Saturday, April 23, 2022

Review "Ayah"


Judul buku: Ayah
Penulis: Andrea Hirata
Penerbit: Bentang Pustaka
ISBN: 978-602-291-102-9
Cetakan: Mei 2005
Tebal buku: 412 halaman


Bismillah


Ayah, adalah sosok yang jarang dibahas. Namanya seperti kalah pamor dengan Ibu. Padahal, ayah pun memiliki peran yang tidak kecil dalam proses tumbuh kembang anak-anaknya. Mungkin karena ia lebih banyak di luar rumah, perannya jadi kurang terasa di dalam rumah.


Begitu pun sosok Ayah dalam novel karya Andrea Hirata ini. Justru ayah lah tokoh sentral yang merawat, mengasuh, dan mendidik anaknya. 


Adalah Sabari, seorang pemuda yang tergila-gila dengan seorang Lena. Gadis cantik kembang desa. Namun, apalah daya, Sabari hanya memiliki tampang biasa dan kemampuan akademik yang biasa juga. Hanya saja, dia memang paling jago pelajaran bahasa Indonesia. Dia menjadi kebanggaan ibu gurunya.


Soal membuat puisi dan pantun, Sabari jagonya. Namun, tidak dalam menaklukkan Lena. Setiap bertemu, Lena bahkan tak mau melihat ke arahnya. Serasa tidak ada Sabari di sana.


Cinta Sabari yang bertepuk sebelah tangan, tidak pernah berkurang. Bahkan terus bertambah. Ketika lulus SMA dan bekerja jauh dari kampung mereka, cinta itu justru menjadi api semangatnya untuk giat bekerja. Lelahnya hilang setiap mengingat gadis pujaannya itu.


Ketika Lena terjerumus dalam pergaulan bebas dan hamil, Sabari menawarkan diri untuk menjadi suaminya. Dengan senang hati. Di saat tidak ada lelaki yang mau bertanggung jawab, Sabari yang tidak melakukan, justru menyambut tanggung jawab itu dengan bahagia.



Lalu, lahirlah anak Lena. Setelah melahirkan, Lena kembali ke dunianya, dan Sabari dengan bahagia merawat dan membesarkan anak yang bukan darah dagingnya. Dia bahkan rela meninggalkan pekerjaannya demi bisa mendampingi sang buah hati setiap saat. Justru ibunya yang malah pergi entah ke mana.


Ternyata kepandaiannya dalam pelajaran bahasa Indonesia sangat bermanfaat saat Sabari mempunyai anak. Dia sering mendongeng, membacakan puisi untuk anaknya tersebut, walaupun si anak belum bisa bicara. Namun, anak itu sangat menikmati cerita ayahnya, yang sebenarnya bukan ayah kandungnya.


Kebiasaan bercerita itu berdampak positif pada anaknya, Zorro. Ketika sudah mulai sekolah, Zorro juara bercerita. Dan cerita yang dia bawakan sama persis dengan yang diceritakan Sabari saat dia kecil. Padahal, sejak Zorro usia tiga tahun, mereka terpisah karena Lena mengambil paksa anaknya.


Saat Zorro dibawa pergi ibunya, Sabari jadi seperti orang gila. Tak punya gairah hidup lagi. Rambutnya awut-awutan tak terawat. Hingga menimbulkan rasa iba pada dua sahabatnya, Ukun dan Tamat. Demi sahabat mereka, Ukun dan Tamat rela meninggalkan pekerjaan dan tanah kelahiran mereka, untuk mencari Zorro yang entah ada di mana. Berbulan-bulan mereka berkelana dari satu kota ke kota lain. Dari Aceh sampai Bengkulu. Dari yang tadinya berpenampilan perlente, hingga compang-camping. 


Akankah mereka menemukan Zorro?

No comments: