Wednesday, December 30, 2020

Dilema PTM



Bismillahirrahmanirrahim

Dua pekan terakhir ini, banyak guru yang tidak menikmati liburan karena harus tetap ke sekolah untuk mempersiapkan PTM. PTM atau Pembelajaran tatap muka memang sedang menjadi wacana di Indonesia. Ini semua karena Mas Menteri Pendidikan, Nadiem, telah mengizinkan diadakannya PTM mulai Januari.

Sudah sembilan bulan, sekolah-sekolah melaksanakan PJJ atau pembelajaran jarak jauh terkait adanya pandemi Covid-19. PJJ telah menimbulkan berbagai dampak yang kurang baik sehingga dipandang perlu membuka kesempatan PTM. Di antara dampak yang negatif akibat PJJ adalah semakin banyaknya anak-anak yang kecanduan gadget. Karena belajar online sangat tergantung dengan gadget, hal itu menyebabkan anak-anak semakin lekat dengan benda elektronik yang satu ini.

Maka, ketika Mas Menteri membuka wacana bahwa mulai Januari sekolah sudah boleh melakukan PTM, banyak pihak yang menyambut keputusan ini dengan gembira. Namun, tak dipungkiri, ada juga beberapa kalangan masyarakat yang masih belum setuju dengan keputusan ini.

Di satu sisi, orang tua merasa senang dengan adanya PTM, terutama mereka yang tidak bisa mendampingi anaknya belajar. Dengan adanya PTM, para orang tua ini berharap anak-anak akan bisa lebih fokus lagi dalam belajar karena dibimbing langsung oleh guru-guru yang memang berkompeten dalam pelajaran yang diampu. 

Selain orang tua, para peserta didik pun merasa senang dengan akan diadakannya PTM. Mereka sudah jenuh belajar hanya dengan menatap layar. Tidak bisa bertanya langsung kepada guru bila ada materi yang kurang dipahami, tidak bisa bercanda dengan teman-teman, dan tidak bisa bermain di sekolah.
Tetapi bagi orang tua yang memiliki waktu untuk mendampingi pembelajaran anaknya, merasa PJJ lebih aman daripada PTM. Alasannya, mereka khawatir anak-anak belum bisa disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan klaster baru Covid-19. Kekhawatiran ini semakin membesar dengan adanya penemuan virus baru yang katanya lebih berbahaya daripada Covid-19. 

Meski ada berbagai pro-kontra terkait akan dilaksanakannya PTM, PTM tetap dipandang perlu untuk direalisasikan. Terutama untuk sekolah yang menuntut adanya praktikum, seperti sekolah-sekolah kejuruan. Siswa tidak mungkin dan tidak bisa melakukan praktikum sendiri di rumah karena tidak ada fasilitasnya. Otomatis, mereka harus ke sekolah.

Di samping itu, PTM perlu dilakukan karena PJJ dirasa kurang efektif. Saat PJJ, anak lebih banyak bermain game atau mengakses media sosial daripada mempelajari materi dari guru. Akibatnya, tugas-tugas pun banyak yang diabaikan atau dikerjakan tidak tepat waktu. 

Memang, PTM bukannya tidak mengandung risiko. Namun PJJ pun bukan tanpa risiko. Oleh karena itu, PTM mungkin bisa menjadi solusi yang terbaik dengan beberapa syarat yang harus diperhatikan. Di antaranya adalah semua warga sekolah harus disiplin dalam melaksanakan protokol kesehatan: menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

Dengan mematuhi protokol kesehatan dan juga berbagai peraturan yang telah ditetapkan pemerintah untuk kegiatan PTM nanti, diharapkan para siswa dan guru, juga warga sekolah lainnya tetap sehat. Semoga tidak akan muncul klaster sekolah. Aamiin.


#KelasArtikel
#Tugas1

Tuesday, December 29, 2020

Belajar Editing (1)


Bismillaah


Belajar lagi, lagi, dan lagi. Kali ini belajar tentang editing. Pekerjaan saya di sekolah, selain mengajar, adalah mengedit. Edit soal dan materi rekan-rekan guru dari kelas 1 sampai kelas 6. Selama ini, kemampuan mengedit hanya berdasarkan otodidak. Belajar sendiri dengan memahami PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) dan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Tak punya background pelatihan atau kursus editing. Maka, saat ada kelas belajar editing, tentu ini kesempatan emas yang tak boleh dilewatkan.


Pematerinya adalah seorang editor berpengalaman dari sebuah penerbit yang sudah menasional juga. Oleh karenanya, ilmu yang saya peroleh pun sangat luar biasa bermanfaat. Saya jadi banyak mendapatkan ilmu baru. "Oo ... mengedit tuh, seperti itu, to?"

Berikut materi yang disampaikan oleh Kak Jarwati dalam Kelas Belajar Editing yang diadakan KMOClub.



Editor itu makhluk apa sih?

edi.tor
(n) orang yang mengedit naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan dalam majalah, surat kabar, dan sebagainya; pengedit; penyunting

pe.nyun.ting
 (n) orang yang bertugas menyiapkan naskah siap cetakn 
 (n) orang yang bertugas merencanakan dan mengarahkan penerbitan media (massa) cetak
 (n) orang yang bertugas menyusun dan merakit film atau pita rekaman

Jadi, editor sama dengan penyunting.

Jenis-jenis editor:

Saat mengedit naskah, secara garis besar akan melewati 3 tahapan berikut: 

1. Editing mekanik, tugasnya ialah untuk memperbaiki dan memeriksa naskah dari segi bahasa, tanda baca dan pemilihan kata menurut gaya selingkung suatu perusahaan penerbitan. 
2. Editing substantif, jenis editing ini bertugas dalam memperbaiki dan memeriksa isi atau konten sesuai dengan bidangnya.
3. Editing materi visual/ Pictorial editing, jenis ini tugasnya ialah untuk memperbaiki dan memeriksa ilustrasi atau gambar pada naskah.

Editor berfokus pada tujuh hal berikut:

1. keterbacaan (readablity) dan kejelahan (legibility) dari segi perwajahan dan tipografi pada naskah yang sudah didesain (pruf);
2. ketaatasasan dari segi konsistensi penerapan kaidah-kaidah pada gaya selingkung (house style) penerbitan;
3. kebahasaan dari segi ejaan, tata bahasa, dan perjenjangan usia;
4. kejelasan gaya bahasa (ketedasan) dari segi kemudahan naskah untuk dipahami;
5. ketelitian data dan fakta dari segi akurasi, validitas, dan relevansi;
6. kepatuhan hukum (legalitas) dan kepatutan dari segi penghormatan terhadap hak cipta orang lain dan penghindaran konten berbahaya;
7. ketepatan rincian produksi dari segi spesifikasi produk yang akan diterbitkan.

1. Mencari naskah
mencari naskah yang potensial untuk diterbitkan. Potensial berdasarkan tema, nama penulis, komunitas, dll

2. Mengurasi naskah yang masuk ke redaksi
mengurasi naskah dari naskah-naskah yang masuk ke redaksi. Editor akan melakukan review naskah sebelum naskah diajukan untuk diterbitkan di rapat redaksi.

3. Memastikan keabsahan naskah
harus memastikan keabsahan naskah terutama terkait originalitas naskah.

4. Editing
melakukan editing naskah mulai dari konten, tata bahasa, fakta, data, dll.

5. Melakukan pekerjaan pra-produksi
memastikan naskah OKE dan tidak ada kesalahan baca, letak, layout, cover, harga jual, dan pra-marketing - marketing berjalan lancar dan siap cetak

6. Memastikan naskah terbit
melakukan koordinasi dengan marketing bahwa naskah sudah selesai cetak dan siap terbit. Koordinasi dengan penulis juga bahwa naskahnya sdh terbit (hendaknya juga diskusi marketing buku ke depannya).

Namun, secara garis besar tugas editor itu adalah:

“Pada dasarnya, tugas seorang penyunting naskah adalah membuat sebuah naskah dapat dibaca. Akan tetapi, bukan hanya itu. Seorang penyunting naskah pun harus dapat membuat naskah itu enak dibaca.” (Buku Pintar Penyuntingan Naskah, Pamusuk Eneste: Hlm. 41)

Channel Kelas Ngedit Naskah KMO Indonesia Batch 5:
Di dalam perusahaan penerbitan, editor merupakan jantung perusahaannya. Kami di redaksi yang menentukan jalannya produksi. Oleh karena itu, ada syarat-syarat saat kita akan menjadi editor:

1. Memiliki kepekaan bahasa
2. Memiliki pengetahuan yang luas
3. Sabar dan teliti
4. Memiliki kepekaan terhadap sara dan pornografi
5. Memahami kode etik penyuntingan naskah
6. Mudah bergaul (gampang cair sama orang dan komunikatif tentunya)
7. Memiliki kemampuan menulis
8. Menguasai bidang tertentu
9. Menguasai bahasa asing

Penjelasan singkat seperti ini ya, teman-teman ...

1. Memiliki kepekaan Bahasa (jangan hanya peka sama dia aja ya ☺️)
Seorang editor dituntut memiliki kepekaan bahasa. Kita harus tahu mana kalimat yang kasar dan kalimat halus; kalimat yang luwes dan yang kaku; serta kalimat yang kurang tepat dan kalimat yang seharusnya dipakai.

2. Memiliki pengetahuan yang luas
Seorang editor tidak boleh malas meng-update informasi. Semakin banyak pengetahuan seorang editor, maka semakin matang hasil editannya. Hal ini berarti seorang editor haruslah banyak membaca, membaca, dan membaca agar editor paham jika ada data atau fakta di dalam naskah yang kurang tepat.

3. Sabar dan teliti (sama dia bisa sabar kan, sama naskah harus lebih sabar lagi 👌)
Saat melakukan penyuntingan naskah, editor harus bolak-balik mengecek naskah tersebut sebelum akhirnya siap cetak dan terbit. Pertama editor melakukan review naskah untuk proses kurasi, lalu editing. Setelah dilayot, editor harus mengecek lagi tata letak dan pemenggalan kata dan suku kata, juga termasuk nilai estetiknya layout. Proses ini dinamakan pruf. Cek lagi bisa sampai 3x pruf baru kemudian ACC isi dan siap cetak. 

Bayangkan ini: 1 naskah bisa 2-3 bulan prosesnya dari edit sampai cetak. Padahal mungkin editor juga ada target terbit per bulan, misalnya 3-4 naskah. 😎 

Jangan khawatir, jadi editor itu mengasyikkan kok. Yakin!

4. Memiliki kepekaan terhadap sara dan pornografi
Seorang editor harus tahu kalimat mana yang layak terbit dan tidak, kalimat yang perlu diubah konstruksinya, ataupun kata yang perlu diganti dengan kata lain.
Dalam hal ini, editor harus peka terhadap hal-hal yang berbau SARA karena jika sampai kelolosan bisa berakibat fatal ke depannya.

5. Memahami kode etik penyuntingan naskah
Misalnya, editor harus bisa tetap mempertahankan gaya bahasa penulis asli, editor tidak boleh membuka rahasia naskah asli yang pernah diedit tanpa izin penulisnya, editor harus mengonsultasikan hal-hal yang akan diubah dalam naskah, dan lain-lain.

6. Mudah bergaul
Seorang editor tak hanya bekerja di depan komputer dan tenggelam di dalam kamus, tapi juga harus keluar mencari naskah dan bertemu dengan penulis atau calon penulis. Ada baiknya jika editor bersikap luwes dan open minded.

7. Memiliki kemampuan menulis
Editor yang mempunyai kemampuan menulis biasanya akan lebih luwes dalam menyunting naskah. Dia bisa menyarankan teknik menulis yang lebih bagus, misal ada sudut pandang yang perlu diubah, setting yang harus diperjelas, referensi yang harus ditambahkan, dan seterusnya.

8. Menguasai bidang tertentu
Alangkah baiknya jika seorang editor buku juga menguasai salah satu bidang ilmu tertentu, misalnya editor ekonomi dan bisnis harus menguasai naskah yang disuntingnya.

9. Menguasai bahasa asing
Seorang editor buku perlu menguasai bahasa asing, paling tidak bahasa Inggris karena dalam menyunting naskah, seorang editor akan berhadapan dengan istilah-istilah asing. Selain itu, tidak jarang editor akan menyunting naskah luar negeri untuk diterjemahkan ke dalam Bahasa.

Kita harus paham bahwa editor bukanlah penulis. Jadi, kita tidak bisa seenaknya sendiri mengedit naskah tanpa sepengetahuan penulis; dalam hal ini makna dan kandungan isi naskah ya. Batasan-batasan editor adalah membuat naskah lebih enak dibaca dan dipahami pembaca.

Monday, December 28, 2020

Si Cokelat Penyelamat


Bismillaah


Tinggal di pondok, bagi anak yang normal, mungkin tak terlalu mencemaskan. Mereka bisa survive dengan fasilitas yang diberikan oleh pihak pondok. Tapi buat anak yang tak mau makan nasi? Sungguh membuat khawatir dan kepikiran tiada henti.


Salah seorang anak saya tidak mau makan nasi sejak kecil. Nasi dalam bentuk dan warna serta rasa apa pun, dia tidak mau. Kecuali satu, kue kering yang diolah dari nasi yang dikeringkan, lalu digoreng dan diberi gula. Itu saja. Mana ada gizinya?


Saat di rumah, keadaan itu tak terlalu merisaukan hati karena di rumah ada alternatif makanan yang bisa disantapnya. Ada kentang, donat, roti, ikan atau ayam goreng, dan lain-lain.


Tapi saat di pondok? Pihak pondok tidak ingin membeda-bedakan antara satu santri dengan santri lainnya. Begitu pun dalam hal menu makanan. Hanya satu jenis menu yang disediakan: nasi dan lauk-pauk. Tak ada roti atau pun donat, apalagi kentang goreng. Alhasil, anak saya hanya makan makanan instan. Sereal, biskuit, kadang-kadang mie instan. 


Sebagai seorang ibu, saya tentu khawatir dengan kesehatannya, bila makanan yang dikonsumsi hanya seperti itu. Sayur yang disediakan pondok pun tak menggugah seleranya. Otomatis hanya makanan kering itu yang menjadi menunya sehari-hari.


Alhamdulillaah, Allah menyediakan makanan sehat namun tahan lama. Kurma. Selain menyehatkan karena mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan tubuh, kurma juga dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Tidak seperti buah pada umumnya, yang hanya bisa bertahan beberapa hari, kurma bisa bertahan selama berbulan-bulan. 


Di balik warna cokelat itu terkandung banyak zat gizi yang diperlukan oleh tubuh kita. Kurma mengandung:
  • Kalori: 281 kcal per 100gr
  • Lemak total: 0.03 gr
  • Karbohidrat total: 5.33 gr
  • Serat: 0.6 gr
  • Gula: 4.5 gr
  • Protein: 0.17 gr
  • Vitamin B6: 0.012 mg
  • Zat besi: 0.07 mg
  • Magnesium: 3 mg
  • Potassium: 47 gr.

Begitu lengkapnya nutrisi di dalam sebuah kurma, sehingga hanya dengan mengonsumsinya saja, insyaaAllah kebutuhan nutrisi harian kita sudah tercukupi. Meskipun tidak makan nasi sekalipun. MasyaAllah.


Karena kandungan gizinya yang sangat lengkap, membuat kurma memiliki banyak manfaat. Mengutip dari laman m.klikdokter.com, manfaat kurma antara lain:
1. mencukupi kebutuhan gizi dan kalori
2. melancarkan sistem pencernaan
3. mencegah penyakit kronis seperti seperti penyakit jantung, kanker, diabetes, dan alzheimer
4. menstabilkan gula darah dan pengganti gula yang sehat
5. membantu melancarkan proses persalinan normal
6. jadi menu tambahan dalam diet
7. mengganti elekrolit tubuh yang hilang
8. meningkatkan kesuburan
9. mencegah anemia
10. melindungi tubuh dari peradangan.


MasyaAllah, sungguh luar biasa buah kurma ini. Kecil, tapi kaya manfaat. Rasanya pun manis. Enak di mulut. Anak-anak pun suka. Alhamdulillaah, dengan adanya si cokelat ini, jadi berkurang rasa khawatir saya. InsyaaAllah kebutuhan nutrisi anak yang tidak doyan nasi ini tetap tercukupi hanya dengan mengonsumsi kurma. Alhamdulillaah 'alaa kulli hal. Terima kasih ya Allah.







Wednesday, December 23, 2020

Akhirnya

Bismillaah


Hampir empat tahun saya belajar menulis lagi dengan bergabung di grup ODOP (One Day One Post). Dengan tantangan menulis setiap hari, ternyata tanpa disadari, semakin mengasah kemampuan menulis saya. 


Setelah menulis setiap hari, saya pun ditantang untuk mengirim naskah ke media cetak dan elektronik. Alhamdulillaah, beberapa tulisan saya dimuat dan honor pun mengalir ke rekening. 


Selain di ODOP, saya pun mulai belajar di komunitas lain bersama Bu Ida Nur Laela dan Pak Cahyadi Takariawan. Di sana, saya berhasil membuat buku antologi JCA (Jejak Cinta Ananda) dan sekarang sedang proses menerbitkan buku solo perdana, serta buku antologi bersama teman-teman di API (Angkringan Penulis Indonesia).


Dan, akhirnya, saya memberanikan diri untuk mengikuti lomba menulis cerpen yang diadakan oleh BPKK DPD Bekasi. Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga Dewan Pimpinan Daerah Bekasi. 


Waktu itu, saya mengirim naskah sudah mendekati deadline. Saya mengirim ke penanggung jawab melalui WhatsApp dan melalui email juga. Yang melalui WhatsApp, saya perhatikan kok, belum dibaca juga. Tapi saya tetap berhusnudzon, mungkin belum sempat.


Sampai kemarin, tanggal 20, Bu Dani, seorang teman yang juga ikut lomba, mengirim link untuk bergabung di grup peserta lomba. Dan, ternyata ....
Ternyata, naskah saya yang via WhatsApp, salah kirim! Memang nama yang saya kirimi sama dengan nama penanggung jawab. Tapi, ternyata beda orang. Dan, ternyata juga, naskah yang saya kirim via email, tidak ada profil penulisnya. Hal inilah yang membuat panitia tidak menghubungi saya. Syukur alhamdulilah, Bu Dani memberikan link ke saya.


Hati ini sempat berkecil hati, rasanya tidak akan menang, mengingat proses pengiriman naskah yang seperti itu. Ditambah lagi, saya juga baru mengisi form pendaftaran. 


Tapi saya yakin ada tangan Allah yang berkuasa melakukan apa pun, bahkan hal yang mustahil sekali pun. Maka, dengan niat ingin mendapatkan hadiah pertama supaya bisa beli laptop buat Nisa, saya pun menguatkan doa kepada Allah. Saya berusaha meyakinkan diri bahwa saya bisa menang atas izin Allah.


Tanggal 22 Desember 2020 kemarin, waktunya pengumuman sekaligus acara BPKK. Sejak pukul 9, saya sudah join zoom, meskipun disambi dengan pekerjaan lain. Sambil terkantuk-kantuk, saya tetap setia menunggu pengumuman.


Akhirnya, alhamdulillaah wa syukurillah, saya mendapat juara ketiga. Walaupun tidak sesuai harapan, tapi saya sangat bersyukur. Dan saya sangat yakin, ini adalah sebuah bentuk belas kasih Allah, bukan karena naskah saya yang bagus atau layak menang. Bersaing dengan 65 peserta, bukan lah hal yang mudah. Maka, bila tanpa kehendak Allah, hal ini sangat sulit terjadi.


Ternyata bukan hanya itu nikmat yang diberikan Allah kepada saya hari itu. Sebelumnya, saya pun dinyatakan lulus dalam challenge KLIP (Kelas Literasi Ibu Profesional). Di sini, kami ditantang untuk menulis selama setahun, dengan beberapa ketentuan. Saya yang masih belum konsisten menulis setiap hari, ternyata bisa lulus! 


Alhamdulillaah, terima kasih ya Allah. Semua ini membuat saya semakin bersemangat untuk segera menyelesaikan buku perdana dan semakin memantapkan hati bahwa saya adalah seorang penulis. Ya, saya adalah penulis. Semoga tulisan saya menjadi amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir hingga yaumil akhir. Aamiin yaa rabbal'aalamiin.





Friday, December 18, 2020

Mengenangmu

Bismillaah


Kemarin, Kamis, 17 Desember 2020, adalah hari pembagian rapor. Pada hari sebelumnya, saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya di ruang kelas yang selama enam bulan ini saya tinggalkan. Karena letak ruang kelas yang berada di lantai tiga, di ujung koridor pula, membuat saya enggan menempatinya selama PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Saya memilih ruang lain di lantai bawah bergabung dengan guru-guru yang lain.


Kemarin, saat kembali duduk di kursi guru yang sudah lama tidak saya tempati, ada rasa pilu menyelinap di relung hati. Sambil memandangi meja siswa yang berderet rapi, membayangkan para siswa duduk di sana. 


Ah, sembilan bulan sudah pandemi ini berlangsung. Sembilan bulan pula, saya sebagai guru online. Berbeda sekali rasanya dengan mengajar secara offline. 


Tak hanya letih dan jenuh yang saya rasakan dengan BDR (belajar dari rumah) ini. Letih karena harus menyiapkan materi pelajaran yang tentunya lebih rumit. Letih karena harus mengoreksi pekerjaan siswa menggunakan laptop atau gawai. Jenuh karena saat mengajar hanya bisa menatap wajah siswa di layar. 


Kerinduan ternyata telah memuncak menggunung menyesak di dada. Rindu mendengar gelak tawa mereka. Rindu celoteh manja mereka. Rindu negosiasi mereka menawar tugas agar lebih sedikit. 
Ah, rindu dengan segala tingkah polah mereka yang menggemaskan dan kadang menguji kesabaran. 


Saat menulis ini pun, air mata mulai menggenang. Sedih, memendam rindu yang tak tahu sampai kapan akan berakhir. Hanya kepada Allah harapan dan doa tak henti dilangitkan, agar pandemi segera berakhir. Agar saya bisa menjadi guru yang seutuhnya lagi. 


Karena, mengajar bukan hanya masalah mentransfer ilmu. Namun, bercengkerama, berdiskusi, saling berbagi cerita dan pengalaman, adalah bagian yang tak bisa saya dapatkan ketika PJJ. Memang, selama pembelajaran daring, saya masih bisa memandang wajah-wajah polos mereka, masih bisa berdiskusi. Tetapi, kendala sinyal sering nengganggu kenyamanan. Belum lagi keterbatasan waktu karena harus bergantian dengan guru lain. 


Bagaimana pun, saya bersyukur masih bisa melihat dan bercakap-cakap dengan mereka, dengan segala keterbatasan. Semoga saya bisa segera bertemu mereka dan mengajar seperti dulu lagi. Karena hanya dengan mengajar dengan tatap muka, saya merasakan kepuasan tersendiri sebagai guru.

I love you all, and miss you 😭😭