul bukunya. Buku-buku sebelumnya yang telah saya baca adalah Betang dan Sauh. Semuanya enak dibaca dan sarat makna serta pengetahuan baru untuk saya.



Lohita Sasi, akhirnya harus kehilangan ayahnya, setelah sebelumnya ibunya pun berpulang kepada Sang Pemilik Kehidupan. Dan, kehilangan kali ini terasa lebih berat karena wasiat ayahnya. Dia harus mempertahankan Besali milik ayahnya yang telah diwarisi secara turun-temurun. Karena Besali merupakan sumber rezeki mereka selama ini. Hanya saja, tidak mudah mencari orang yang bisa mengelolanya dengan baik. Meskipun ayahnya sudah punya orang kepercayaan, namun Lohita masih belum ingin memberikan kepada laki-laki pilihan ayahnya itu. 



Sapta namanya, lelaki yang telah mewarisi semua kepandaian ayahnya dan sekaligus menjadi orang kepercayaan beliau. Teman sejak kecilnya, yang selalu siap sedia membantunya. Mereka sangat akrab. Apalagi semua kakak Lohita pergi merantau. Jadilah Sapta teman yang juga berperan seperti seorang kakak.



Namun, kedekatan itu mulai renggang setelah muncul kabar burung yang mengatakan bahwa mereka telah dijodohkan. Lohita mulai menjaga jarak dan mengurangi interaksi dengan Sapta. Apalagi setelah ada lelaki lain yang kerap mengunjungi toko bukunya. Yang tidak sekadar membeli buku, tetapi juga mengobrol, bahkan makan siang bersama.


Mereka punya hobi sama, membaca buku dan berpuisi. Lohita merasa cocok dengannya. Apalagi perhatian lelaki itu juga membuatnya nyaman. Walaupun belum ada percakapan yang serius menyangkut hubungan mereka, harapan itu mulai bersemi di hatinya.



Namun, ternyata mereka belum berjodoh. Lelaki yang datang dari kota lain itu, ternyata sudah memiliki calon istri. Di kota Lohita ini, dia hanya menjalani masa tugas pekerjaannya dan akan kembali ke kotanya untuk menikah dengan calonnya. Kenyataan itu sangat mengguncang jiwa Lohita. Salahnya juga, berharap dari hubungan yang tak pasti dan terpesona dengan perhatian-perhatian yang melenakan. Membiarkan bunga-bunga itu bersemi di hatinya untuk kemudian layu sebelum mekar. 



Di saat terpuruk seperti itu, hanya Sapta yang masih peduli dengannya. Mengkhawatirkannya, seperti dulu sebelum hubungan mereka renggang. Hanya Sapta yang ingin memastikan bahwa dirinya baik-baik saja. Akankah ia abai dengan semua kepedulian itu?



Hari berganti, luka itu mulai mengering. Hati pun mulai terbuka. Mulai menyadari betapa selama ini Sapta sudah sangat perhatian kepadanya. Menjaganya sedemikian rupa, meski tetap menjaga nilai-nilai yang diajarkan ayahnya dulu. Ah, hati. Sungguh ia mudah terbolak-balik.



Di saat Lohita mulai yakin bahwa Sapta lah orang yang tepat untuk mewarisi Besali sekaligus menjadi pendamping hidupnya, kabar itu datang. Sapta akan dijodohkan oleh ibunya. Ujian apa lagi ini? Kalau itu terjadi, bagaimana dengan Besali? Bagaimana dengan Lohita?

Tuesday, April 26, 2022

Jangan Bosan Berbuat Baik


Bismillah


Kadang, sebagian kita berpikir, bahwa saat kita berbuat baik, menolong orang lain misalnya, yang untung adalah orang yang kita tolong tersebut. Padahal, kalau menurut firman Allah di atas, kebaikan itu akan kembali dan berimbas kepada diri kita sendiri.



Pernah seorang dosen bercerita tentang tetangganya yang meminjam uang. Kata beliau, "Enak aja, pinjam uang saya. Saya yang capek kerja, dia yang enak. Tinggal minjem aja." 


Benarkah pemikiran seperti itu? Secara logika, mungkin benar. Sepertinya, orang yang meminjam uang tersebut lah, yang akan merasakan nikmat. Sedangkan yang meminjami uang jadi rugi. Dia yang capek bekerja mengumpulkan uang, orang lain yang menikmati.


Benarkah demikian?
Tentu tidak, bila kita lihat dari kacamata agama Islam, agama yang kita cintai, agama yang kita yakini kebenarannya, agama yang menuntun manusia supaya selamat dunia akhirat. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengajarkan kepada kita, bahwa tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Orang yang memberikan pinjaman, pahalanya sangat luar biasa. Dia sudah menolong orang yang mau menghinakan diri agar mendapatkan pinjaman. Tentu bukan keinginannya untuk meminjam uang, tapi karena kondisi yang pasti sulit dihindari. Meskipun ada juga orang yang pinjam uang karena hobi atau karena mengikuti gaya hidup. Tapi, mayoritas, mereka pinjam uang karena terpaksa. Apalagi di zaman yang serba sulit sekarang ini.



Selain mendapatkan pahala, orang yang memberikan pinjaman, insyaallah akan mendapatkan kemudahan dalam urusannya. Doa orang yang telah dipinjami itu, insyaallah menjadi salah satu perantara datangnya pertolongan Allah. Pertolongan Allah bisa banyak macamnya. Dimudahkan dan dilancarkan dalam mendapatkan rezeki, dikaruniai keluarga yang harmonis, anak-anak yang shalih serta kesehatan dan keselamatan, ataupun kemudahan-kemudahan lainnya yang kadang tidak kita sadari. Atau bisa juga dengan dimudahkannya kita dalam melakukan sesuatu. Orang lain juga jadi ringan tangan membantu kita saat kesulitan.



Yang saya alami sendiri, merupakan salah satu bukti, betapa berbuat baik itu, sejatinya adalah untuk kepentingan kita sendiri. Di tempat kerja, saya memiliki seorang partner yang lumayan sibuk karena selain mengajar, beliau mendapatkan amanah tambahan dari kepala sekolah, resmi pekerjaan sekolah juga. Tentu saja, pekerjaan tambahan itu cukup menyita waktu beliau sehingga ada pekerjaan yang keteteran



Sebagai orang terdekat, saya tidak bisa tinggal diam. Ketika beliau meminta bantuan, saya berusaha memberikan semampu saya, setelah pekerjaan saya tuntas. Hal ini tidak hanya sekali dua kali terjadi. Karena terlalu sering, ada beberapa teman yang sempat mencegah saya agar tidak membantu beliau. Alasan mereka, itu sudah menjadi kewajiban beliau karena sudah digaji untuk melakukan pekerjaan tersebut.



Namun saya tidak mau disetir. Toh, saya membantu juga sebisa saya. Kalau saya tidak mampu dan tidak ada waktu, saya akan menolak. Jadi, meskipun ada suara sumbang, saya tetap lakukan apa yang harus saya lakukan.



Pada suatu hari, kami tinggal berdua di sekolah karena menyelesaikan rapot. Di kantor, tepatnya. Rekan-rekan yang lain, sebagian besar sudah pulang. Kalau pun ada, mereka semua sedang sibuk di ruangan masing-masing.


Saat itulah Allah memberikan pertolongannya melalui teman tersebut. Momentum inilah yang menyadarkan saya, bahwa ketika kita berbuat baik kepada orang lain, pada hakikatnya kita sedang menabung. Kita tidak tahu, kapan tabungan itu akan kita ambil dan kita gunakan. Hanya Allah yang tahu. 



Oleh karena itu, berbuat baik itu harus menjadi kebiasaan kita. Berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik kepada kita, itu hal biasa dan sudah semestinya. Namun, berbuat baik kepada orang lain yang tidak menyukai kita, itu baru luar biasa. Perbuatan itu bisa mendatangkan beberapa kebaikan berikutnya. Kita mendapat pahala karena telah berbuat baik, mendapatkan pahala karena menyenangkan orang lain, dan mendapatkan pahala juga bila orang tersebut mendapatkan hidayah. Tidak lagi membenci kita, tetapi berubah menjadi teman atau sahabat. MasyaaAllah. Adakah yang seperti itu? Banyak.


Sebaliknya, bila kita berbuat suatu keburukan, dampaknya juga akan merugikan kita sendiri. Di dunia kita akan dijauhi masyarakat, di akhirat mendapatkan azab Allah. Na'udzubillahi min dzalik.


Semoga Allah mudahkan kita untuk selalu berbuat baik dalam setiap napas kehidupan kita. Menjadi orang yang banyak memberikan manfaat baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Aamiin yaa mujibassaailin 🤲🏻.


Ramadhan malam ke-25.
Ya Allah, semoga kami bisa mendapatkan Lailatul Qadar, aamiin 🤲🏻


Monday, April 25, 2022

Jangan Bosan Berdoa


Bismillah


Pernahkah merasa, sudah berdoa, tapi belum Allah kabulkan? Sudah lama berdoa, diulang-ulang, tapi belum kelihatan hasilnya. Kadang, ada rasa bosan karena merasa sia-sia. Pernah?


Saya pernah. Dan, tidak cuma sekali, tapi berkali-kali. Sering merasa, "Ah udah lah, nggak usah berdoa lagi". 


Astaghfirullah


Ternyata pemikiran seperti itu salah. Salah besar! 


Sebagai manusia, kita wajib berikhtiar dan berdoa. Masalah hasil, itu urusan Allah. Kita hanya bisa bertawakal, memasrahkan semuanya kepada Allah Sang Pemilik Kehidupan.


Saat kita merasa jenuh berdoa, kadang muncul pikiran, "Ah, memang sudah takdirku seperti ini." 


Memang, Allah sudah menentukan takdir kita. Namun, lagi-lagi, sebagai manusia, kita tetap harus berusaha sebaik mungkin, walaupun Allah sudah tentukan takdir kita. Mungkin Allah berkehendak mengubah takdir buruk menjadi baik karena kesungguhan kita dalam berikhtiar dan berdoa. Bisa jadi, kan?


Berdasarkan hadits dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. 

لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الْدُعَاءُ 

“Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa“. [Sunan At-Tirmidzi, bab Qadar 8/305-306]



Oleh karena itu, berdoa menjadi senjata pamungkas setiap muslim. Allah sangat senang bila hamba-Nya berdoa, meminta kepada-Nya. Itu menandakan bahwa hamba tersebut membutuhkan pertolongan Allah. Oleh karena itu, Allah malu bila tidak mengabulkan permohonan hamba tersebut.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَقَا لَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْۤ اَسْتَجِبْ لَـكُمْ ۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَا دَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَا خِرِيْنَ


"Dan Tuhanmu berfirman, Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk ke Neraka Jahanam dalam keadaan hina dina."
(QS. Ghafir: Ayat 60)


Pada ayat di atas, Allah menjamin bahwa setiap doa akan dikabulkan. Doa tersebut dikabulkan dengan salah satu cara berikut ini:
1. langsung dikabulkan,
2. dikabulkan dalam bentuk lain, misalnya kita dihindarkan dari marabahaya,
3. ditangguhkan dan akan dikabulkan nanti di akhirat.



Jadi, Allah pasti mengabulkan doa-doa yang kita panjatkan. Hanya saja, kita tidak tahu kapan waktunya. Yang jelas, Allah kabulkan sesuai dengan kebutuhan kita.


Itulah yang saya alami dan rasakan. Selama bulan Ramadhan ini, dua kali saya merasakan Allah mengabulkan doa pada saat yang tepat. Kalau bahasa kita, pas butuh pas ada. MasyaaAllah tabarakallah. Sungguh janji Allah pasti nyata adanya. Kita sebagai manusia, kadang kurang yakin dan kurang sabar. Saat minta sesuatu, maunya langsung ada. Macam mie instan saja. Padahal, memasak mie instan saja butuh waktu, minimal tiga menit. Tidak sim salabim. 


Maka, mari perbanyak doa, terutama di waktu-waktu mustajab. Bulan Ramadhan merupakan salah satu waktu mustajab untuk berdoa. Yakinlah Allah pasti mengabulkan permohonan hamba-Nya. Yakinlah, Allah sebaik-baik penolong. Hanya kepada Allah lah kita memohon pertolongan. Jangan kepada yang lain. 


Referensi: https://almanhaj.or.id/72-keutamaan-dan-kemuliaan-doa.html

Saturday, April 23, 2022

Review "Ayah"


Judul buku: Ayah
Penulis: Andrea Hirata
Penerbit: Bentang Pustaka
ISBN: 978-602-291-102-9
Cetakan: Mei 2005
Tebal buku: 412 halaman


Bismillah


Ayah, adalah sosok yang jarang dibahas. Namanya seperti kalah pamor dengan Ibu. Padahal, ayah pun memiliki peran yang tidak kecil dalam proses tumbuh kembang anak-anaknya. Mungkin karena ia lebih banyak di luar rumah, perannya jadi kurang terasa di dalam rumah.


Begitu pun sosok Ayah dalam novel karya Andrea Hirata ini. Justru ayah lah tokoh sentral yang merawat, mengasuh, dan mendidik anaknya. 


Adalah Sabari, seorang pemuda yang tergila-gila dengan seorang Lena. Gadis cantik kembang desa. Namun, apalah daya, Sabari hanya memiliki tampang biasa dan kemampuan akademik yang biasa juga. Hanya saja, dia memang paling jago pelajaran bahasa Indonesia. Dia menjadi kebanggaan ibu gurunya.


Soal membuat puisi dan pantun, Sabari jagonya. Namun, tidak dalam menaklukkan Lena. Setiap bertemu, Lena bahkan tak mau melihat ke arahnya. Serasa tidak ada Sabari di sana.


Cinta Sabari yang bertepuk sebelah tangan, tidak pernah berkurang. Bahkan terus bertambah. Ketika lulus SMA dan bekerja jauh dari kampung mereka, cinta itu justru menjadi api semangatnya untuk giat bekerja. Lelahnya hilang setiap mengingat gadis pujaannya itu.


Ketika Lena terjerumus dalam pergaulan bebas dan hamil, Sabari menawarkan diri untuk menjadi suaminya. Dengan senang hati. Di saat tidak ada lelaki yang mau bertanggung jawab, Sabari yang tidak melakukan, justru menyambut tanggung jawab itu dengan bahagia.



Lalu, lahirlah anak Lena. Setelah melahirkan, Lena kembali ke dunianya, dan Sabari dengan bahagia merawat dan membesarkan anak yang bukan darah dagingnya. Dia bahkan rela meninggalkan pekerjaannya demi bisa mendampingi sang buah hati setiap saat. Justru ibunya yang malah pergi entah ke mana.


Ternyata kepandaiannya dalam pelajaran bahasa Indonesia sangat bermanfaat saat Sabari mempunyai anak. Dia sering mendongeng, membacakan puisi untuk anaknya tersebut, walaupun si anak belum bisa bicara. Namun, anak itu sangat menikmati cerita ayahnya, yang sebenarnya bukan ayah kandungnya.


Kebiasaan bercerita itu berdampak positif pada anaknya, Zorro. Ketika sudah mulai sekolah, Zorro juara bercerita. Dan cerita yang dia bawakan sama persis dengan yang diceritakan Sabari saat dia kecil. Padahal, sejak Zorro usia tiga tahun, mereka terpisah karena Lena mengambil paksa anaknya.


Saat Zorro dibawa pergi ibunya, Sabari jadi seperti orang gila. Tak punya gairah hidup lagi. Rambutnya awut-awutan tak terawat. Hingga menimbulkan rasa iba pada dua sahabatnya, Ukun dan Tamat. Demi sahabat mereka, Ukun dan Tamat rela meninggalkan pekerjaan dan tanah kelahiran mereka, untuk mencari Zorro yang entah ada di mana. Berbulan-bulan mereka berkelana dari satu kota ke kota lain. Dari Aceh sampai Bengkulu. Dari yang tadinya berpenampilan perlente, hingga compang-camping. 


Akankah mereka menemukan Zorro?

Thursday, April 21, 2022

Meningitis Lagi


Bismillah

Setelah pada hari Senin saya menjalani MCU, maka hari Sabtu kemarin (16-4-2022), saya ke Puskesmas Sukatani untuk mendapatkan vaksin meningitis. Lagi-lagi, ini juga merupakan vaksin kedua. Dua tahun yang lalu, saya pun sudah divaksin meningitis. Qadarullah, karena pandemi, saya dan jamaah yang lain tidak jadi berangkat ke tanah suci. Tahun ini, Arab Saudi membuka kembali kesempatan untuk beribadah haji kepada umat Islam dari luar Arab. Oleh karena itu, kami diminta untuk vaksin lagi.



Vaksin meningitis identik dengan jamaah haji dan umrah. Hal ini sudah menjadi prosedur wajib yang harus dijalani mereka yang akan pergi haji dan umrah. Sebenarnya, tidak hanya jamaah haji dan umrah yang harus mendapatkan vaksin ini. Mereka yang memiliki daya tahan tubuh lemah, juga harus mendapatkan vaksin ini. Juga bagi mereka yang tinggal di daerah padat penduduk.


Vaksin ini dimaksudkan untuk meminimalkan risiko terjadinya penyakit meningitis. Meningitis adalah peradangan pada selaput otak dan saraf tulang belakang yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Penyakit ini berbahaya karena berisiko tinggi menyebabkan kematian. (https://www.alodokter.com/seberapa-efektifnya-vaksin-meningitis)


Vaksin meningitis mengandung antigen, yaitu zat yang dapat merangsang sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibodi dan melawan bakteri penyebab meningitis. Vaksin ini mulai diberikan kepada anak-anak usia 11-12 tahun, dilanjutkan dengan booster pada usia 16-18 tahun. Sedangkan untuk orang dewasa, tidak perlu booster. 

Menurut alodokter.com, selain jamaah haji dan umrah, yang perlu mendapatkan vaksin meningitis adalah
- orang yang akan melakukan perjalanan atau tinggal di negara endemik,
- orang yang tinggal di asrama,
- pasien yang memiliki gangguan limpa atau pernah menjalani operasi pengangkatan limpa,
- orang yang mengalami kelemahan sistem kekebalan tubuh, misalnya karena malnutrisi atau HIV/AIDS,
- tenaga kesehatan yang berisiko tinggi terpapar kuman penyebab meningitis, misalnya dokter, perawat, dan petugas laboratorium.



Vaksin meningitis sendiri pernah dikabarkan berasal atau dikembangkan melalui media yang mengandung babi. Hal ini menyebabkan umat Islam resah dan risau. 


Alhamdulillah, MUI (Majelis Ulama Indonesia) langsung tanggap dengan keadaan umat. Lalu muncullah fatwa MUI nomor 06 tahun 2010. Di sana dijelaskan tentang adanya tiga jenis vaksin meningitis. Satu di antaranya haram digunakan, dan yang dua lainnya halal. Kita berharap pemerintah memberikan vaksin yang halal. Karena pada saat divaksin kemarin, petugasnya juga tidak memberitahukan jenis vaksinnya. Hanya kepada Allah kita berlindung dan memohon ampunan atas segala ketidakberdayaan kita.


Dan, memang sudah seharusnya pemerintah menyediakan vaksin yang halal. Jangan sampai kita akan beribadah kepada Allah, tetapi dikotori dengan sesuatu yang haram. Na'udzubillahi min dzalik. 



Wednesday, April 20, 2022

Review "Bidadari"



Judul buku: Bidadari
Penulis: Pipiet Senja
Penerbit: Afra Publishing
Cetakan: Pertama, 2010
ISBN: 978-602-8277-22-8
Tebal buku: 172 halaman


Bismillah

Novel "Bidadari" karya Pipiet Senja ini bercerita tentang kehidupan seorang perempuan bernama Soli. Soli yang tidak diharapkan kehadirannya di dunia, harus tinggal dengan neneknya dalam keterbatasan. Belum juga Soli dewasa, neneknya sudah dipanggil oleh Yang Maha Pencipta. Soli pun merantau ke Bandung untuk mencari ibunya.


Namun tak semudah itu. Soli yang luntang-lantung, akhirnya diajak bergabung oleh Tunem. Dia seorang perempuan yang dewasa, menjadi induk semang anak-anak jalanan. Soli tinggal bersamanya di sebuah bedeng. 


Tunem sangat menyayangi Soli. Dia sangat menjaganya. Bahkan, karena ingin menyembunyikan kecantikan Soli yang bisa membahayakan, Tunem sengaja mendadani Soli agar terlihat kumuh dan jelek. 


Meski sudah disamarkan sedemikian rupa, mutiara tetaplah mutiara. Walaupun di dalam lumpur, dia akan tetap berkilau. Begitu pun Soli. Kecantikannya tetap terpancar meski Tunem sudah menyembunyikannya begitu rapi. Apalagi gadis itu mulai menginjak remaja. Ibarat bunga, sedang mekar-mekarnya. Tak heran bila kumbang pun ingin menikmatinya.


Dan, terjadilah peristiwa yang tragis itu. Soli disekap dan dirudapaksa oleh seorang preman mantan kekasih Tunem. Yang berakhir dengan matinya sang preman di tangan Soli. 


Lagi-lagi, Tunem membuktikan kasih sayangnya kepada Soli yang bahkan ibu kandungnya pun tak sudi melihatnya, apalagi menyayanginya. Tunem menyerahkan diri kepada polisi dan mengaku bahwa dialah sang pembunuh. 


Soli sendiri dirawat karena luka dan trauma ditemani dua sahabatnya sesama anak jalanan. Saat itulah ibu kandungnya muncul dan mengaku ingin merawat Soli sebagai anaknya. Memang, si ibu merawat bahkan mengajari Soli tata krama dan juga cara merawat diri sebagai seorang perempuan. Hingga Soli pun tumbuh menjadi gadis jelita yang santun. 


Namun, semua itu ada udang di balik batu. Setelah dirasa cukup, Soli pun dijual ke seorang tauke pengusaha tembakau. Beruntung, sang tauke memperlakukan Soli seperti anaknya sendiri, bukan sebagai istri. Bahkan Soli dipanggilkan guru privat untuk mengajarinya baca tulis dan juga bisnis. 


Soli hidup nyaman dengan sang tauke. Belajar dengan seorang mahasiswa asal Papua. Kebersamaan yang sering terjadi, ternyata menumbuhkan benih-benih cinta. Witing tresno jalaran soko kulino, begitu kata pepatah Jawa. Cinta tumbuh karena terbiasa bersama. 


Namun, hubungan keduanya mulai bermasalah sejak kehadiran anak kandung sang tauke. Pemuda tersebut mulai mendua dan membuat Soli merasa diabaikan. Hingga, puncaknya saat sang tauke meninggal dunia. Soli merasa tidak punya siapa-siapa lagi dan tidak berhak tinggal di rumah tempatnya bernaung selama ini. Meskipun sang tauke sudah menyiapkan warisan khusus untuk dirinya, tetap saja menimbulkan kecemburuan di antara anak-anak kandungnya.


Akhirnya, Soli pergi ke Holland bersama si pemuda Papua, Nuwa. Selama sebulan mereka hidup layaknya suami istri yang sedang berbulan madu. Hingga di suatu pagi, Soli tak menemukan Nuwa di sisinya. Dan, Nuwa pergi dengan membawa semua barang berharga Soli. Kini, dia sebatang kara di negeri orang, tanpa uang sepeser pun.



Tuesday, April 19, 2022

Review "De Hoop Eiland"





Judul buku: De Hoop Eiland
Penulis: Afifah Afra
Penerbit: Indiva
Cetakan: pertama, 2022
ISBN: 978-623-253-081-2
Tebal buku: 696 halaman

Bismillahirrahmanirrahim
De Hoop Eiland merupakan buku terakhir tetralogi Afifah Afra. Buku sebelumnya De WinstDe Liefde, dan De Conspiracao. Semua buku tersebut memiliki jumlah halaman yang tidak sedikit. Namun, ketika membacanya, kita tidak akan merasa bosan, malah semakin penasaran dan ingin segera tahu kelanjutan kisahnya. Itulah yang saya alami, sehingga saya pun bela-belain menyisihkan uang untuk membeli De Hoop Eiland ini. 


Buku ini merupakan solusi permasalahan yang dialami para tokoh pada buku-buku sebelumnya. Tokoh utama yaitu Rangga, dan tokoh-tokoh tambahan seperti Everdine, Sekar, dan Yudhistira.


Masing-masing tokoh diceritakan pada episode tersendiri. Rangga yang menjalani pengasingannya di Digul. Everdine dan Yudhistira yang sempat berpindah-pindah tempat, namun akhirnya mereka harus terpisah karena Everdine dikembalikan ke pemerintah Hindia Belanda. Sekar yang juga dikembalikan kepada pemerintah Hindia Belanda dan akhirnya diasingkan pula ke Digul. Sedangkan Yudhistira ditangkap oleh pasukan gabungan dan dijatuhi hukuman mati.


Everdine kembali menjalani persidangan. Namun, kali ini ia dibantu oleh temannya sesama bangsa Belanda yang juga seorang ahli hukum. Orang tua Everdine menginginkan agar putrinya dibebaskan. Tetapi, Everdine justru ingin diasingkan di Digul juga supaya bisa berkumpul dengan suaminya. 


Keinginan itu pun dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Everdine dikirim ke Digul bersamaan dengan para tokoh nasional yang juga diasingkan di sana. Karena dia seorang Belanda, maka, tentu saja mendapatkan perlakuan VIP, tidak seperti interniran yang inlander atau pribumi.


Di Digul pun, oleh orang tuanya sudah disiapkan rumah khusus untuknya, yang tentu saja lebih bagus daripada rumah-rumah para tahanan lainnya, termasuk Rangga. Namun Everdine lebih suka tinggal bersama Rangga dan bertetangga dengan para pribumi. 



Sedangkan Sekar, ternyata tidak dibawa ke Digul. Dia dibawa ke pulau kecil di  Lautan Banda, Glorie Eiland (Pulau Kejayaan). Sebuah pulau yang banyak dihuni oleh warga Jerman yang berpindah dari Papua Nugini, yang saat dikuasai Jerman bernama Deutsch-Neuguinea. Ternyata, pulau itu dimaksudkan akan menjadi pusat pemerintahan Hindia Timur, yang dipimpin oleh seorang marinir Belanda yang membelot. 


Di sanalah Sekar bertemu dengan lelaki samudera yang selama ini hadir di dalam mimpi-mimpinya. Mimpi-mimpi itu memang aneh. Selama ini, Sekar mencintai Jatmiko, dan kemudian mulai menaruh hati kepada Rangga. Tetapi yang muncul di dalam mimpinya justru orang lain. Lebih aneh lagi karena lelaki itu mengaku sebagai calon suaminya.


Sementara di Digul, sang marinir yang membelot itu membawa Everdine ke Pulau Kejayaan. Rangga yang telah ditahan oleh sebuah pasukan khusus, yang ternyata pasukan milik sang marinir, dibawa juga ke pulau tersebut. Mereka bertemu di kapal yang akan mengangkut mereka dari Merauke.


Sebenarnya sang marinir berniat mempersunting Everdine untuk menjadi pendampingnya sebagai ibu negara. Mereka pernah bertemu saat di Maldives. Namun ternyata, ada Rangga, suaminya. 


Mereka pun berkumpul di Pulau Kejayaan, bertemu dengan Sekar. Meski masih ada rasa di hatinya, Rangga pun berusaha mengikhlaskan Sekar untuk menikah dengan lelaki samuderanya. 


Wednesday, April 13, 2022

MCU


Bismillah


Hari Senin, tanggal 11 April 2022 lusa, saya kembali menjalani MCU alias medical check-up di Rumah Sakit Annisa, Lemah Abang. Dua tahun yang lalu, saya sudah MCU di sana juga. Tapi karena ibadah haji tertunda dua tahun, maka sekarang harus MCU lagi.


Sebelumnya, pada hari Sabtu tanggal 9 April 2022, ada pengumuman dari pemerintah Arab Saudi bahwa tahun ini mereka membuka kesempatan ibadah haji untuk seluruh umat Islam sedunia. Namun, karena pandemi belum benar-benar hilang, ada beberapa peraturan yang harus ditaati. 


Selain itu, kuota haji pun belum sebanyak biasanya. Tahun ini, Arab Saudi memberikan kuota sebesar satu juta untuk dalam negeri dan seluruh dunia. Indonesia sendiri, belum diketahui mendapatkan kuota berapa. Jadi, saya pun belum tahu pasti akan berangkat tahun ini atau tidak. Semoga Allah mengizinkan saya menunaikan ibadah haji tahun ini.


Sebenarnya, rencana pergi haji sudah dari tahun 2007. Saat itu, suami mendaftarkan kami berdua untuk pergi haji bersama. Beliau sengaja resign dari pekerjaannya agar bisa pergi haji. Keinginan beliau sih, kami pergi bertiga dengan ibu mertua. Tetapi ibu mertua belum mau. Akhirnya kami hanya mendaftar berdua.


Saat itu, antrean haji belum sepanjang sekarang. Tahun 2007 mendaftar, 2008 berangkat. Qadarullah, saya hamil, jadi batal berangkat bersama suami. Alhamdulillah 'alaa kulli haal. Semua pasti ada hikmahnya.


Setelah melahirkan, ternyata kami belum ada biaya untuk pelunasan. Jadi, saya harus menabung dulu. Tahun 2018, kalau tidak salah, pihak Bank Mandiri Syariah (sekarang Bank Syariah Indonesia) menghubungi dan memberitahukan bahwa tabungan saya sudah cukup untuk pelunasan haji. MasyaaAllah, bahagia banget waktu itu. Tapi, karena pemberitahuannya mendadak, saya belum bisa berangkat tahun itu.


Baru pada tahun 2019, suami berinisiatif mendaftarkan saya ke KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) Data (Darut Taqwien) yang dipimpin oleh Ustadz KH. Sonai Abdurrahman, berlokasi di Sukatani. Sore itu, tanggal 19 November 2019 kami pergi ke sana. Sampai sana bada Maghrib. Kami langsung mendaftar dan melengkapi administrasi.


Pada tanggal 22 nya, saya diantar suami, Mas Ery Marjianto, membuat paspor di kantor imigrasi yang berlokasi di kota Bekasi. Kami naik motor berboncengan. Lumayan jauh juga dari rumah.


Lalu, pada tanggal 31 Desember 2019, saya MCU di RS Annisa. Itu yang pertama. Sekarang yang kedua. Semoga, tahun ini, Allah mengizinkan saya dan umat Islam yang seharusnya berangkat tahun 2020, bisa menunaikan ibadah haji. 


Oya, tahun ini, peraturannya, yang boleh pergi haji adalah mereka yang usianya di bawah 65 tahun. Kemudian sudah harus vaksin dua dosis dan harus menyertakan PCR dengan hasil negatif.


Ya Allah, ridhoilah rencana hamba untuk menunaikan ibadah haji tahun ini, mudahkanlah segala urusan hamba, dan jadikanlah hamba haji yang mabrur. Aamiin yaa mujibassaailin 🤲🏻