Saturday, September 30, 2017

Menuju-Mu





Bismillah
Tiga kali dalam seminggu kemarin, aku selalu melewati bendera kuning yang terpasang di tiang listrik pinggir jalan. Isyarat bahwa ada yang meninggal di sekitar situ. Merinding. Di tambah lagi kabar tentang meninggalnya om di kampung. Lengkap sudah pemberitahuan itu. Ya, ini kuanggap sebagai pemberitahuan, peringatan dari Allah Pemilik semesta alam, bahwa kematian telah mengintai, dan akan melakukan tugasnya, kapan saja sesuai instruksi Sang Mahakuasa.
Kini, usiaku sudah melewati kepala empat. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam wafat pada usia 63 tahun. Kalaupun Allah mengizinkanku untuk hidup sampai tahun ke-63, itu bukan waktu yang lama. Dan, siapa yang tahu, kapan ajal kan menjemput?
Takut. Gelisah. Itu yang kurasai saat ini. Apa yang sudah kusiapkan untuk perjalanan panjang itu? Apa yang sudah kusiapkan untuk kehidupan yang kekal itu?
Tidak memadai. Tidak cukup. Apa yang telah kulakukan selama ini? Astaghfirullah, ampuni hamba, ya Allah. Rasanya belum cukup bekalku. Belum pantas amalku untuk menghadap-Mu, ya Rabbii.
Tolonglah diri yang hina dan lemah ini, agar bisa mencukupkan bekal, agar bisa memantaskan diri di hadapan-Mu. Kuatkan diriku, ya Allah, agar selalu istiqamah di atas jalan-Mu yang lurus. Tetapkan azamku dalam meraih ridha-Mu, juga rahmat-Mu. Sungguh malang diri ini, bila Engkau meninggalkanku sendiri. Tolonglah hamba, ya Allah Yang Maha Perkasa. Engkau yang kuasa membolak-balikkan hati. Tetapkanlah hatiku agar selalu dalam dien-Mu, dalam taat kepada-Mu, dan dalam dakwah di jalan-Mu. Aamiin ya rabbal'aalamiin.
يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك و طاعتك ودعو ة في سبيلك

Thursday, September 28, 2017

Keajaiban

Bismillah

"Saya sudah mulai puasa. Nanti jam 9 operasi," bunyi chat dari seorang teman.
Dua hari yang lalu, dia bercerita bahwa usus buntunya sudah parah, harus dioperasi. Tapi dia takut.
Saya pun takut mendengar kata operasi itu. Tapi tidak saya katakan. Saya hanya menyarankan, berdasarkan buku yang pernah saya baca, agar dia banyak istighfar, lalu minta maaf kepada suami dan orang tua atas segala kesalahannya selama ini. Selain itu, saya memintanya untuk shalat tahajud, memohon kesembuhan pada Allah. Di dalam buku itu, "Sehat Tanpa Obat", penyakit apa pun bisa sembuh hanya dengan beribadah kepada Allah. Salah satunya dengan shalat. Dan sudah banyak orang yang membuktikannya.

Tadi sore, teman tersebut memberi kabar kalau dia tidak jadi operasi, bahkan diizinkan untuk pulang. Katanya, selama dua hari ini, dia melakukan saran-saran di atas. Dia lebih khusyuk dalam shalat dan berdoa. Dia pun lebih banyak membaca Al Qur'an. Meskipun hasil pastinya belum tahu, karena baru di-rontgen tadi, setidaknya dia lega karena tidak jadi operasi. Masya Allah. Sungguh keajaiban yang tidak disangka.

Allah SWT berfirman:

...  ۗ  وَمَنْ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ یُسْرًا

" ...  Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya."
(QS. At-Talaq: Ayat 4)

Sungguh benar janji Allah. Kalau kita yakin akan pertolongan Allah, maka hal itu akan benar-benar terjadi. Tapi banyak sekali di antara kita yang masih ragu dengan kehadiran-Nya. Sehingga mereka malah minta tolong kepada orang yang bahkan tidak bisa menolong dirinya sendiri. Padahal, setiap hari lisan kita berucap

Allah SWT berfirman:

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ 

"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan."
(QS. Al-Fatihah: Ayat 5)


Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.

Wednesday, September 27, 2017

Renungan

Bismillah

Orang yang selalu berbuat salah atau jahat, mungkin tak selamanya akan begitu. Siapa yang tahu, suatu saat ia mendapat hidayah, lalu bertaubat dan menjadi orang yang shalih.


Sebaliknya, orang yang selama ini dikenal sebagai orang baik, kita tak tahu bagaimana akhirnya. Bisa jadi, suatu saat ia khilaf dan berbuat salah atau melakukan suatu kejahatan.


Tak ada yang tahu, akhir kehidupan seseorang. Jangan memvonis atau menghakimi seseorang dengan label yang tidak akan selamanya menempel.


Banyak sudah contoh nyata dalam kehidupan, betapa orang yang sangat jahat, bisa berubah menjadi sangat baik. Ya, karena manusia adalah makhluk yang dinamis. Selalu mengalami perubahan, entah itu ke arah kebaikan, atau sebaliknya.


Umar bin Khattab. Salah seorang sahabat Nabi yang sangat setia, sangat terpukul saat mendengar kekasihnya, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam wafat. Kita tahu, sebelum mengenal Islam, Umar dikenal sebagai jagoannya kaum Quraisy. Dia dikenal sebagai orang yang kejam. Namun, setelah masuk Islam dan menjadi sahabat Nabi, ia menjadi salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga. Masya Allah. Sungguh lompatan hidup yang sangat luar biasa.

Hampir sama dengan Umar, Malcolm X dikenal sebagai sejahat-jahatnya orang pada zamannya. Hampir semua kejahatan pernah dilakukannya. Dari minum khamr, hingga membunuh. Hidupnya berlumuran dosa kepada Sang Pencipta, juga kepada orang-orang di sekitarnya. Namun, siapa sangka. Arah hidupnya berubah 180 derajat. Ia menjadi seorang yang shalih, sekaligus menjadi pembela Islam.


Jelas sudah, alasannya, mengapa kita tidak seharusnya melabeli seseorang dengan sesuatu yang belum tentu selamanya dia lakukan. Tak ada faedahnya. Karena, kita yang saat ini mungkin merasa sebagai orang baik, tidak tahu bagaimana akhir kehidupan nanti. Hanya doa yang bisa kita mohonkan kepada Sang Rabbul 'Izzati, agar kita diwafatkan dalam keadaan khusnul khotimah, agar Allah menjaga kita agar tetap istiqamah berada di jalan-Nya.

اللهم اني اسالك حسن الخاتمه
امين يا رب العالمين

#selfreminder
#janganmerasapalingbaik

Sunday, September 24, 2017

Adab Makan

Bismillah

Hari ini saya dan keluarga menghadiri acara pernikahan saudara sepupu. Sudah lama saya tidak menghadiri acara seperti ini, di gedung. Biasanya, karena saya tinggal di kampung, acara hajatan dilaksanakan di rumah, bukan di gedung. Jadi, saya seperti terkena culture shock.


Bagaimana tidak shock? Yang pertama, banyak perempuan cantik yang dengan santainya mengumbar aurat. Rok pendek, baju transparan. Sungguh tidak nyaman dilihat. Inginnya sih, tidak melihat. Tapi ya, bagaimana, lha wong ada di depan mata. Masak mau nunduk terus?


Kedua, sedih ya, melihat saudara-saudara kita yang berhijab, tapi makan sambil berdiri. Memang sih, kursi yang tersedia sangat minim. Tapi itu bukan alasan untuk makan sambil berdiri, kan? Banyak juga kok, yang sampai lesehan di lantai, demi bisa makan sambil duduk. Karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menganjurkan kita untuk makan dan minum sambil duduk.

لايشربن ءحدمنكم قاءما

"Janganlah salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri." (HR. Muslim)


Ketiga, tambah miris hati ini, melihat para tamu berdesak-desakan, saling dorong, saat antre untuk mengambil makanan. Bahkan banyak juga yang tidak mau antre, alias menyela di tengah-tengah antrean. Padahal sebagian besar mereka berhijab. Berarti mereka muslim. Ini memang lumrah terjadi di mana-mana. Tidak hanya di tempat hajatan seperti ini. Mengapa bisa begitu? Salah satu sebabnya, mungkin, dulu ketika sekolah, tidak ada pelajaran mengantre. Dulu. Entah, kalau sekarang. Semoga pelajaran etika dan adab-adab pergaulan juga menjadi perhatian dalam kurikulum sekolah.


Keempat, rasanya ingin menangis, melihat sisa makanan yang begitu banyak di piring-piring bekas makan para tamu. Tega sekali mereka membuang-buang makanan, di saat banyak saudara kita yang tidak bisa makan, seperti di Rohingya. Mengapa mereka mengambil makanan tidak sesuai dengan kebutuhan? Indikasi apakah ini? Rakus, atau gengsi? Gengsi katanya, kalau makan sampai piringnya bersih. Kelihatan banget laparnya, begitu?



Ooh, mungkin mereka belum tahu bahwa makanan yang ada di piring kita itu harus dimakan sampai bersih, tak bersisa, karena kita tidak tahu di makanan manakah yang mengandung berkah. Jadi, supaya mendapat berkah, kita harus menghabiskan makanan yang sudah kita ambil. Seperti sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ini:

انكم لا تدرون في ءي طعامكم البركة

"Sesungguhnya kalian tidak tahu di makanan kalian mana terdapat berkah." (HR. At Tirmidzi)

Oleh karena itu, ambillah sesuai kebutuhan.


Selain itu, kita disunnahkan untuk mulai makan dengan mengucap bismillah, makan dengan tangan kanan, dan mengambil makanan yang terdekat dengan kita.

ياغلام، سم الله وكل بيمينك وكل ممايليك

"Wahai anak, ucapkanlah bismillah, makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah yang terdekat denganmu." (HR. Al Bukhari)


Satu lagi kebiasaan Rasulullah ketika makan adalah beliau tidak makan sambil bersandar.

ءني لااكل متكءا

"Sesungguhnya aku tidak makan dalam keadaan bersandar." (HR. Al Bukhari)

Hikmah dari kebiasaan Rasulullah ini, ternyata kalau makan dengan bersandar itu akan memperbesar lambung, sehingga tidak segera merasa kenyang. Jadi, makanan yang dikonsumsi lebih banyak dari yang sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh. Akibatnya, kita jadi mudah gemuk.


Itulah sedikit adab makan yang dicontohkan Rasulullah. Semoga kita bisa meneladaninya, agar kelak bisa mendapatkan syafaat beliau. Aamiin ya rabbal'aalamiin.

Saturday, September 23, 2017

Jalan Cinta Para Pejuang (bagian 3)

Bismillah

Keimanan yang berdasarkan nalar atau'aqali, ditunjukkan oleh para sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pada saat Perang Ahzab. Perang Ahzab merupakan perang yang paling berat, tetapi makin dekat dengan kemenangan. Dalam perang tersebut, para mujahid Islam sampai menjamak shalat lima waktu menjadi satu waktu di malam hari. Hal ini dilakukan karena situasi peperangan yang sangat genting, sehingga tidak bisa ditinggalkan meskipun dengan bergantian shalat. Sekali saja pasukan Islam lengah, musuh akan menghabisi mereka.

Dalam suasana mencekam seperti itu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda bahwa negara-negara adidaya pada zaman itu, nanti akan bisa ditaklukkan oleh pasukan Islam. Berita ini sampai ke telinga musuh, dan membuat mereka tidak percaya dan menganggap itu sebagai berita mustahil dan mengada-ada. Tidak mungkin terjadi. Apalagi, saat itu, pasukan Muslim seperti berada di ujung tanduk. Tinggal menunggu waktu saja untuk hancur. Begitu anggapan kaum kafir saat itu.

Tapi tidak demikian dengan para sahabat. Mereka sangat yakin dengan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tersebut. Mereka yakin, apa yang diucapkan beliau, pasti terjadi, pasti terealisasi. Walaupun saat itu mereka berada dalam situasi yang sangat terjepit. Sangat kritis. Ibarat malam, sudah mencapai puncaknya, sudah matang, benar-benar matang. Gelap di dalam gelap.

Beberapa tahun setelah Nabi wafat, apa yang disabdakan beliau benar-benar menjadi kenyataan. Satu demi satu, Khalifah Umar bin Khattab berhasil menaklukkan negara-negara adidaya tersebut. Terbuktilah keyakinan para sahabat. Sungguh benarlah keimanan mereka. Dan keimanan ini adalah berdasarkan nalar, bahwa semakin matang malam, itu pertanda bahwa, sebentar lagi akan datang fajar menyingsing dari ufuk timur. Pertanda bahwa pagi yang terang akan menggantikan malam gelap gulita. Semakin berat masalah, berarti semakin dekat jalan keluarnya, bila kita terus berjuang dan bersabar dalam menjalaninya.

Poin kedua yang bisa menyelamatkan kita dari azab Allah yang pedih adalah dengan jihad. Jihad adalah mengerahkan segala kemampuan hingga batas maksimal.  Ada 4 macam jihad yang perlu kita ketahui dan kita laksanakan.

Pertama, jihadun nafs (jihad terhadap diri sendiri), di mana kita harus berjihad dalam hal:
1) mengimani Al Huda dan diinul haq
2) mengilmui Al Huda dan diinul haq
3) mengamalkan Al Huda dan diinul haq
4) mendakwahkan Al Huda dan diinul haq
5) bersabar dalam mengimani, mengilmui, mengamalkan, dan mendakwahkan Islam.

Kedua, jihadusy syaithon, jihad melawan setan, dengan cara:
1) melawan syubhat dalam berpikir dan beriman
2) melawan hawa nafsu yang menarik kita kepada kemaksiatan.

Ketiga, jihad ahlu ma'siyat wa bid'ah, jihad melawan ahli maksiat dan ahli bid'ah, yang dapat dilakukan dengan:
1) bil yad; dengan tangan atau kekuasaan
2) bil lisan; dengan ucapan
3) bil qolbi; dengan hati (selemah-lemahnya iman)

Keempat, jihadusy syirik wa kufur, jihad melawan ahli syirik dan orang-orang kafir. Tahapan dalam melawan ahli syirik dan orang-orang kafir adalah
1) bid du'aa, dengan mendoakan mereka agar mendapat hidayah dari Allah. Seperti Rasulullah yang memohon kepada Allah agar salah seorang dari pemuka Quraisy diberi hidayah untuk masuk Islam.
2) bil bayan, dengan penjelasan
3) dengan tombak atau kekuatan. Bila hanya dengan melihat kekuatan kaum Muslim saja mereka takut, maka tidak perlu diperangi.
4) dengan pedang; kekuatan senjata secara langsung. Ini menjadi alternatif terakhir, apabila ketiga tahapan yang pertama tadi tidak dihiraukan oleh ahli syirik dan orang-orang kafir.

Itulah jihad yang harus kita lakukan agar terhindar dari azab yang pedih. Bila kita sudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian jihad fisabilillah, tidak hanya terhindar dari azab yang pedih, tapi juga akan mendapatkan nikmat yang lain, seperti firman Allah dalam ayat 12.

يَغْفِرْ لَـكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا  الْاَنْهٰرُ وَمَسٰكِنَ طَيِّبَةً فِيْ جَنّٰتِ عَدْنٍ ۗ  ذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ

"niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam Surga 'Adn. Itulah kemenangan yang agung,"
(QS. As-Saff: Ayat 12)

Bonus yang akan kita peroleh adalah, diampuni dosa-dosa kita, dan kita dimasukkan ke dalam surga. Masya Allah.
Selain itu, juga pertolongan Allah dan kemenangan yang dekat.

Allah SWT berfirman:

وَاُخْرٰى تُحِبُّوْنَهَا   ۗ  نَصْرٌ مِّنَ اللّٰهِ وَفَـتْحٌ قَرِيْبٌ ۗ  وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ

"dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin."
(QS. As-Saff: Ayat 13)

Namun semua itu tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Untuk bisa mewujudkannya, kita harus beramal jama'i, berjamaah, bersatu dengan sesama umat Islam. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Isa dengan para pengikutnya.

Allah SWT berfirman:

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْۤا اَنْصَارَ اللّٰهِ كَمَا قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوٰارِيّٖنَ مَنْ اَنْصَارِيْۤ اِلَى اللّٰهِ ۗ  قَالَ الْحَـوٰرِيُّوْنَ نَحْنُ اَنْصَارُ اللّٰهِ فَاٰمَنَتْ طَّآئِفَةٌ مِّنْۢ بَنِيْۤ اِسْرَآءِيْلَ وَكَفَرَتْ طَّآئِفَةٌ    ۚ  فَاَيَّدْنَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا عَلٰى عَدُوِّهِمْ فَاَصْبَحُوْا ظٰهِرِيْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana 'Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah? Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; lalu Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang."
(QS. As-Saff: Ayat 14)

Demikianlah jalan cinta para pejuang. Bukan jalan yang mulus seperti jalan tol bebas hambatan. Namun jalan panjang yang berliku, berbatu, penuh dengan onak dan duri. Jalan yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Dengan harapan, semoga kita mendapat jannah-Nya, juga ridho-Nya. Aamiin ya rabbal'aalamiin.

Untuk bagian satu silakan baca di sini, dan bagian dua di sini.

Friday, September 22, 2017

Sehat Tanpa Obat

Bismillah


Judul Buku: Sehat Tanpa Obat
Penulis.      : Dr. H. Briliantono M. Soenarwo dan KH. Muhammad Rusli Amin, MA.
Penerbit.    : Al Mawardi
Cetakan.    : Pertama (Maret, 2010)
Tebal Buku: 314 halaman

Finsterer mengatakan, "Ketika kami sekali lagi diyakinkan akan pentingnya pertolongan Tuhan dalam aktivitas kami, dan khususnya dalam mengobati pasien, maka kemajuan yang sejati akan tercapai dalam memulihkan kesehatan orang yang sakit." (hal. 98)

Allah menurunkan penyakit, bersamanya, diturunkan pula obatnya. Namun ternyata, obat yang menyembuhkan itu, tidak harus berupa suatu benda konkret yang harus dikonsumsi oleh seorang yang sedang sakit. Obat itu bisa berupa keyakinan, bahwa yang bisa memberikan kesembuhan hanyalah Allah Sang Pencipta yang Maha Berkehendak. Seperti dikatakan oleh Finsterer di atas. Bahwa keyakinan akan adanya pertolongan Allah ternyata menjadi salah satu kunci sukses dalam penyembuhan. Bukan obat, bukan pula teknologi medis yang canggih. Tapi, kehendak Allah yang Mahakuasa.

Sesuai dengan judulnya, buku ini mengupas tuntas bagaimana kita, terutama sebagai seorang muslim, bisa hidup sehat tanpa mengandalkan obat. Rahasianya terdapat pada keyakinan akan pertolongan Allah, dan juga melalui ibadah ritual yang telah diajarkan Allah melalui Al Qur'an, maupun melalui Sunnah Rasul-Nya.


Dimulai dari syahadat, lalu berwudhu, yang merupakan ritual wajib sebelum melakukan shalat, kemudian dirangkai dengan pengamalan Rukun Islam yang berikutny. Semua ibadah itu, bila dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah, maka akan mendatangkan kesehatan jasmani dan rohani.


Dalam syahadat, terkandung kalimat "laa ilaaha illallaah".
Telah terbukti bahwa kalimat "laa ilaaha illallaah" bisa membersihkan hati manusia dari kekotoran dan penyakit. Orang yang banyak mengucapkannya maka hati, jiwa, dan ruhaninya akan senantiasa sehat. Bukankah sehatnya hati, jiwa, dan ruhani bisa membuat badan kita sehat juga? (hal. 89)
Dan, mengulang-ulang menyebut kalimat "laa ilaaha illallaah" dengan sepenuh keyakinan bisa melancarkan peredaran darah, menguatkan jantung, dan mencegah stres dan depresi. (hal. 94)

Begitu pula dalam aktivitas wudhu, shalat, zakat, puasa, dan haji. Semua memiliki hikmah yang sangat luar biasa, yang memberikan efek menyehatkan secara jasmani dan ruhani kepada pelakunya. Hebatnya lagi, manfaat ritual ibadah ini bukan hanya isapan jempol. Melainkan sudah diteliti dan dibuktikan oleh para ilmuwan, sehingga mereka mendapatkan hidayah dari hasil penemuannya itu.

Buku ini sangat penting untuk dibaca oleh siapa pun yang mengaku muslim. Mengapa? Yang pertama, tentu saja agar kita beribadah tidak hanya berdasarkan apa kata orang tua, tetapi dengan berdasarkan ilmu yang jelas. Kedua, supaya kita lebih bisa merasakan hasil ibadah kita, sehingga beribadah bukan sekadar menggugurkan kewajiban, tapi memang kita sangat membutuhkannya. Yang ketiga, agar kita semakin bangga menjadi orang Islam. Karena tidak ada agama yang selengkap agama Islam. Tidak ada agama yang mengatur dengan sebegitu detailnya, seperti agama Islam.

Kekurangan buku ini, menurut kacamata saya sebagai orang awam, gambar-gambar anatomi tubuh manusia yang disertakan kurang berfungsi dengan baik. Apalagi tulisan yang menjelaskan gambar itu, ukuran hurufnya relatif kecil, jadi sulit dibaca.


Selebihnya, buku ini sangat bagus, agar kita bisa semakin kaaffah dalam ber-Islam. Aamiin ya rabbal'aalamiin.

Thursday, September 21, 2017

Jalan Cinta Para Pejuang (bagian 2)

Bismillah

Iman setiap orang itu selalu berfluktuasi, kadang naik, kadang turun. Oleh karenanya kita harus selalu menjaganya, memperbaharuinya, dan sebisa mungkin, meningkatkannya. Salah seorang hamba Allah yang memiliki kadar keimanan yang luar biasa adalah Ibunda Nabi Ismail, Sayyidah Hajar, atau lebih dikenal dengan Siti Hajar.

Ketika Sayyidah Hajar baru saja melahirkan bayinya, Ismail, Nabi Ibrahim membawa mereka berdua ke padang tandus tak berpenghuni. Sejauh mata memandang, hanya hamparan pasir yang terlihat. Panas. Di sanalah Nabi Ibrahim meninggalkan mereka berdua, dengan perbekalan seadanya. Ketika Nabi Ibrahim mulai melangkah hendak pergi meninggalkannya, Sayyidah Hajar bertanya, "Mengapa engkau tinggalkan kami di tempat seperti ini?" Tapi Nabi Ibrahim hanya diam, tidak menjawab. Diulanginya pertanyaan itu sampai tiga kali, tetap tak ada jawaban. Namun Ibunda Ismail tidak marah. Beliau justru mengganti pertanyaan dengan, "Apakah ini perintah Allah?"
Barulah Nabi Ibrahim menjawab, "Iya, ini perintah Allah."
"Kalau ini perintah Allah, pasti Allah tidak akan menyia-nyiakan kami."

Masya Allah, jawaban yang sangat luar biasa. Tidak akan terucap, kalau bukan dari keimanan yang sangat tinggi. Keyakinan yang sangat kuat terhadap Sang Pencipta. Itulah iman Sayyidah Hajar. Seorang perempuan, ditinggal di padang pasir nan gersang hanya berdua dengan bayinya yang masih merah. Adakah saat ini, yang bisa menyamai ketangguhannya?

Dari jawaban itu kita belajar meyakini bahwa, kalau itu perintah Allah dan Rasul-Nya, pasti ada kebaikan di dalamnya. Sebaliknya, kalau itu larangan Allah dan Rasul-Nya, pasti ada keburukan di sana.

Masih tentang kisah Sayyidah Hajar. Ujian keimanan yang diberikan Allah kepadanya, ternyata tidak berhenti sampai di situ. Setelah beberapa hari, perbekalan makanan habis, sehingga air susunya pun kering, menyebabkan bayi Ismail menangis tiada henti karena haus, dan mungkin juga lapar. Hal ini memaksa beliau untuk mencari air sebagai sumber kehidupan. Dengan berlari-lari kecil, beliau menyusuri Bukit Shafa, kemudian terus berlanjut hingga ke Bukit Marwa. Ternyata tak ditemuinya sumber air itu. Tanpa rasa putus asa, demi sang buah hati, beliau ulangi lagi pendakian dan pencariannya dari Bukit Shafa ke Bukit Marwa hingga tujuh kali. Sungguh, kekuatan yang juga sangat luar biasa, mengingat medan yang sangat sulit. Berbatu dan mendaki. Mampukah kita?

Tak disangka tak diduga. Sumber air yang dicari, justru keluar dari kaki bayinya. Itulah air zamzam. Kalau kita sebagai orang yang memiliki iman seadanya, mungkin kesal, mengapa air itu baru muncul sekarang, bukan dari tadi? Supaya Ibunda Ismail tidak harus berlari tujuh kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwa. Namun, di situlah bentuk perjuangan seorang yang beriman. Dan itulah Islam, bukan hasil yang dinilai, tapi perjuangannya. Itulah jalan cinta para pejuang. Terjal, sulit, mendaki, dan kadang dipenuhi dengan onak dan duri. Untuk mengetahui sejauh mana keimanannya kepada Allah Rabbul'aalamiin.

Iman itu, dinyatakan dengan lisan, dan dibuktikan dengan ujian dan perjuangan. Seperti Ibunda Siti Hajar. Setelah itu, sampailah pada taraf bertaqwa. Orang yang bertaqwa, akan mendapatkan rizki dari Allah, yang datangnya dari arah yang tidak disangka-sangka. Seperti hadirnya air di bawah kaki bayi Ismail. Tidak disangka-sangka.

Itulah keimanan Sayyidah Hajar, yang merupakan salah satu contoh keimanan berdasarkan perasaan, atau syu'ur. Dengan perasaan beliau, beliau yakin bahwa Allah tidak akan menelantarkannya. Nyatalah apa yang diyakininya itu.

Sedangkan keimanan yang berdasarkan nalar atau 'aqali, akan dibahas pada kesempatan yang akan datang, in sya Allah.

Untuk bagian satu, silakan baca disini.
Untuk bagian tiga, silakan baca di sini.

Tuesday, September 19, 2017

Jalan Cinta Para Pejuang

Bismillah

Ustadz Salim A. Fillah mengawali tausiyahnya kali ini dengan membacakan QS. As Saff ayat 9.

هُوَ الَّذِيْۤ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ  كُلِّهٖ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ

"Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membencinya."

Lalu dilanjutkan dengan ayat 14.

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْۤا اَنْصَارَ اللّٰهِ كَمَا قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوٰارِيّٖنَ مَنْ اَنْصَارِيْۤ اِلَى اللّٰهِ ۗ  قَالَ الْحَـوٰرِيُّوْنَ نَحْنُ اَنْصَارُ اللّٰهِ فَاٰمَنَتْ طَّآئِفَةٌ مِّنْۢ بَنِيْۤ اِسْرَآءِيْلَ وَكَفَرَتْ طَّآئِفَةٌ    ۚ  فَاَيَّدْنَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا عَلٰى عَدُوِّهِمْ فَاَصْبَحُوْا ظٰهِرِيْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana 'Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah? Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; lalu Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang."

Berdasarkan isi yang terdapat pada ayat 1 yang berbunyi

سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ ۚ  وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

"Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana."

Surat As Saff termasuk surat mushobbika, karena berisi kalimat tasbih yang mensucikan Allah.

Berkaitan dengan kalimat tasbih ini, nabi Allah, yaitu Nabi Nuh, berwasiat juga kepada anak-anaknya yang beriman untuk selalu bertasbih mengantungkan asma-Nya. Selain Kan-an yang kufur,  3 putra Nabi Nuh yang lain tetap taat kepada ayahnya dan beriman kepada Allah. Mereka adalah Ham, Sam, dan Yafit. Kepada ketiganya, Nabi Nuh berwasiat tentang 2 hal, yaitu tentang hal-hal yang harus dilaksanakan, dan hal-hal yang tidak boleh didekati.

Hal-hal yang harus selalu dilakukan tersebut adalah agar senantiasa mengucapkan "laa ilaaha illallah" dan ""subhanallahi wa bihamdih". Mengapa dua kalimat itu yang harus senantiasa diucapkan? Karena laa ilaaha illallah adalah kalimat yang beratnya melebihi beratnya alam semesta. Sedangkan subhanallahi wa bihamdih, merupakan tasbihnya seluruh makhluk di alam semesta. Yang karenanya, Allah menjamin  rizki mereka di dunia.

Dalam ayat 10, Allah SWT berfirman:

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلٰى تِجَارَةٍ  تُنْجِيْكُمْ مِّنْ عَذَابٍ اَلِيْمٍ

"Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?"

Di sini Allah memanggil orang-orang yang beriman. Kalau kita merasa beriman, pastilah bergetar hati kita dengan panggilan Allah itu, dan berkewajiban untuk memenuhi panggilan itu.

Dalam ayat 10 tersebut, Allah menawarkan suatu perdagangan yang akan menyelamatkan kita dari azab yang pedih. Apa itu azab yang pedih? Kalau diibaratkan dengan penderitaan di dunia, azab yang pedih itu berupa siksaan yang dilakukan dengan menyayat dan mengiris anggota tubuh, kemudian ditaburi dengan garam. Mirip siksaan yang pernah dilakukan oleh orang-orang zalim terhadap bangsa kita dulu. Na'udzubillaahi min dzalik. Sungguh mengerikan.

Bila Allah menawarkan suatu perdagangan, bukan berarti Dia butuh bantuan hamba-Nya. Sama sekali bukan! Hal itu Ia lakukan sebagai bentuk kasih sayang-Nya, untuk menyelamatkan hamba-hamba Allah.

Perdagangan macam apa yang bisa menyelamatkan diri kita dari azab yang pedih itu?

Allah SWT berfirman:

تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَتُجَاهِدُوْنَ  فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ ۗ  ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّـكُمْ اِنْ كُنْتُمْ  تَعْلَمُوْنَ

"(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui,"
(QS. As-Saff: Ayat 11)

Amal pertama yang bisa menyelamatkan adalah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Iman itu harus dijaga, diperbaharui, dan ditingkatkan kualitasnya. Sehingga bisa mencapai derajat yang tinggi. Salah satu contohnya adalah imannya Ibunda Hajar, istri Nabi Ibrahim.
Bagaimanakah iman Ibunda Hajar ini? In sya Allah kita lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

Bersambung ke sini.

Monday, September 18, 2017

Menguatkan Diri

Bismillah


Manusia adalah makhluk sosial. Oleh karenanya, sulit untuk bisa hidup seorang diri, tanpa bantuan orang lain. Sebagai makhluk sosial, pastinya kita akan senantiasa bergaul dan bersinggungan dengan orang lain. Kecuali kalau kita uzlah, hidup sendiri menyepi di tengah hutan atau di puncak gunung.

Dalam pergaulan, atau muamalah, kita akan bertemu dengan berbagai ragam sifat dan karakter. Ada yang menyenangkan, mengesankan, menjengkelkan, atau memuakkan. Namun, itulah fitrah manusia. Tak ada yang sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Sang Pencipta.

Islam sangat memahami hal itu pasti akan terjadi dalam interaksi dengan masyarakat. Oleh karena itu,  Allah memberikan rambu-rambu muamalah yang telah dituliskan di dalam Al Qur'an dan lebih dirinci dalam Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Dengan mematuhi syariat Islam tersebut, in sya Allah kita bisa bersosialisasi dengan nyaman. Meskipun, yang namanya hidup, tak selamanya nyaman. Kita sudah berusaha berbuat baik, ada saja yang mencibir bahkan berprasangka buruk. Apalagi kalau kita sampai khilaf, dan melakukan suatu kesalahan. Pasti akan semakin ramai dunia ini, yang begitu suka dengan ghibah.

Orang baik dicibir, orang jahat dihujat.

Meski demikian, Islam mengajarkan kepada kita agar terus dan terus berbuat baik dan selalu menebarkan kebaikan. Apa pun pandangan orang. Karena yang kita inginkan, hanyalah mencari ridho Allah, bukan ridho manusia.

Jika kita berharap kepada makhluk, besar kemungkinan akan kecewa. Tetapi jika Allah saja yang kita harapkan, in sya Allah, bahagia di akhirnya. Oleh karena itu, sebagai apa pun kita, mari kita berbuat yang terbaik. Kalau kita sebagai seorang pekerja, maka bekerjalah secara profesional. Bukan karena takut kepada bos, tapi karena kita yakin, Allah Maha Melihat. Kalau bekerja secara profesional hanya karena takut kepada bos, begitu bos pergi, kita akan bekerja seenaknya. Tapi kalau profesionalitas dilakukan karena mengharap ridho Allah, maka Allah tidak pernah pergi. Dia selalu bersama kita, selalu mengawasi kita. Tidak pernah ngantuk, tidak pernah lalai.

Saturday, September 16, 2017

Masih Berusaha Bertahan

Bismillah

Keinginan untuk menjadi penulis di usia yang sudah tidak muda lagi ini, ternyata bukan hal mudah. Sangat sulit, bahkan. Bukan hanya soal kemalasan yang harus dimusnahkan, namun juga kewajiban yang berkaitan dengan orang lain. Keluarga, masyarakat, pekerjaan, target-target kehidupan, semua menuntut perhatian yang tidak sedikit.

Tapi bila melihat teman-teman lain yang, pastinya lebih sibuk dan lebih padat tugas dan acaranya, kok bisa, ya? Mengapa diri terasa begitu sulit dan berat?

Kadang, niat dan keinginan begitu menggebu. Tapi, badan tak bisa berkompromi. Jadilah niat tinggal menjadi kenangan. Tak bisa dieksekusi. Menulis hanya menjadi angan yang melayang di udara. Semakin jauh tertiup angin.

Cita-cita. Di sini, aku merasa mendaki gunung terjal cita-cita yang begitu payah untuk digapai. Apakah sudah tak layak, diri ini bermimpi? Tidak, kan? Tak ada batasan usia dalam bermimpi, bukan? Ok. Mungkin memang beginilah tantangan untuk orang yang sudah tidak muda ini. Semangat, inginnya seperti remaja. Stamina? Jauh dari kata remaja.

Jadi, bersabar dan berusaha. Lalu beristiqomah. Istiqomah itu yang sulit. Bahkan rambut Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pun sampai beruban memikirkan satu kata itu. Hanya Allah tempat bergantung dan memohon pertolongan. Kalau memang ini baik untuk kehidupan agamaku, tolong mudahkan jalannya, ya Allah. Kalau memang tidak baik, berilah aku petunjuk-Mu.

Friday, September 15, 2017

Apa Dayaku?

Bismillah

Dia berhak mendapatkan nasihat, ujarmu
Meyakinkanku
Bukankah kita harus menolong yang dizalimi dan yang menzalimi?
Tanyamu, retoris

Dia sahabatmu, dulu
Dia berhak mendengar nasihatmu

Siapa sih, aku?
Gumamku pada diri sendiri
Apa dayaku?
Melihatnya dari kejauhan saja
Sempit benar, terasa bumi ini
Sesak betul dada ini
Kelu dan kaku, lidah dibuatnya

Menasihati?
Apa dayaku ...
Siapa aku ini ...

Sedang, pemimpin pun dia abaikan
Seperti bulan melupakan matahari
Yang telah membuatnya bersinar
Seperti merpati yang meninggalkan pasangannya

Ah, apa dayaku?
Mengapa harus aku?
Karena kamu sahabatnya, dulu
Selalu itu yang kau ucap

Harus bagaimana aku
Ya Rabbii
Mohon petunjuk-Mu
Ya Haadii

Wednesday, September 13, 2017

The One

Bismillah

Novel karya Kiera Cass ini merupakan episode terakhir dari trilogi The Selection, The Elite, dan The One. Novel ini mengisahkan seorang gadis bernama America yang dipaksa ibunya untuk mengikuti seleksi putri kerajaan, calon isteri sang pangeran. Dengan berat hati, ia pun mendaftarkan diri, dengan keyakinan bahwa dirinya tak mungkin terpilih. Apalagi di dalam lubuk hatinya sudah ada nama sang kekasih hati, Aspen.


Tak disangka dan tak pernah terbayangkan, ia terpilih sebagai salah satu dari puluhan gadis yang mewakili provinsi masing-masing. Hancur hatinya meninggalkan pujaan hatinya dan juga tanah kelahirannya.

Tahapan demi tahapan ia lalui, hingga sampailah ia di  persaingan The Elite. Tinggal 5 gadis yang bertahan di kerajaan, menunggu keputusan akhir sang pangeran. Siapa yang akan dipilih menjadi isterinya.

Tak terasa, persaingan di antara kelima gadis itu semakin terasa panas, ditambah pula dengan serangan dari para pemberontak. Masing-masing gadis berusaha menunjukkan kelebihan dan keistimewaannya demi mendapatkan perhatian sang pangeran. Tak terkecuali America, yang tadinya merasa terpaksa dan berat hati mengikuti seleksi, kini malah jatuh cinta pada sang pangeran. Ternyata, cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Itulah mengapa, ia masih bertahan sejauh ini, padahal ia hanyalah seorang gadis dari kasta lima.

Perjalanan menuju singgasana sang putri ternyata penuh liku dan perjuangan. Penuh kebimbangan, antara mempertahankan cinta pertama, atau memilih cinta sang pangeran. Bagai buah simalakama. Masalah semakin rumit, karena sang raja, ternyata tidak menginginkannya. Berkali-kali, sang raja berusaha menyingkirkannya dari istana. Berkali-kali pula sang pangeran mempertahankannya.


Hingga, ia tertangkap basah sedang berdekatan dengan seorang pengawal, yang ternyata adalah cinta pertamanya. Marahlah sang pangeran. Usahanya untuk mempertahankan America agar bisa menjadi isterinya, hancur berantakan. Tak ada lagi kepercayaan yang selama ini susah payah ditegakkan. Nyata sudah, gadis itu masih belum bisa melupakan cinta pertamanya.


America pun hanya bisa berpasrah diri. Segala upaya yang telah dilakukannya selama ini untuk menghalau cinta pertama, dan menerima cinta sang pangeran, sia-sia karena kecerobohannya. Di hari penentuan itu, di antara dua kandidat yang akan terpilih mendampingi sang pangeran, ia hanya berpasrah. Takdir apa yang akan ia terima?

Monday, September 11, 2017

Bingung

Bismillah

Mentari bersinar lembut, pagi ini. Selembut wajahnya yang khas  Jawa. Ramah dan sumeh. Murah senyum pada siapa pun yang dijumpainya. Seperti mentari pagi ini yang lembut menyapa penduduk bumi.


Mita, namanya. Cantik, secantik orangnya. Pagi ini terlihat lebih sumringah dari biasanya. Senyam-senyum seperti baru dapat door prize. Aku pun tak tahan untuk menggodanya. "Hayo ... Habis ketemu pangeran, ya?"
"Ih, Mbak Dyah, bisa aja," serunya dengan wajah merona.
"Tuuuh ... Berarti betul, kan?"
"Iya, tapi aku malah galau, Mbak."
"Lha, kenapa? Bukannya seneng, malah galau. Heran."
Maka, mengalirlah cerita yang membuatnya bahagia sekaligus galau itu.

Telah datang kepadanya, berkali-kali, surat proposal pernikahan. Namun, berkali-kali pula kandas, karena tidak sesuai dengan kriteria yang diajukan oleh sang ibu. Ibunya hanyalah seorang ibu yang biasa saja, yang ingin melihat putri bungsunya bahagia. Bahagia di mata sang ibu, apabila menikah dengan lelaki yang sudah mapan. Memiliki pekerjaan tetap dengan jabatan yang menjanjikan, rumah dan mobil pribadi sebagai bukti fisik.

Sungguh tidak mudah, bukan, mencari lelaki di bawah 30 tahun, dengan kriteria selengkap itu? Kalau yang sudah berumur, mungkin ada. Masalahnya, Mita tidak ingin mempunyai suami yang usianya jauh di atasnya. Ia ingin, suaminya sepantaran dengannya. Semakin rumit saja masalah perjodohan ini. Kriteria yang ditetapkan ternyata jadi mempersulit.


Akhirnya, hanya pasrah yang bisa dilakukan. Pasrah dengan ketentuan Allah. Menunggu dengan sabar. Di saat itulah, datang lagi seorang pangeran berusaha mengetuk pintu hatinya. Ingin membina hubungan serius, menikah. Setelah berkenalan hanya lewat WA, datanglah sang pangeran ke rumah, untuk bersilaturahmi dan berkenalan dengan dirinya dan keluarganya.


Ternyata kunjungan itu sukses. Sang ibu yang selama ini ketat dalam menentukan kriteria, sekarang sudah longgar. Meskipun sang pangeran masih ngontrak dan belum memiliki mobil pribadi, sang ibu tidak keberatan. Tapi muncul masalah lain. Memang, sepertinya, lagi-lagi, masalah ini tidak semulus dan selancar jalan tol. Iya, sih, jalan tol juga lebih sering macetnya, daripada lancarnya. Begitu pula jalan hidup Mita menuju gerbang pernikahan.


Begitu sang ibu sudah memberikan lampu hijau, justru Mita yang sekarang ragu. Dari segi fisik, pekerjaan, akhlak, juga agama, sepertinya tidak ada yang perlu diragukan. Tapi, dari segi fikrah, ternyata mereka berbeda. Cara berpikir yang berbeda, bisa menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Ini bukan perkara gampang. Di satu sisi, keinginan dan kebutuhan akan suatu pernikahan sudah begitu kuat. Di sisi lain, keinginan untuk tetap mempertahankan idealisme yang selama ini dipegang, juga mencengkeram erat. Bingung.


Di sinilah kita, manusia lemah nan dhaif. Sungguh hanya Allah yang Mahakuasa, tempat kita bergantung dan mengadukan segala masalah dan kepenatan hati. Beruntungnya kita menjadi seorang muslim. Bila jalan terlihat buntu dan tak tahu harus ke mana dan apa yang hendak dilakukan, cukup Allah saja yang menolong kita. Cukup Allah saja tempat kita memohon pertolongan.

Di tengah kebingungan dan kegalauan itu, apa yang harus Mita lakukan?
Mudah saja. Laporkan saja semua keruwetan itu kepada Allah yang telah memberikan ujian hidup ini. Maka, segala yang nampak gelap akan menjadi terang. Segala yang nampak kusut akan terurai.

لاحول ولاقوت الا بالله

Tak ada daya dan kekuatan kecuali hanya dari Allah.

Friday, September 8, 2017

Reading Addiction



Bismillah
Membaca, untuk sebagian orang, merupakan aktivitas yang menyenangkan, bahkan melenakan. Namun, tak dapat dipungkiri, masih banyak juga yang alergi dengan aktivitas ini. Jangankan menikmati. Baru mencium bau buku saja, sudah pusing dan mual.
Bagi mereka yang hobi membaca, apalagi yang sudah menjadikannya sebagai sebuah kebutuhan, tidak membaca sehari saja, rasanya seperti orang yang belum makan nasi. Padahal cemilan sudah banyak. Sehingga aktivitas membaca benar-benar menjadi prioritas. Bagaimana dengan mereka yang tidak suka membaca? Apakah itu salah?
Salah? Mungkin tidak. Setiap orang berhak menentukan dan memilih kegiatan atau pun hobi sesuai dengan minatnya. Hanya saja, ternyata membaca bukan sekadar hobi yang hanya dilakukan ketika ada waktu dan kesempatan. Membaca adalah suatu kebutuhan, bahkan menjadi salah satu perintah Allah yang turun sebagai wahyu pertama. Iqro', bacalah!
Setelah kita amati dan rasakan, memang benar adanya bahwa membaca merupakan kebutuhan dasar bagi siapa saja yang ingin bertambah ilmu dan wawasannya. Rasanya sulit membayangkan, orang pintar tapi tidak suka membaca, kan? Bahkan untuk sekadar mencoba sebuah resep baru pun, kita harus membaca dulu, kan?
Nah, berdasarkan dua alasan di atas, sudah sewajarnya dan seyogyanya, kita mulai membiasakan diri untuk membaca. Membaca sesuatu yang bergizi dan bermanfaat. Dimulai dari buku-buku yang 'ringan', hingga ke buku yang lebih serius, bila kita sudah terbiasa.
Bagaimana membiasakan perilaku membaca ini? Gampang. Salah satunya dengan mengikuti program RCO. Reading Challenge One Day One Post. Sebuah program yang mengharuskan kita untuk bisa membaca setiap hari dengan target halaman yang sudah ditentukan. Pertama membaca mungkin agak berat terasa. Tapi beberapa hari berikutnya, kalau tidak membaca, rasanya ada yang kurang lengkap. Dan, kalau sudah asyik membaca, sulit untuk berhenti. Apalagi kalau jalan ceritanya membuat penasaran. Inginnya tidak menutup buku sebelum tahu ending-nya.
Enaknya bergabung di RCO, kita selalu dimotivasi dan diingatkan oleh wali kelas kita. Oya, di RCO ini, ada kelas-kelasnya, lho. Setiap kelas berlangsung kurang lebih 5 pekan. Semakin tinggi kelasnya, tantangannya pun semakin sulit. Tapi jangan khawatir, ada wali kelas yang siap membantu.
Dengan berada dalam komunitas yang sesuai dengan minat atau kebutuhan kita, ternyata dampaknya sangat positif. Saya sendiri, sebelum bergabung dengan RCO, jarang membaca. Tergantung mood dan kesempatan. Kalau sudah capek dan mengantuk, tidur menjadi pilihan utama. Namun sekarang, sengantuk apa pun, membaca harus disempatkan, meskipun hanya memenuhi target minimal halaman yang harus dicapai.
Jadinya, saya merasa sudah kecanduan baca. Gara-gara RCO. Semoga kebiasaan yang baik ini, tidak berhenti meskipun program RCO sudah selesai. Karena membaca benar-benar suatu kebutuhan yang tidak boleh diabaikan. Kalau perut perlu makanan yang bergizi, maka otak pun perlu bacaan yang bermutu.