Friday, December 20, 2019

Bangga Sekaligus Malu



Bismillaah


Berada dalam sebuah komunitas yang sesuai dengan passion kita dan memberikan banyak manfaat untuk kita, adalah sebuah anugerah terindah dari Allah. Bersyukur karena hingga detik ini,  Allah selalu mengizinkanku untuk berada di sana. Salah satu komunitas yang sangat bermanfaat bagiku adalah komunitas literasi One Day One Post (ODOP).


Menjadi bagian dari ODOP merupakan kebanggaan tersendiri bagiku. Di sana banyak teman yang sangat luar biasa. Mereka adalah orang-orang hebat yang kehebatannya tidak ingin dinikmati sendiri. Mereka sangat suka berbagi, sangat ingin teman yang lain pun bisa mengikuti kehebatannya, sangat ingin teman yang lain pun merasakan kesuksesan. Mereka juga saling memotivasi dan menginspirasi.


Di sisi lain, aku merasa malu. Malu karena aku belum bisa seperti mereka. Malu karena aku belum bisa menulis setiap hari, padahal aku berada dalam komunitas One Day One Post! Malu karena aku belum bisa menyumbangkan apa pun untuk komunitas dan juga teman-teman di sana. Malu karena aku hanya bisa menerima, tapi tak bisa memberi. Malu ....

Aku hanya bisa berdoa, semoga Allah membalas semua kebaikan teman-teman di sana dengan kebaikan yang jauh lebih baik. Semoga One Day One Post semakin berkembang dan semakin banyak memberikan manfaat untuk generasi muda Indonesia, khususnya dalam bidang literasi. Aamiin ya rabbal'aalamiin.
Jazakumullahu khairan katsira teman-teman. Hanya Allah sebaik-baik pemberi balasan.

Monday, October 28, 2019

Ah Tenane-ku


Bismillaah


Ah Tenane adalah salah satu rubrik yang ada di koran Solopos. Rubrik ini berisi tentang cerita-cerita lucu dengan tokoh Jon Koplo, Tom Gembus, Lady Cempluk, dan Genduk Nicole. Bila kita mengirim cerita lucu yang kita alami, maka nama tokohnya harus diganti dengan nama-nama tersebut di atas.



Alhamdulillah, beberapa tulisan saya bisa tembus rubrik ini. berikut ini beberapa tulisan saya.

1. Pilihan Sang Cucu

Pagi itu, 17 April 2019, Lady Cempluk sudah berdandan rapi, layaknya kalau mau pergi kondangan. Cucunya, Tom Gembus, yang sudah didandani dengan rapi pula bertanya, “Kita mau ke mana Mbah? Kondangan, ya?”  
“Iya, kita mau kondangan Pemilu,” jawab Lady Cempluk sambil tersenyum. Cucunya yang satu itu selalu bersemangat bila dengar kata “kondangan”. Dalam pikiran anak kecil itu, kondangan berarti makan-makan, banyak kue, dan es krim.



Dengan semangat, Tom Gembus berjalan tegap di samping neneknya. Sesampainya di TPS, Tom Gembus celingukan. “Ini kondangannya, Mbah? Kok … nggak ada pengantinnya? Nggak ada makanan juga?”
“Le, ini namanya kondangan Pemilu. Kita ke sini mau nyoblos,” kata Lady Cempluk sambil menunjuk gambar calon presiden dan calon legislatif yang terpampang di samping pintu masuk TPS.
“Ooo … kita mau nyoblos presiden, ya Mbah?” Tanya Tom Gembus sambil manggut-manggut.
“Iyo, Le. Kita duduk situ dulu, yuk, sambil nunggu dipanggil,” ajak Lady Cempluk.
“Lady Cempluk!” terdengar suara panitia KPPS memanggil namanya. Sambil menggandeng cucunya, Lady Cempluk berjalan ke bilik suara. Pertama, ia buka kertas suara untuk memilih presiden. Sejak tadi malam ia sudah bertekad untuk mencoblos presiden pujaan hatinya. Ia sudah memantapkan hati dengan pilihan itu.



Namun saat tangannya yang memegang paku siap mencoblos capres pilihannya, Tom Gembus berteriak, “Jangan yang itu, Mbah! Yang ini aja,” teriaknya sambil menunjuk gambar capres satunya.
“Yang ini aja, Le. Simbah suka sama yang ini,” bujuk Lady Cempluk pada cucunya.
“Nggak mau! Aku maunya yang ini!” seru Tom Gembus dengan nada serak hendak menangis. Kebiasaannya bila tidak dituruti kemauannya, ia akan mengeluarkan jurus andalannya. Menangis.
“Waduh, piye iki?” batin Lady Cempluk bingung. Terus-terang ia tak mau hanya gara-gara itu cucunya menangis. Repot, nanti. Ya sudah. Mau tak mau, demi sang cucu, Lady Cempluk mencoblos gambar presiden pilihan Tom Gembus, bukan pilihan hati nuraninya. Demi nyenengin cucu.


(Untuk tulisan ini, redaksi Solopos mengadakan perubahan sedikit dari naskah asli saya.)



2. Kirain Gula, Ternyata ...


Hari Raya Idul Fitri selalu disambut dengan suka cita oleh seluruh umat Islam di dunia. Begitu pun di keluarga Lady Cempluk. Mereka sangat bersemangat dalam menyambut Lebaran. Tidak hanya menyiapkan baju baru, mereka pun menyiapkan hidangan untuk disajikan kepada para tamu yang akan mengunjungi rumah mereka. Salah satu menu yang mereka persiapkan saat bulan Ramadan adalah kue kastangel. Kue kering yang rasanya asin karena memang bahan utamanya adalah keju ini, merupakan salah satu kue favorit keluarga mereka.



Lady Cempluk dibantu oleh Genduk Nicole, putri semata wayangnya, tampak asyik mencampur adonan. Satu demi satu bahan kue dicampur dan diaduk menggunakan mixer. “Tambahkan gulanya, Nduk!” perintah Lady Cempluk kepada Genduk  Nicole.
“Yang ini, Bu?” tanya Genduk Nicole memastikan, karena kalau salah bisa berabe.
“Iya,” jawab ibunya sambil terus mengaduk.



Setelah proses membuat adonan dan mencetak kue selesai, dipangganglah kue itu selama beberapa menit. Setelah matang, mereka tidak langsung mencicipi karena sedang puasa.
Pada sore harinya, saat berbuka puasa, Genduk Cempluk penasaran ingin mencicipi kue yang telah dibuatnya.
“Hah! Asin banget!” serunya sambil meringis keasinan.
“Masak, sih? Kok bisa?” kata Lady Cempluk sambil mengigit kastangel yang telah mereka buat tadi pagi. “Iya, asin banget! “Kenapa, ya, Nduk? Perasaan tadi resepnya sudah benar ya? Bahan-bahannya juga sudah tepat sesuai takaran.”
“Sebentar, Bu,” seru Genduk Nicole sambil berlari ke dapur. Tak berapa lama, ia muncul sambil membawa sekantong plastik berisi gula. “Tadi, Ibu nyuruh saya masukin gula ini, kan?”
“Iya. Terus kenapa? Ada yang salah?” tanya Lady Cempluk kebingungan.
“Ternyata ini garam, Bu,” seru Genduk Nicole sambil menjilat benda yang dikira gula itu.
“Astaghfirullah ... oalaaah. Lha kok lembutnya sama seperti gula, ya? Aduh, nggak jadi makan kastengel deh. Lha wong uasine koyo ngene.”





3. Emang Nggak Dikunci?


            Malam itu  malam Minggu, rumah Tom Gembus anak Pak RT 12, ramai dengan anak-anak muda yang menghabiskan malam dengan ngobrol atau main catur. Malam itu mereka begadang sampai larut. Karena kelelahan, setelah teman-temannya pulang, Tom Gembus langsung terkapar di lantai dapur. Terlelap.


            Menjelang subuh. “To, bangun, To! Tidur kok di dapur, kamu itu! Bangun! Tivinya hilang! Kipas angin juga!” teriak Bu RT membuat Tom Gembus kaget dan terbangun.
            Waduh, kita kemalingan! Maling! Maling!” teriak Tom Gembus heboh.
Ngapain kamu teriak-teriak begitu? Malingnya udah pergi dari tadi. Mendingan kamu lapor  ke Pak RT sana!” perintah Bu RT.
“Lha, Pak RT-nya kan, Bapak? Bapak kan, sedang keluar kota, Bu,” jawab Tom Gembus sambil menahan tawa.
“Oh iya, ya. Kalo gitu, lapor ke Pak RW!”
            Tom Gembus pun pergi ke rumah Pak RW.


“Assalamu’alaikum Pak RW! Rumah saya kemalingan, Pak!” teriak Tom Gembus dari depan rumah Pak RW.
“Siapa itu?” Tanya sebuah suara laki-laki dari dalam rumah. Suaranya yang serak menandakan kalau si empunya baru bangun tidur.
 “Tom Gembus, Pak!” jawab Tom Gembus masih dengan berteriak. Terlihat pintu dibuka dan keluarlah seorang laki-laki.
“Tom Gembus-nya Pak RT?”
“Iya Pak. Rumah saya kemalingan, Pak,” jelas Tom Gembus kepada laki-laki tersebut yang ternyata Pak RW.
“Kok bisa? Emang nggak dikunci?” Tanya Pak RW lagi.
“Dikunci, Pak.”
“Ayo, kita ke rumahmu,” ajak Pak RW.


            Sesampai di rumah, Tom Gembus dan ibunya menjelaskan barang apa saja yang dicuri. Belum selesai mereka bicara, tiba-tiba Jon Koplo, anak Pak RW datang. “Pak, disuruh pulang sama Ibu!” kata Jon Koplo.
“Kenapa? Bapak kan lagi ngurusin rumah Pak RT yang kemalingan,” gusar Pak RW dengan permintaan anaknya.
“Kata Ibu, ngapain ngurusin rumah orang. Rumah sendiri aja kemalingan,” lanjut Jon Koplo.
“Hah? Rumah kita kemalingan juga?” seru Pak RW tak percaya. Pak RW pun bergegas ambil langkah seribu, meninggalkan Tom Gembus dan ibunya yang terbengong-bengong. Pak RW kemalingan juga? Aneh, kenapa para pejabat kampung mereka yang kemalingan dalam waktu bersamaan?


            Siangnya, selesai salat Dzuhur di musala, Tom Gembus melihat Pak RW berjalan keluar musala sendirian. “Pak RW kemalingan juga?” Tanya Tom Gembus basa-basi.
“Iya,” jawab Pak RW pendek. Rupanya beliau masih pusing dan tak habis pikir. Dalam waktu bersamaan, dua rumah kecurian, dan sama-sama pejabat di lingkungan tempat tinggal mereka. “Emang nggak dikunci?” Tanya Tom Gembus lagi yang langsung dibalas oleh Pak RW dengan tonjokan pelan di kepalanya. “Satu sama!” teriak Tom Gembus sambil lari menjauh, takut ditonjok lagi oleh Pak RW.


            Melihat Tom Gembus lari menjauh, Pak RW hanya geleng-geleng kepala. Dasar anak zaman now.

Saturday, October 26, 2019

Terjadi Sungguh-Sungguhku




Bismillaah


Alhamdulillaah, keputusanku untuk bergabung di OTM; ODOP Tembus Media membuahkan hasil. Salah tiganya adalah artikel Tejadi Sungguh-Sungguh yang dimuat di Koran Merapi, Yogyakarta. Sayangnya, aku tidak tahu kapan tanggal dimuatnya karena memang tidak berlangganan. Tiba-tiba saja ada wesel datang ke rumah. Selamat menikmati.


1.

Teman saya, sebut saja namanya Syahrini,  perempuan asli Betawi yang menikah dengan seorang lelaki dari Cilacap, Jawa Tengah. Saat pertama kali pulang lebaran ke Cilacap, Syahrini sempat dibuat malu karena ketidaktahuannya. Selesai salat Idul Fitri, biasanya para kerabat dan tetangga saling bersalaman sambil mengucapkan “Sugeng Riyadi”. Nah, saat Syahrini diajak bersalaman dan mereka mengucapkan “Sugeng Riyadi”, ia tidak menjawab dengan kalimat yang sama, tapi malah menyebutkan namanya “Syahrini”.  Sugeng riyadi ...  Syahrini. Sugeng riyadi ... Syahrini.




2.

Di Boyolali, ada sebuah warung nasi goreng yang menggunakan arang sebagai bahan bakar untuk menggoreng nasinya. Alhasil, waktu yang digunakan untuk memasak lebih lama daripada menggunakan kompor gas. Mungkin berkaitan dengan lamanya pelanggan menunggu nasi gorengnya matang, warung itu bernama “Sabar Menanti”.  Dan memang benar. Saat saya mampir ke warung tersebut, saya harus sabar menanti nasi goreng saya siap. Padahal perut sudah minta segera diisi.




3.

Kita biasa menjumpai seseorang yang jijik dengan sesuatu, misalnya kecoa, cacing, atau ulat. Ada juga teman saya yang merasa jijik bila melihat karet gelang atau peniti. Reaksi dari rasa jijik itu bermacam-macam. Ada yang hanya merasa merinding, pusing, atau mual. Orang yang biasa jijik dengan hal-hal tertentu tersebut biasanya dari kalangan perempuan. Tapi ternyata laki-laki juga ada, meski sangat jarang. Suami teman saya, merasa sangat jijik bila melihat kancing yang belum terpasang di pakaian. Karena begitu jijiknya melihat kancing, dia tidak hanya merinding, tetapi  juga sampai muntah-muntah.

Sunday, September 8, 2019

Stretching

Bismillaah

Kurang lebih sudah dua bulan ini saya menempati kelas baru di lantai 3. Wah, terasa sekali perjuangan saya untuk mencapai lantai 3. Belum lagi kalau harus mengajar di lantai bawahnya. Dalam sehari minimal 3 kali saya naik turun ke lantai 3. Mengingat usia yang tidak muda lagi, badan sungguh luar biasa rasanya. Setiap pulang ke rumah, pegal-pegal semua badan. Kalau biasanya badan akan terasa fresh kembali setelah tidur malam, ini malah terasa semakin pegal dan linu. Padahal pagi harinya akan melakukan aktivitas yang sama seperti kemarin. Alhasil, kelelahan dan kepenatan semakin menumpuk.

Kalau dengan tidur saja tidak bisa menghilangkan rasa pegal dan linu, lalu apa yang harus saya lakukan?
Iseng-iseng, saya melakukan peregangan seperti mau berolahraga. Tapi itu hanya sekali saya lakukan. Dan, pegal-linu itu masih setia di tubuh saya. Saya tidak bisa membiarkan keadaan ini karena saya akan naik turun tangga setiap hari. Saya tidak boleh kalah dengan rasa pegal-linu ini.

Saya terus berpikir untuk mencari solusi. Saya juga tidak malu bertanya kepada teman-teman. Salah satunya Bu Ida. Salah duanya, Bu Lita. Mengapa saya bertanya kepada mereka berdua? Karena mereka mantan atlet bela diri, jadi pasti pernah merasakan apa yang sedang saya alami saat ini.

Solusi yang diberikan Bu Ida, saya harus melakukan stretching. Stretching? Saya pernah mendengar kata ini. Tetapi saya belum tahu pasti apa artinya. Ternyata, menurut penjelasan Bu Ida, stretching itu seperti pemanasan yang kita lakukan kalau mau berolahraga atau berenang. Tujuannya agar badan tidak terasa kaku dan terhindar dari kram saat olahraga atau renang. Ternyata stretching ini berguna juga untuk mengurangi bahkan menghilangkan pegal-pegal. Sedangkan menurut Bu Lita, saya harus melakukan sit-up. Tujuannya sama, agar badan tidak terasa kaku dan peredaran darah lancar.


Sampai di rumah saya langsung mempraktikkan saran Bu Ida. Saya duduk di lantai dengan kedua kaki lurus ke depan. Saya bungkukkan badan sembari kedua tangan memegang kedua ibu jari kaki. Otot punggung dan otot kaki terasa ditarik. Memang sedikit sakit, tetapi saya tahan. Setelah beberapa saat, saya lanjutkan dengan membungkuk-bungkukkan badan berusaha menyentuh lutut. Rasanya semakin sakit. Setelah itu, badan terasa lebih nyaman, otot-otot tidak kaku lagi. Keesokan harinya, alhamdulilah wa syukurillah, rasa pegal-linu mulai berkurang. Badan terasa lebih segar. Terima kasih Bu Ida. Jazakillahu  khairan katsira. Untuk saran Bu Lita belum saya praktikkan karena perlu bantuan orang lain. Semoga lain kali bisa terlaksana karena bagus juga untuk mengurangi lemak perut.


#setetes ilmu berjuta makna
#gurukehidupanku



Wednesday, April 24, 2019

Indahnya Kebersamaan



Bismillaah


Hari ini adalah hari terakhir USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) tingkat SD. Di saat siswa-siswi kami sedang berkutat dengan soal-soal IPA, kami, para guru pun sibuk dengan aktivitas masak-masak. Ya, hari ini seluruh guru dan karyawan Al Hidayah Islamic School bahu-membahu menyiapkan makan siang sendiri. Biasanya kami tinggal pesan, maka makan siang sudah diantar ke sekolah dan siap disantap. Kalau pun ada masak-masak, biasanya yang memasak dan repot di dapur adalah karyawan pantry. Kami tinggal menikmatinya saja.

Kesibukan memasak dimulai bertepatan setelah para siswa masuk ke ruang ujian. Dari OB (office boy) dan security hingga kepala sekolah, tak ada bedanya. Semua mendapatkan tugas. Ibu-ibu menyiapkan nasi liwet, tahu-tempe goreng, bakwan, sayur urab, dan lalapan. Tak ketinggalan tentunya, sambal terasi dan dabu-dabu pelengkap ikan bakar. Sementara bapak-bapak membakar ikan dan ayam. Karena dikerjakan bersama-sama, suasana menjadi seru dan tidak terasa lelah.

                    Sambal dabu-dabu

Ada menu baru yang masih asing di telinga saya yaitu sambal dabu-dabu. Konon sambal ini merupakan salah satu makanan khas daerah Makasar. Sambal ini sebagai pelengkap ikan bakar. Maka menu makanannya disebut ikan dabu-dabu. Cara membuat sambal ini cukup sederhana, nggak pakai ribet. Bahan-bahan yang diperlukan adalah cabe rawit, cabe merah keriting, tomat hijau, tomat merah, bawang merah, jeruk nipis, dan minyak goreng. Bahan-bahan selain jeruk nipis dan minyak goreng dipotong dadu, kira-kira seukuran 1 cm. Lalu diberi perasan air jeruk secukupnya. Setelah itu disiram dengan minyak goreng yang sudah dipanaskan. Jangan lupa untuk menggunakan wadah anti panas seperti panci alumunium atau mangkuk, agar wadah tidak meleleh terkena minyak panas. Nah, sambal dabu-dabu siap disajikan dengan ikan bawal bakar. Mmm ... Yummy!

Menjelang Zuhur, makanan pun siap disantap bersama-sama. Biar lebih terasa kebersamaan dan kekeluargaannya, makanan disajikan di atas daun pisang yang masih lengkap dengan pelepahnya, dan digelar di lantai. Sungguh nikmat. Lelahnya memasak terbayar lunas dengan nikmatnya makanan hasil kebersamaan. Menghabiskannya pun dengan kebersamaan, bahu-membahu dengan teman di samping dan di depan, untuk menghabiskan makanan yang telah tersaji. Tak ada yang boleh tersisa, karena itu berarti  mubadzir. Dan mubadzir adalah perbuatan setan.






Tuesday, April 9, 2019

Politik???

Bismillaah

Pemilu tinggal beberapa hari lagi. Suhu politik di negeri ini rasanya kian hari kian panas. Di setiap sisi jalan pun kian riuh dengan poster para caleg (calon anggota legislatif) dari berbagai partai maupun capres ( calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden). Meriah. Pesta demokrasi disambut dengan gempita (sepertinya) oleh seluruh lapisan masyarakat.

Umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia, tentu menjadi faktor penentu dari Pemilu. Kemana mereka menyalurkan aspirasinya, tentu sangat mempengaruhi perolehan hasil suara partai maupun caleg dan capres-cawapres.

Kita tentunya pernah akrab dengan slogan "Islam Yes, Politik No". Slogan ini sangat berpengaruh terhadap sikap politik umat Islam. Karena menganggap politik itu kotor, banyak yang memilih golput alias tidak menyalurkan hak suaranya. Hasilnya bisa dilihat, banyak parpol Islam yang mendapatkan perolehan suara yang sangat sedikit.

Namun, akhir-akhir ini, slogan itu semakin ditinggalkan karena umat telah sadar betapa pentingnya kita melek politik. Hal ini diawali dengan adanya Pilkada DKI yang telah menyadarkan umat Islam bahwa mereka tidak boleh golput dan harus menggunakan hak suara mereka.

Hal tersebut diperkuat, awalnya, dari gerakan 212, di sana, perwakilan umat dari seluruh Indonesia bersatu. Dan kini, masyarakat semakin mengerti dan paham betapa politik itu penting. Karena hajat hidup kita pun secara tidak langsung ditentukan oleh para penentu kebijakan yang lahir dari pesta demokrasi. Dan itu artinya, lahir dari aspek politik.

Beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan berdialog dengan seorang anggota legislatif perempuan dari DPRD II Kabupaten Bekasi. Namanya tak usah disebutkan ya, nanti dikira kampanye, lagi. ^^

Jadi kata beliau, ada beberapa poin mengapa kita harus terjun ke politik.
Pertama, tentu saja karena Islam itu agama yang bersifat syumuliyah, menyeluruh. Maksudnya, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan kita, baik yang pribadi maupun yang bersama-sama. Di dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dengan politik. Di mana pun kita, identitas dan syariat Islam tetap harus disematkan. Jangan ketika di masjid Islam, saat di gedung DPR/MPR netral, atau bahkan menanggalkan keislamannya. Na'udzubillahi min dzalik.


Kedua, dengan terjun ke ranah politik, berarti kita ikut berperan dalam menentukan kebijakan di negeri yang mayoritas muslim ini. Jangan sampai kita yang mayoritas malah diatur dan dipaksa tunduk kepada yang minoritas. Kalau kebijakannya positif dan baik sih, tidak masalah. Tapi kalau sampai membelenggu, bagaimana?

Dengan adanya umat Islam di parlemen, diharapkan bisa mewujudkan aturan yang sesuai dengan syariat Islam agar negeri kita menjadi negeri yang baldatun thoyyibun wa robbun ghofur. Negeri yang baik (aman, tentram, sejahtera) dan senantiasa mendapatkan ampunan Allah. Apakah dengan aturan seperti itu, tidak mengancam warga minoritas? InsyaaAllah tidak. Sudah terbukti dari masa ke masa bila Islam memimpin, tak ada warga minoritas yang dirugikan. Karena Islam adalah agama rahmatan lil 'aalamiin. Rahmat bagi seluruh semesta.


Ada pengalaman menarik dari ibu anggota dewan tersebut saat ikut bergabung menjadi Pansus untuk mengesahkan RUU Pariwisata di Kabupaten Bekasi pada tahun 2015. Saat itu hampir seluruh anggota Pansus setuju dengan adanya night club, diskotik dan sejenisnya untuk melengkapi bidang pariwisata, hanya saja keberadaannya diatur oleh Undang-Undang. Tetapi dua orang perempuan di Pansus tersebut tidak setuju. Alasannya, pariwisata masih bisa memberikan income yang besar meski tidak ada fasilitas semacam diskotik itu. Mereka berprinsip bahwa dunia pariwisata harus memiliki slogan "No Sex, No Drugs, No Alcohol" agar keberkahan tetap menjadi milik masyarakat. Dengan segala perjuangan yang tidak mudah, dari berdebat dengan berurai air mata hingga meminta bantuan para ulama, akhirnya apa yang mereka perjuangan membuahkan hasil. Bayangkan bila tidak ada anggota dewan yang mau berkomitmen memperjuangkan hal-hal seperti itu. Entah apa jadinya kita, entah apa jadinya generasi muda kita, entah apa jadinya negara kita.


So, mari salurkan hak pilih kita. Pilihan kita menentukan masa depan kita. Jangan golput ya.




Thursday, April 4, 2019

Mie Sehat Ala Emak-Emak

Bismillaah

Apa sih yang disukai Emak-emak? Apa hayo? Kalau di tempat saya, emak-emak paling suka ngobrol sambil ngemil. Ngobrolnya di bawah pohon seri yang rindang, sambil ngerujak. Mantap dah! Tapi saya hampir tidak pernah bisa nimbrung. Lha, saya kerja dari pagi dan sampai rumah sudah sore. Mana sempat ngobrol ngalor-ngidul, ngetan ngulon.

Tapi, alhamdulillah, Ahad kemarin saya berkesempatan nimbrung di perkumpulan emak-emak. Sambil ngobrol, tidak ngalor-ngidul, apalagi ngetan-ngulon, kami praktik membuat mie sehat. Jarang-jarang lho, kita belajar masak seperti ini. Makanya, ngobrolnya pun tidak di bawah pohon seri, tapi di bawah atap rumah, alias di dalam rumah. Sambil membicarakan ini-itu, dari masalah anak-anak sampai masalah pemilu, (emak-emak juga doyan gosipin pemilu, yak) matang juga tuh, mie ala-ala.

Mau tahu nggak, cara membuatnya? Mau aja, ya.
Begini ya:
Pertama kita siapkan bahan-bahannya, yaitu
0,25 kg terigu,
2 sdm tepung sagu
garam sejumput,
2 sdm minyak goreng 
air secukupnya.
Kalau ingin membuat mie yang bisa mengembang seperti spaghetti, tinggal ditambahi telur 1 butir. Kalau ingin mienya berwarna, bisa menggunakan buah naga, wortel, atau bayam yang sudah diblender dan disaring.

Kedua, siapkan peralatannya seperti baskom dan alat pembuat mie. Kalau tidak punya alatnya, bisa kok diiris-iris menggunakan pisau. Kebayang kan, betapa sabarnya emak ini, mengiris-iris adonan segitu banyaknya.

Ketiga, bahan-bahan yang sudah disiapkan tadi, dicampur jadi satu di dalam baskom, kecuali air. Setelah diaduk, masukkan air ke adonan sedikit-sedikit saja, supaya adonan tidak lembek. Setelah kalis, bagi menjadi beberapa bagian, gulung di cetakan mie di bagian depan, untuk ditipiskan, seperti lembaran-lembaran begitu. Satu adonan tadi bisa beberapa kali cetak. Oya, sebelum dimasukkan cetakan mie, adonan ditaburi terigu supaya tidak lengket. Setelah tipis, masukkan ke cetakan mie yang ada di bagian belakang. Jadi deh, mienya. Tinggal direbus.

Keempat, kita siapkan sajian pelengkap mie. Nggak mungkin, kan, kita makan mie saja tanpa ditemani yang lainnya?
Apa saja temannya?
Ini bahan-bahannya:

Bumbu halus:
Bawang putih, kemiri, ketumbar, lada, jahe, kunyit

Bumbu geprek:laos dan sereh
Supaya wangi, perbanyak salam dan daun jeruk. Begitu kata chef-nya.
Tidak ada takaran, kata chef-nya kira-kira saja.

Bumbu tumis:
Kayu manis, kapulaga dan cengkeh sedikit saja. Bumbu rempah
ditumis dengan minyak yang banyak, kalau sudah wangi dan berubah kecoklatan, saring minyaknya. Ini untuk campuran mienya.
Masukkan ayam cincang ke dalam tumisan bumbu,  aduk-aduk sambil  diberi air, kecap, penyedap (yang sehat ya, Bun), gula pasir, garam secukupnya.
Koreksi rasa, lalu  diamkan sampai matang, sekitar 45 menit kalau pakai ceker.

Cara penyajian:
Kecap asin+minyak dituang sedikit (sesuai selera)  ke dalam mangkok, beri bumbu kuah ayam sedikit, lalu aduk. Setelah mie dan sawi direbus, tiriskan, lalu masukkan ke mangkok,  campur semuanya.

Tambahkan toping seperti daun bawang dan bawang goreng. Jangan lupa ayamnya. Alhamdulillah, sudah siap disantap. Selamat menikmati!

Saturday, March 30, 2019

Terima kasih ODOP




Bismillaah


Sudah dua tahun lebih saya bergabung di komunitas ini. Meski saya tidak aktif chatting di grup WA, dan belum pernah ikut kopdar, tapi saya mendapatkan banyak manfaat di sana. Malunya saya, selama ini hanya menerima, belum bisa berkontribusi apa pun untuk komunitas yang telah banyak berjasa kepada saya ini.
One day one post, ODOP, menjadi kawah candradimuka bagi saya untuk belajar menulis. Di sana banyak teman yang sudah malang-melintang di dunia kepenulisan, dengan seabrek prestasi dan buku yang telah diterbitkan. Mereka dengan ikhlas berbagi ilmu dan pengalaman agar anggota yang lain bisa mengikuti jejak mereka. Semua diberikan secara gratis. Sedangkan komunitas lain biasanya menentukan tarif untuk yang ingin bergabung. Jadi saya beruntung sekali bisa menjadi bagian dari ODOP. Alhamdulillah.


Tak henti-hentinya saya bersyukur kepada Allah yang telah membuat saya mengenal ODOP dan menjadi bagian darinya. Di penghujung bulan Maret ini, saya bisa memiliki buku yang di dalamnya ada tulisan saya! Amazing! Ini adalah sesuatu yang membayangkannya pun saya tak berani. Tapi, ternyata ini bukan mimpi. Walaupun buku itu merupakan buku antologi, saya bangga bisa bersanding dengan karya teman-teman yang sudah profesional di bidang kepenulisan seperti Bang Syaiha, Mbak Hiday, dan yang lainnya, yang tidak mungkin saya tuliskan semua. 


Terima kasih ya Allah, atas karunia-Mu ini. Terima kasih ODOP, dan Bang Syaiha yang telah menerima saya sebagai bagian dari ODOP. Maafkan saya yang belum bisa berkontribusi apapun kepada ODOP. Sekarang saya berani bermimpi untuk bisa memiliki buku solo dan menjadi penulis yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Semoga saya juga bisa berkontribusi untuk ODOP. InsyaaAllah.

Wednesday, March 27, 2019

Bunga dari Sabun



Bismillaah


Ujian kreativitas di semester 2 ini, siswi 6 Hafshah dan Asma praktik membuat bunga dari sabun batangan. Wangi sabun langsung memenuhi ruangan kelas saat mereka mulai memarut sabun. Dengan antusias, mereka melaksanakan langkah-langkah yang telah dijelaskan dan ditulis di papan tulis. Apa saja, cara-cara membuat bunga dari sabun?


Sebelumnya, siapkan terlebih dahulu satu buah sabun mandi batangan, satu parutan keju, satu mangkuk plastik, 2-3 sendok makan air hangat, 4-5 sendok makan tepung maizena/tapioka/sagu, pewarna makanan, beberapa kawat untuk batang atau tusuk sate, dan baby oil.


Ada pun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Parutlah sabun dengan parutan keju dan tempatkan di mangkuk plastik
2. Haluskan hasil parutan tadi dengan diremas-remas atau bisa juga menggunakan tangan
3. Tambahkan air hangat, aduk kembali
4. Tambahkan tepung, aduk sampai kalis
5. Tambahkan pewarna makanan dan baby oil. Untuk langkah kelima ini bisa dilewati bila tidak ada
6. Setelah kalis, ambil secuil adonan, bulatkan di tangan kita, lalu bentuklah seperti kelopak bunga
7. Tempelkan kelopak bunga tersebut di batang yang telah disiapkan
8. Satu bunga bisa 4 kelopak atau lebih. Tergantung selera kita.


Nah, sudah jadi, deh, bunganya. Hmm ... Harum dan cantik. Cocok untuk menghiasi ruang tamu kita. Cara membuatnya pun, mudah bukan?
Selamat mencoba.

Friday, March 15, 2019

Demi Secarik Ilmu

Bismillaah

Belajar, bagi sebagian orang mungkin bisa menjadi aktivitas yang kurang menyenangkan. Ditambah lagi bila untuk melaksanakannya perlu sedikit keringat dan ikhtiar. Tanpa halangan dan kesulitan saja, berat rasanya mau belajar. Lebih asyik bila bermain gadget atau menonton televisi. Belajar bisa menjadi sesuatu yang membosankan dibandingkan televisi.

Andaikan semua orang dan semua anak yang berpredikat sebagai pelajar tahu, betapa banyak keutamaan dan keuntungan bagi seorang pembelajar, belum tentu juga mereka semangat dalam belajar. Mengapa? Karena banyak hal yang lebih seru dan lebih asyik di luar sana, yang tidak memusingkan dan menyusahkan. Gadget, sosial media, segala hiburan dengan aneka rupa bentuknya. Sungguh berat tantangan bagi sang pembelajar.

Tulisan ini sebagai self-reminder bagi saya pribadi. Karena di usia yang sudah tidak muda ini, ternyata hambatan dalam mencari ilmu pun tidak kalah banyaknya dibandingkan dengan para penuntut ilmu yang memang tugasnya belajar. Tidak hanya masalah dalam keluarga ataupun dengan pasangan, juga masalah lain seperti hambatan dalam hal waktu dan jarak yang mesti ditempuh. Belum lagi masalah konsentrasi yang tak bisa lagi utuh. Tetapi, itulah perjuangan hidup.

Di saat api semangat mulai meredup, kembali terngiang sabda manusia suci, yang kuharap bisa mencintainya dan mendapat syafaatnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

"Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah mudahkan dengannya jalan ke surga". (HR. Muslim)

MasyaAllah. Hadits ini sangat manjur untuk mengobarkan kembali bara semangat yang hampir padam. Menumbuhsuburkan kembali kekuatan yang mulai melemah. Menyegarkokohkan kembali syaraf yang mulai mengendur karena uzur.

Ya robbanaa, masukkanlah kami ke golongan orang-orang yang menuntut ilmu, yang Engkau mudahkan jalannya menuju surga-Mu. Aamiin yaa rabbal'aalamiin.



Wednesday, February 27, 2019

Outbond di Cikole



Bismillaah



Sabtu, 23 Februari 2019 yang lalu, sekolah kami mengadakan study tour ke Terminal Wisata Grafika, Cikole, Bandung. Lebih dari 3 jam perjalanan yang kami tempuh. Ditemani macet yang selalu setia menyertai, ke mana pun kita pergi. Disuguhi pemandangan alam yang luar biasa indahnya. Di kanan kiri jalan antara Subang - Cikole, hamparan kebun teh seperti permadani tebal yang mengundang untuk singgah dan membaringkan raga di sana. Masyaa Allah, sungguh indah ciptaan-Mu. Berangkat dengan jalan yang hampir menanjak terus, disertai tikungan-tikungan tajam, membuat bibir tak henti menyebut asma-Nya; antara ngeri dan takjub.


Tiba di lokasi, kami langsung menuju area berkumpul untuk ice breaking. Untuk mencapai tempat tersebut, kami harus menaiki tangga-tangga kecil yang lumayan banyak dan tinggi. Kalau tadi di perjalanan, bus kami yang berjuang keras agar bisa menanjak, di sini kamilah yang harus berjuang keras untuk mendaki bukit. Anak-anak pun mulai bertanya, "Tangganya ada berapa banyak, sih, Bu? Sepertinya nggak habis-habis?"


Hanya helaan nafas yang bisa mengungkapkan jawaban. Sebagai guru yang sudah lumayan berumur, medan kali ini cukup terasa berat. Bismillaah, semoga kuat.



Sampai di atas, kami seperti berada di hutan pinus. Ada tanah yang lumayan lapang, yang dikelilingi pohon pinus. Udara sejuk cenderung dingin. Apalagi bila angin bertiup, brr ... Terasa sekali hawa pegunungannya.


Setelah ice breaking, kami mulai berpencar. Ikhwan berpetualang dengan wahana ketinggian seperti flying fox, two line bridge, dan turun tebing. Sementara akhwat mengawali kegiatan dengan edukasi cara menanam stroberi. Perjalanan menuju kebun stroberi cukup panjang dan melelahkan. Awalnya kami menuruni bukit. Turun, turun, tak terasa kami hampir meluncur kalau tidak pakem remnya. Kemudian naik lagi melalui tangga-tangga yang hanya muat untuk dua orang.



Saya sendiri baru tahu, ternyata menanam stroberi tidak boleh di tengah-tengah pot, layaknya kita menanam pohon pada umumnya. Tanaman stroberi harus ditanam di pinggir pot agar ketika berbuah, buahnya bisa bergelantungan di pinggir pot agar tidak busuk. Saat itu para siswa praktik menanam stroberi dari bibitnya, bukan bijinya. Jadi sudah lumayan besar. 

Setelah belajar menanam stroberi, anak-anak diberi beberapa potong wortel dan sayur hijau, entah apa namanya. Lho, untuk apa?
Oo ... Ternyata mereka akan memberi makan rusa dan domba-domba lucu seperti shaun the sheep! Duh, senangnya. Lebih senang lagi karena setelah lelah menanam stroberi dan memberi makan rusa dan domba, mereka boleh menikmati segarnya jus stroberi. Wah, baru menanam sudah langsung menikmati hasilnya. Alhamdulillah.



Selesai dari kebun stroberi, siswi-siswi mulai merasakan wahana flying fox. Belum semua wahana dinaiki, ternyata hujan turun. Walhasil, anak-anak turun tebing dalam guyuran air hujan. Sebagian ada yang tidak ingin basah, jadinya sambil memakai jas hujan. Jadi warna-warni deh.

Berhubung hujannya disertai petir dan guntur yang menggelegar, kegiatan terpaksa dihentikan. Satu wahana, yaitu two line bridge, tidak sempat dicoba oleh para siswi. Karena waktu sudah sore juga, akhirnya kami menuju bus, pulang kembali ke Cikarang.
Selamat tinggal Cikole ...

Sunday, February 24, 2019

VIP in My Life (2)

Bismillaah


Graduated from primary school at my village, I continued my study at Klaten, the district capital. There, I lived with my uncle's family, Om Muslim. I spent about six years there. So, I spent my teenager with Om Muslim.


Om Muslim is my mother's younger brother. He was a humble person. He hardly talked, except an important thing. We, he and I, hardly talked to each other. I only spoke to him when I needed permission to do something or to go somewhere. He also only spoke to me if there was an important thing.


Eventhough he never spoke, I know that he loved and cared about me, espescially about my study. When the test came, he gived more attention to me. He had me not to do many things in the kitchen because my duty was studying and studying. Sometimes, I felt bored. So, after studying in the night, when I thought that everybody had slept, I watched TV. Oh no, my uncle hadn't slept yet. You know, he ordered me to turn off the TV and study again.


That's my uncle. He was strict. Fortunately, I never felt unconvinient with his rules. I was lucky having such an uncle. Because of him, I became a diligent student. My day was full of study activities. And I became to fall in love in studying. I don't know what would happen if my uncle hadn't cared of me. I might not be like what I am now.


Now, Om Muslim has passed away. A part of my soul went away. There's something painful here. Only praying that I can do. Oh Allah, forgive all his sins, accept all his good things, give him much more rewards on his good deeds. Aamiin yaa rabbal'aalamiin.

Monday, February 11, 2019

PGH



Bismillaah


Odol atau pasta gigi merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam hidup kita, selain makanan, sandang, dan papan. Tanpanya, kita tidak bisa tampil percaya diri dalam kehidupan sosial. Serasa ada yang kurang, bila belum menggosok gigi dengan odol.


Bermacam-macam pasta gigi yang bisa kita pilih sesuai dengan selera kita ataupun sesuai dengan kondisi gigi kita. Ada yang untuk gigi normal, yang artinya tidak ada keluhan apa pun. Ada juga yang dikhususkan untuk gigi sensitif.


Pasta gigi yang biasa kita jumpai di pasaran, biasanya mengandalkan kandungan fluoride untuk kesehatan gigi. Sedangkan, ada pendapat ilmuwan yang menyatakan bahwa fluoride ternyata justru merusak gigi. Hal ini tentu membuat kita, para konsumen, jadi ragu untuk menggunakannya.


Nah, bagi Anda yang ingin tetap tampil prima dengan gigi yang bersih memesona, tidak perlu khawatir. Sekarang sudah banyak beredar pasta gigi tanpa fluoride, tapi tetap bisa membuat gigi kita bersih dan sehat. Pasta gigi ini terbuat dari bahan-bahan herbal yang aman, sehingga apabila tertelan, tidak membahayakan tubuh kita, insyaaAllah.


Oya, sebelumnya perlu kita ketahui bahwa ada empat jenis pasta gigi berdasarkan bahan bakunya. Yang pertama dan kebanyakan kita temui di pasaran adalah yang sebagian besar menggunakan bahan kimia. Pasta gigi ini diberi tanda hitam pada ujungnya.
Jenis yang kedua adalah yang hampir 50% menggunakan bahan alami dan sisanya adalah bahan kimia. Produk ini ditandai dengan warna merah.
Yang ketiga adalah pasta gigi yang berbahan alami dan ada tambahan obat. Di bagian ujung pasta gigi ini ada tanda berwarna biru.
Jenis yang terakhir adalah yang hampir 100% terbuat dari bahan-bahan alami. Untuk mengenalinya, kita bisa melihat  warna hijau di ujung kemasan.


Nah, pasta gigi yang kita bahas kali ini adalah yang jenis keempat, karena hampir seluruhnya terdiri dari bahan alami. Pasta gigi ini dipasarkan oleh HPAI dengan nama Pasta Gigi Herbal atau populer dengan sebutan PGH. PGH cocok untuk gigi sensitif. Tetapi bisa juga untuk gigi yang normal. Selain berfungsi sebagai odol untuk sikat gigi, PGH juga bisa untuk mengobati sakit gigi. Caranya adalah dengan mengoleskan sedikit PGH pada gigi yang sakit. Dengan izin Allah, sakit gigi akan hilang.









Awalnya hanya ada satu jenis PGH. Namun saat ini sudah bertambah jenisnya. Malah ada juga PGH anak, yang memiliki rasa stroberi, anggur, dan tutti fruty yang disukai anak-anak. Sedangkan PGH sendiri yang diperuntukkan bagi orang dewasa, sekarang pun bermacam-macam jenisnya. Kita bisa memilih sesuai kebutuhan dan selera kita.


Oya, satu lagi kelebihan PGH, yaitu ada penutup dari aluminium foil.


Nah, sayangi gigi kita dengan menggunakan pasta gigi herbal HPAI. InsyaaAllah halal dan aman.

Saturday, January 26, 2019

Minyak But-but



Bismillaah


Setiap keluarga bisa dipastikan memiliki obat P3K, Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Apalagi yang masih memiliki balita, wajib menyimpan obat-obatan ini untuk jaga-jaga, bila ada hal-hal yang tidak diinginkan. Paling tidak, kita memiliki obat merah, atau kalau zaman saya kecil dulu disebut tentir.   Obat ini termasuk obat luar, jadi tidak boleh diminum. Bentuknya berupa cairan. Cara penggunaannya adalah dengan diteteskan atau dioleskan pada bagian tubuh yang terluka. Luka di sini, adalah luka ringan seperti lecet, tergores, atau terkena benda tajam. Dengan menggunakan obat ini, insyaaAllah lukanya akan cepat mengering. Obat ini masuk ke dalam salah satu daftar obat favorit anak-anak, termasuk saya. Sedikit-sedikit, cari tentir. Lecet sedikit, yang sebenarnya kalau dibiarkan juga akan sembuh sendiri, juga diberi tentir. Memakai tentir sudah seperti gaya hidup saja.


Saya pun begitu. Di rumah tersedia lemari P3K, yang salah satu isinya adalah tentir. Namun ternyata kepopuleran tentir saat ini sudah mulai menurun, terutama di keluarga saya dan di sekolah tempat saya mengajar dan belajar. Mengapa? Karena sekarang ada obat dengan jenis dan fungsi yang hampir sama dengan tentir. Obat apakah itu? Tidak lain dan tidak bukan, adalah MINYAK BUT-BUT. Mungkin banyak yang masih belum kenal dengan minyak yang satu ini. Kalau minyak tanah, minyak goreng, minyak wangi, atau minyak zaitun, pasti semua orang sudah familiar. Tapi, minyak But-but? Apakah ini ada hubungannya dengan burung Hud-hud? Tentu tidak.
Click
Minyak But-but, bukan sembarang minyak. Karena minyak ini memiliki multi fungsi. Bisa untuk obat luar, bisa pula untuk obat dalam. Keren, kan? Kok bisa? Apakah tidak berbahaya? InsyaaAllah tidak berbahaya. Mau tahu, mengapa minyak ini aman dikonsumsi? Karena ia terbuat dari bahan rempah-rempah alami yang aman dan ramah untuk tubuh manusia. Itulah rahasianya.

Sama seperti tentir, minyak ini bisa digunakan untuk mengobati luka ringan. Bahkan, pengalaman yang terjadi pada anak-anak saya. Waktu itu anak laki-laki saya, Mufid, jatuh di lantai sehingga dagunya sobek. Kulitnya sobek sekitar satu sentimeter. Menurut cerita teman-teman sesama emak-emak, luka selebar itu kalau ditangani dokter, pasti sudah dijahit. Masya Allah. Sedangkan yang saya lakukan kepada Mufid, bukannya ke dokter, malah cuma saya olesi dengan minyak But-but. Dan, apa yang terjadi? Tidak sampai satu pekan, lukanya menutup dan kering. Alhamdulillah, atas izin Allah, dengan perantara minyak But-but, kami tidak perlu berobat ke dokter, yang pastinya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Alhamdulillah.


Sembuh dagunya, ganti betisnya terkena knalpot motor yang masih panas. Astaghfirullah. Memang anak laki itu terlalu aktif atau bagaimana ya? Ada, saja kejadian. Tapi, alhamdulilah cuma kecelakaan kecil. Langsung saja saya olesi dengan obat andalan keluarga kami. Apalagi kalau bukan minyak But-but? Namun pengobatan untuk kulit yang terkena knalpot ini lebih lama daripada yang dagunya sobek. Meski demikian, kami bersyukur, anaknya tidak rewel, dan lagi-lagi, bisa menghemat dengan tidak perlu ke dokter. Alhamdulillah.



Lalu, apa buktinya kalau minyak ini juga aman untuk dikonsumsi? Kalau saya pribadi belum pernah mencoba, karena tidak kuat dengan baunya yang menyengat. Tapi menurut teman-teman yang sudah mencoba, minyak ini bisa untuk mengobati batuk. Bagaimana caranya? Caranya, tuang minyak But-but ke dalam sendok makan, lalu panaskan di atas api sedang hingga terasa hangat. Setelah itu, diminum, deh. Alhamdulillah, atas izin Allah, mereka yang mempraktikkannya bisa sembuh dari batuknya. Perlu diingat ya, namanya obat, tentu tidak sekali minum langsung sembuh. Perlu diulang beberapa kali tergantung sakitnya. Ada yang hanya 1-2 hari sembuh, ada yang berhari-hari, seperti kasus Mufid di atas.


Tapi saat ini, minyak But-but sudah tidak bisa kita temukan lagi. Lalu, pakai obat apa dong? Tak perlu risau. Sebenarnya minyak But-but bukannya tidak ada, hanya berganti nama. Berubah jadi apa?




Jadiiii, Minyak Herba Sinergi atau lebih terkenal dengan MHS. MHS atau yang awalnya bernama minyak But-but ini, diproduksi oleh PT HPAI (Herba Penawar Alami Indonesia). Nah, untuk saat ini, kegunaan MHS semakin dikembangkan. Alhamdulillah, satu obat bisa untuk berbagai macam keluhan. Berarti, semakin banyak penghematan yang bisa dilakukan. Selain itu, dengan menggunakan MHS, berarti kita ikut membantu kebangkitan ekonomi umat Islam. Mengapa? Karena MHS diproduksi oleh pabrik milik muslim, pekerjanya pun muslim, dan penjualnya juga sebagian besar muslim. Jadi, jangan ragu untuk mulai menggunakan produk muslim, dimulai dari MHS.



Thursday, January 24, 2019

Asma Nadia-nya ODOP dan Tuban

                                                             Foto: dokumen Mbak Hiday

Bismillaah


Asma Nadia. Nama yang tak asing bagi mereka yang mengaku kutu buku ataupun hobi menulis. Sepak terjangnya dalam dunia tulis-menulis tak diragukan lagi. Tidak hanya diakui di dalam negeri, di luar pun mendapat sambutan yang luar biasa. Karyanya yang bejibun, tak perlu disebutkan satu persatu. Tidak sedikit pula yang telah diangkat ke layar lebar. Masya Allah.


Ingat Asma Nadia, jadi ingat seorang teman (boleh kan, saya mengaku teman? #biar ketularan pintar). Wajahnya hanya bisa saya lihat di media sosial, belum pernah bertatap muka secara langsung. Berbicara secara pribadi, sepertinya juga belum pernah. Dulu memang pernah ngobrol di grup ODOP. Duluu sekali, waktu di batch 1. Setelah itu saya hanya menjadi silent reader di grup. Saya merasa minder dan malu melihat prestasi teman-teman yang sangat luar biasa.


Kembali ke laptop. Eh, ke pembahasan awal tadi, maksudnya. Siapa sih, yang sudah saya anggap seperti Asma Nadia itu? Siapa lagi kalau bukan Mbak Hiday Nur. Seorang ibu yang juga seorang guru sekaligus seorang penulis. Selain itu, beliau juga seorang mahasiswa pasca sarjana, lho. Duh, sibuk banget, nggak sih? Pastinya. Belum lagi pekerjaan di luar itu.


Sebelum kepoin lebih jauh tentang Mbak Hiday, saya mau menjelaskan dulu asal muasal judul saya ya. Mengapa saya menyamakan Mbak Hiday dengan Asma Nadia? Betul! Karena banyak persamaan di antara mereka berdua. Mereka sama-sama muslimah muda yang enerjik, cantik menarik, dan tentu saja, smart. Apalagi yang sama? Sudah jelas, lah, pekerjaan mereka sama: PENULIS. Di samping itu, mereka juga ibu dari putra-putrinya sekaligus guru bagi murid dan orang-orang di sekitarnya. Masih kurang, persamaan mereka berdua? Nih, saya tambahkan ya. Mereka sama-sama sudah melanglang buana. Wuih, keren kan?


Satu lagi nih. Kalau Asma Nadia memiliki Rumah Baca Asma Nadia, Mbak Hiday punya Sanggar Caraka, lho. Di mana, di mana? Di mana lagi, kalau bukan di rumahnya, Tuban. Nah, ini sekaligus menjelaskan pemilihan judul tulisan ini. Sudah seperti skripsi saja kan, ada alasan pemilihan judul.

Lalu, apa itu ODOP? Nah, kalau ODOP ini rumahnya para penulis hebat. Di sanalah saya bertemu dan berkenalan dengan Mbak Hiday. ODOP ini singkatan dari One Day One Post. Sebuah komunitas yang menggunakan grup WhatsApp sebagai wadahnya, yang diprakarsai oleh Bang Syaiha, guru kami. Nah, di ODOP ini, Mbak Hiday menjadi salah seorang mentor sekaligus editor. Karya beliau sangat banyak. Tersebar luas di berbagai media massa dan buku. Termasuk buku pelajaran. Ya, beliau juga menulis buku-buku pelajaran sesuai bidangnya sebagai seorang guru. Ini yang membuat saya semakin salut pada beliau. Karena saya juga seorang guru, dan saya belum bisa seperti beliau.

Banyak sekali ya, aktivitas Mbak Hiday? Apa nggak capai ya? Tapi kalau melihat penampilannya (melalui foto-foto, karena saya belum pernah kopdar dengan beliau maupun dengan warga ODOP lainnya), beliau itu selalu ceria. Tidak pernah terlihat lesu. Bisa dipastikan,  beliau itu gesit dan tangguh. Makanya dengan segudang aktivitas itu, masih sempat juga balas chat saya maupun teman-teman di grup. Masya Allah.

Oya, beliau ini salah seorang penerima beasiswa S2 LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), lho. Dan berkesempatan keliling Eropa! Pengalaman beliau sebagai mahasiswa LPDP itu dituangkan dalam sebuah buku yang ditulis bersama teman-temannya. Ini dia, bukunya.



Itu baru salah satu karya Mbak Hiday. Masih banyak lagi karya lainnya yang tersebar di berbagai media massa maupun buku-buku, termasuk buku pelajaran. Yups, betul sekali. Mbak Hiday ini juga menulis buku pelajaran, sesuai dengan bidangnya sebagai seorang guru. Keren, ya? Kapan ya, saya bisa begitu?


Ingin mengenal lebih jauh dengan Mbak Hiday? Bisa kunjungi blognya di hidaynur.web.id, atau facebook-nya Hiday Nur. Insya Allah banyak manfaat yang akan kita dapat setelah mengenal beliau. Minimal kita akan terinspirasi dan termotivasi. Seperti saya, jadi semangat menulis lagi. Terima kasih Mbak Hiday, jangan pernah bosan untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan kami, ya. Baarakallahu fiik, Mbak Hiday.