Tuesday, April 9, 2019

Politik???

Bismillaah

Pemilu tinggal beberapa hari lagi. Suhu politik di negeri ini rasanya kian hari kian panas. Di setiap sisi jalan pun kian riuh dengan poster para caleg (calon anggota legislatif) dari berbagai partai maupun capres ( calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden). Meriah. Pesta demokrasi disambut dengan gempita (sepertinya) oleh seluruh lapisan masyarakat.

Umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia, tentu menjadi faktor penentu dari Pemilu. Kemana mereka menyalurkan aspirasinya, tentu sangat mempengaruhi perolehan hasil suara partai maupun caleg dan capres-cawapres.

Kita tentunya pernah akrab dengan slogan "Islam Yes, Politik No". Slogan ini sangat berpengaruh terhadap sikap politik umat Islam. Karena menganggap politik itu kotor, banyak yang memilih golput alias tidak menyalurkan hak suaranya. Hasilnya bisa dilihat, banyak parpol Islam yang mendapatkan perolehan suara yang sangat sedikit.

Namun, akhir-akhir ini, slogan itu semakin ditinggalkan karena umat telah sadar betapa pentingnya kita melek politik. Hal ini diawali dengan adanya Pilkada DKI yang telah menyadarkan umat Islam bahwa mereka tidak boleh golput dan harus menggunakan hak suara mereka.

Hal tersebut diperkuat, awalnya, dari gerakan 212, di sana, perwakilan umat dari seluruh Indonesia bersatu. Dan kini, masyarakat semakin mengerti dan paham betapa politik itu penting. Karena hajat hidup kita pun secara tidak langsung ditentukan oleh para penentu kebijakan yang lahir dari pesta demokrasi. Dan itu artinya, lahir dari aspek politik.

Beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan berdialog dengan seorang anggota legislatif perempuan dari DPRD II Kabupaten Bekasi. Namanya tak usah disebutkan ya, nanti dikira kampanye, lagi. ^^

Jadi kata beliau, ada beberapa poin mengapa kita harus terjun ke politik.
Pertama, tentu saja karena Islam itu agama yang bersifat syumuliyah, menyeluruh. Maksudnya, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan kita, baik yang pribadi maupun yang bersama-sama. Di dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dengan politik. Di mana pun kita, identitas dan syariat Islam tetap harus disematkan. Jangan ketika di masjid Islam, saat di gedung DPR/MPR netral, atau bahkan menanggalkan keislamannya. Na'udzubillahi min dzalik.


Kedua, dengan terjun ke ranah politik, berarti kita ikut berperan dalam menentukan kebijakan di negeri yang mayoritas muslim ini. Jangan sampai kita yang mayoritas malah diatur dan dipaksa tunduk kepada yang minoritas. Kalau kebijakannya positif dan baik sih, tidak masalah. Tapi kalau sampai membelenggu, bagaimana?

Dengan adanya umat Islam di parlemen, diharapkan bisa mewujudkan aturan yang sesuai dengan syariat Islam agar negeri kita menjadi negeri yang baldatun thoyyibun wa robbun ghofur. Negeri yang baik (aman, tentram, sejahtera) dan senantiasa mendapatkan ampunan Allah. Apakah dengan aturan seperti itu, tidak mengancam warga minoritas? InsyaaAllah tidak. Sudah terbukti dari masa ke masa bila Islam memimpin, tak ada warga minoritas yang dirugikan. Karena Islam adalah agama rahmatan lil 'aalamiin. Rahmat bagi seluruh semesta.


Ada pengalaman menarik dari ibu anggota dewan tersebut saat ikut bergabung menjadi Pansus untuk mengesahkan RUU Pariwisata di Kabupaten Bekasi pada tahun 2015. Saat itu hampir seluruh anggota Pansus setuju dengan adanya night club, diskotik dan sejenisnya untuk melengkapi bidang pariwisata, hanya saja keberadaannya diatur oleh Undang-Undang. Tetapi dua orang perempuan di Pansus tersebut tidak setuju. Alasannya, pariwisata masih bisa memberikan income yang besar meski tidak ada fasilitas semacam diskotik itu. Mereka berprinsip bahwa dunia pariwisata harus memiliki slogan "No Sex, No Drugs, No Alcohol" agar keberkahan tetap menjadi milik masyarakat. Dengan segala perjuangan yang tidak mudah, dari berdebat dengan berurai air mata hingga meminta bantuan para ulama, akhirnya apa yang mereka perjuangan membuahkan hasil. Bayangkan bila tidak ada anggota dewan yang mau berkomitmen memperjuangkan hal-hal seperti itu. Entah apa jadinya kita, entah apa jadinya generasi muda kita, entah apa jadinya negara kita.


So, mari salurkan hak pilih kita. Pilihan kita menentukan masa depan kita. Jangan golput ya.




No comments: