Monday, September 28, 2020

Menggali Potensi, Mendidik Generasi

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Menjadi orang tua adalah profesi yang tak ada liburnya, tak ada istirahatnya, bekerja full 24 jam. Namun, untuk menenkuni profesi ini, tak ada sekolah tempat kita belajar agar lebih mengerti dan memahami seluk-beluk pekerjaan tersebut. Tidak seperti profesi lainnya. Ingin menjadi dokter, ada sekolahnya. Ingin menjadi guru, ada pula tempat belajarnya. Demikian pula profesi-profesi lainnya. Padahal, menjadi orang tua ini bukan pekerjaan yang mudah. Pertanggungjawabannya akan ditanyakan nanti di akhirat.

Karena tidak ada sekolahnya, banyak orang tua yang terpaksa terjun ke profesi ini dengan modal pengetahuan dan keterampilan yang tidak memadai, bahkan nol. Hal ini terlihat dari bagaimana mereka mendidik anak-anak hasil pernikahan mereka. Seadanya. Ada yang terlalu permisif sehingga memberikan segala apa yang diminta anaknya dengan prinsip “yang penting anak diam dan senang”. Padahal, bisa jadi apa yang diberikan  tidak sesuai dengan kebutuhan anak, bahkan malah merusak anak. Seperti pemberian gadget di usia balita, pemberian motor di usia SD, dan sebagainya. Di sisi lain, ada orang tua yang sangat otoriter dan keras dalam mendidik anak sehingga sering terjadi kekerasan dalam rumah tangga, yang mengakibatkan anak jadi tidak betah berada di rumah.

Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita tidak perlu pusing dan bingung. Meski tidak ada sekolah untuk orang tua, tetapi Rasulullah telah memberikan banyak contoh teladan kepada kita, bagaimana menjadi orang tua yang ideal. Bahkan, Allah pun telah memberikan model pendidikan yang bisa kita tiru melalui kisah Luqmanul Hakim yang diuraikan dalam surat Luqman.

Allah dan Rasulullah telah memberikan panduan bagaimana mendidik anak agar bisa menjadi qurrota a’yun bagi kedua orang tuanya. Agar anak menjadi tabungan investasi untuk di akhirat kelak. Agar anak tidak menjadi fitnah bagi ibu bapaknya.

Beberapa metode pendidikan anak dalam Islam menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya "Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam" adalah sebagai berikut.

1. Keteladanan

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam adalah suri teladan terbaik yang pernah ada. Beliau tidak pernah menyuruh sebelum beliau sendiri melakukan terlebih dahulu. 


لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَا نَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَا لْيَوْمَ الْاٰ خِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا ۗ 


"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."

(QS. Al-Ahzab: Ayat 21)

Dalam mendidik anak, prinsip pertama yang harus dimiliki orang tua adalah keteladanan. Ini adalah modal utama. Dengan memberikan contoh yang baik secara nyata, akan memudahkan anak untuk mengikuti apa yang kita ajarkan. 


Tak mungkin kita mengajarkan dan menyuruh anak salat sedangkan kita sendiri belum bisa salat atau tidak pernah salat. Tentu anak akan sulit menaati orang tua yang seperti itu. Tanpa keteladanan, ketaatan akan sulit terealisasi.

Bicara tentang keteladanan, tentu tak bisa dipisahkan dengan akhlak mulia. Untuk mendidik anak, orang tua tidak harus pandai apalagi jenius. Yang paling penting dimiliki oleh orang tua adalah akhlak mulia. Bagaimana mau memberikan keteladanan, kalau akhlak dan perilakunya tidak baik? Bisa-bisa malah jadi bahan ledekan dan tertawaan. Na'udzubillahi min dzalik.


2. Adat kebiasaan

Namanya anak-anak, saat diajari sesuatu, tidak bisa sekali langsung bisa atau mengerti. Oleh karena itu, orang tua harus membiasakan segala sesuatu yang diajarkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Misalnya membiasakan membaca doa saat hendak makan. Anak tidak cukup hanya diajari sekali. Untuk membuatnya hafal, doa itu harus diulang-ulang. Lalu, untuk membuatnya terbiasa melafazkan doa tersebut sebelum makan, perlu dibiasakan dan dicontohkan. Maka, orang tua harus banyak bersabar dan telaten dalam mendidik anak. Tidak boleh terburu-buru dan memasang target terlalu tinggi. Karena masing-masing anak punya karakter yang berbeda. Ada yang dengan cepat dan mudah apa yang diajarkan. Ada juga yang memerlukan pengulangan yang tidak sedikit.

3. Nasihat

Bila orang tua sudah memiliki keteladanan yang baik, maka anak akan lebih mudah mengikuti nasihatnya. Nasihatnya bahkan selalu dinanti oleh anak-anaknya. Tetapi bila orang tua belum memiliki keteladanan dan akhlak yang baik, akan sulit bagi anak untuk mendengarkan dan melaksanakan nasihatnya. Dalam hatinya, anak akan berkata, "Ayah saja tidak salat, masa aku harus salat? Enak, aja." 

Begitu kira-kira kata hati sang anak.

4. Memberikan perhatian

Orang tua yang baik tidak hanya memberikan nasihat terus-menerus. Tetapi ia juga memberikan perhatian khusus kepada masing-masing anak. Sehingga setiap anak merasa, dialah yang paling istimewa di mata Ayah-Bundanya. Perhatian ini akan mengeratkan bonding antara orang tua dan anak sehingga terjalinlah keakraban. Dari keakraban, timbullah kepercayaan sehingga ketika ada suatu masalah, anak tak segan untuk bercerita dan mengadu kepada orang tuanya, bukan kepada temannya. 

5. Memberikan hukuman

Dalam mendidik anak, kadang perlu ada hukuman. Tentu saja, hukuman di sini haruslah yang mendidik dan berkaitan dengan kesalahannya. Bukan sekadar hukuman yang ditimpakan kepada anak karena kemarahan dan kekesalan orang tua. Bukan hukuman yang tidak ada tujuan. 

Bahkan, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pun, saat memerintahkan memukul anak berusia 10 tahun yang tidak mau salat, harus dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Pukulan yang tidak meninggalkan bekas luka fisik maupun psikis. Hukuman yang diberikan adalah karena cinta dan kasih sayang, bukan karena dendam.

Wallahu a'lam bishshawab.




Friday, September 25, 2020

Kompetensi = Harga Diri

Bismillaah


"Responsimpel Teacher" adalah salah satu karya Kak Rio, seorang motivator sekaligus pemerhati pendidikan. Memang kebanyakan peserta training dan motivasinya berasal dari kalangan pendidikan. Baik guru maupun orang tua siswa. 


Salah satu pembahasan yang menarik dari buku ini adalah bahwa untuk menaikkan harga diri, guru harus meningkatkan kompetensi.
Kompetensi = harga diri

Harga diri di sini bisa bermakna konotatif maupun denotatif. Makna konotatifnya, guru yang memiliki harga diri, tentunya lebih dihormati dan disegani. Siswanya pun tentu lebih segan sekaligus senang dengannya karena sistem pengajaran dan ilmunya yang mumpuni. 


Sedangkan makna denotatifnya adalah bahwa guru yang memiliki kompetensi tinggi, tentu akan mendapatkan gaji yang tinggi pula. Setara dengan kompetensi yang dimilikinya. Guru yang ilmu dan profesionalitasnya biasa-biasa saja, tentu secara sunnatullah akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk gaji sesuai kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, guru yang luar biasa, kompetensi mengajarnya bagus, memiliki karakter yang baik pula, tentu akan menaikkan harga dirinya di mata atasan.


Nah, menurut Kak Rio, kenyataan di atas tidak selalu terjadi sesuai dengan rumus tersebut. Kadang, guru yang telah memiliki kompetensi sangat bagus, ternyata gajinya tak seberapa. Di sisi lain, guru yang biasa-biasa saja, gajinya justru luar biasa. Itu kalau penghargaan dinilai dari segi materi semata. 


Sedangkan, yang namanya rezeki dari Allah, tidak hanya berupa materi atau uang. Melainkan bisa berupa kesehatan, keselamatan, kebahagiaan, keharmonisan keluarga, dan hal-hal lain yang apabila dikonversikan ke dalam rupiah, tentu tak ternilai harganya.


Guru yang seharusnya mendapatkan gaji tinggi tetapi malah hanya membawa pulang sedikit uang, bukan berarti dia tidak memiliki harga diri yang tinggi. Gajinya memang sedikit. Tetapi yang sedikit itu ternyata berkah dan mencukupi untuk kebutuhan sehari-harinya. Mengapa? Karena keluarganya selalu sehat sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya berobat. Karena Allah selalu melindunginya sehingga ia selamat dalam perjalanan menuju sekolah dan pulang darinya. Karena ia bisa beribadah dengan tenang dan baik. 


Sebaliknya. Guru yang harga dirinya sedang-sedang saja bahkan cenderung di bawah rata-rata, tetapi mendapatkan gaji yang tinggi, betulkah dia sudah mendapatkan harga dirinya yang tinggi? Belum tentu juga kalau ternyata gaji yang tinggi itu ternyata membuatnya banyak mengeluarkan pengeluaran. Misalnya, anaknya sakit-sakitan, kendaraan yang digunakan untuk mengajar sering bermasalah sehingga harus mengeluarkan uang banyak untuk servisnya, atau keadaan rumah tangga yang membuatnya tidak bisa tenang saat mengajar. Itu adalah hal yang setimpal untuknya, sehingga gaji yang besar terasa sedikit dan cepat habis.


Beberapa hari setelah membaca bagian buku ini, saya kehilangan uang yang tersimpan di bank. Uang itu adalah gaji yang baru ditransfer sehari sebelumnya. Saat itu saya akan menarik uang di ATM. Ternyata mesin ATM-nya error. Setelah memasukkan angka pin, mesin ATM tersebut berhenti lama seperti hang. Karena khawatir kartunya tertelan, saya pencet tombol cancel berkali-kali. Setelah beberapa menit, keluarlah kartunya. Alhamdulillaah.


Karena di mesin ATM ini tidak bisa mengambil uang, maka saya yang waktu itu ditemani suami, mencoba pergi ke ATM lain di perumahan yang lain. Di tengah perjalanan saya membuka aplikasi mobile banking untuk mengecek saldo. Waktu itu saya berniat mentransfer uang dari rekening lainnya. Tetapi saya ingin tahu dulu jumlah uang yang ada di rekening penerima supaya uang yang ditarik sesuai dengan rencana. Saat itulah saya kaget sampai hati berdebar-debar antara takut dan sedih. Di sana tertera saldo saya berkurang sekian juta yang ditarik beberapa menit yang lalu. Padahal tadi saya gagal mengambil uang dan belum memasukkan nominal yang akan diambil.


Astaghfirullah. Langsung saja saya hubungi hotline service yang bekerja 24 jam. Saya ceritakan kejadian yang baru saja saya alami. Akhirnya kami langsung pulang, tidak jadi mengambil uang.


Sesampainya di rumah, suami langsung menulis email ke pihak bank, mengadukan kejadian yang baru saja saya alami. Detail kejadian dan waktunya diceritakan secara terperinci. Saat ingin men-screenshoot data di mobile banking, ternyata saya tidak bisa mengakses. Sepertinya langsung diblokir oleh pihak bank. Berkali-kali saya coba, hasilnya nihil. Ya sudah. Saya hanya bisa pasrah kepada Allah. Banyak beristighfar.


Jadi ingat yang di buku Kak Rio. Jangan-jangan memang saya tidak pantas mendapatkan gaji tersebut. Kinerja saya belum layak untuk mendapatkan penghargaan. Astaghfirullah. Doa istirja dan istighfar saya coba lafadzkan setiap saat. Sambil memohon kepada Allah agar diganti dengan yang lebih baik. Aamiin.


Keesokan harinya saya dan suami kembali ke ATM karena harus mengambil uang. Saat mengecek saldo, alhamdulillaah uang yang kemarin hilang sudah kembali. Alhamdulillaah, maasyaAllah. Betapa senang dan bahagianya hati ini. Ketika melihat ke data di mobile banking, tulisan withdrawal yang kemarin tertera di sana dengan waktu yang sangat jelas, sudah tidak ada lagi. Sudah dihapus. Dan, jawaban email yang dikirim oleh suami, baru dibalas dua hari kemudian dengan jawaban bahwa apa yang saya ceritakan tidak benar karena tidak ada record-nya. Betapa canggihnya teknologi. Padahal dua hari yang lalu, jelas-jelas tertulis data pengambilan tanggal 23-9-2020  pukul 17.13. Sekarang sudah tidak ada.



Ya sudahlah. Yang penting yang saya sudah kembali. Alhamdulillaah.



Wednesday, September 23, 2020

Sudah Siapkah?

Bismillaah


Tepat tanggal 21 September 2020 kemarin, usiaku sudah 45 tahun. Sungguh bukan usia yang muda lagi. Sudah menua, malah.


Di jatah umur yang semakin berkurang ini, masih banyak yang belum bisa kulakukan. Masih sedikit ibadahku kepada Sang Pemilik Kehidupan. Masih sedikit sumbangsih kepada orang tua, kepada suami, juga kepada anak-anakku. Apalagi kepada masyarakat di sekelilingku. 


Sedih rasanya bila ingat amal yang belum seberapa. Kilau dunia lebih menghipnotis daripada syahdunya bermunajat kepada Sang Khalik. 
Malu rasanya bila ingat bekal yang masih kurang banyak. Apa nanti yang akan aku laporkan kepada-Nya?

Astaghfirullah. 
Mohon ampunan-Mu ya Rabb, atas segala khilaf diri.
Mohon bimbingan-Mu ya Rabbi, agar di sisa umur yang tak lagi sedikit ini, aku bisa lebih banyak beribadah kepada-Mu.


Banyak cita yang kurajut di langit tinggi. Namun, jalannya tak semudah dan semulus yang kubayangkan. Inginnya memberikan banyak manfaat, tapi diri sibuk dengan kepentingan pribadi. Inginnya menebarkan banyak kebaikan, namun raga lebih banyak berdiam diri.


Ya Allah ...
Justru di usia 45 ini, ujian datang bertubi. Dari keluarga, dari keuangan, dari anak-anak. 
Hidup yang selama ini kujalani terlalu membuaiku. Terlalu melenakanku karena kenikmatannya. Kini, ketika ombak kecil datang, terkaget-kaget aku dibuatnya.


Namun, diri ini yakin seyakin-yakinnya. Allah tidak akan menguji hamba-Nya, di luar batas kemampuannya. Allah memberikan masalah ini karena Allah Mahatahu bahwa aku mampu mengatasinya. Mampu menjalaninya. Kucoba tegakkan kaki dan kokohkan langkah.


Dengan memohon pertolongan-Nya, kuyakin bisa melewati semua ini. InsyaaAllah.
Aku sangat yakin dengan kebenaran firman-Nya.


لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَاۤ اِنْ نَّسِيْنَاۤ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَاۤ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَا قَةَ لَنَا بِهٖ ۚ وَا عْفُ عَنَّا ۗ وَا غْفِرْ لَنَا ۗ وَا رْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰٮنَا فَا نْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ


"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir."
(QS. Al-Baqarah: Ayat 286)

Semoga aku bisa menjalani semua ini. Dan semoga ujian ini semakin mendekatkanku kepada Allah yang Mahakuasa.


Semoga ujian ini membuatku semakin dewasa dan bijaksana dalam memandang kehidupan yang hanya sementara ini. Membuatku semakin bisa memaknai arti kehidupan ini sehingga tidak termasuk orang yang lalai. 
Membuatku semakin siap mengumpulkan bekal ke akhirat, kampung yang kekal abadi.
Aamiin yaa rabbal'aalamiin.


Sunday, September 20, 2020

Mendewasa

       Sumber gambar: udai08.blogspot.com

Bismillaah


Membersamai tumbuh kembang anak adalah waktu istimewa yang tak akan pernah terulang lagi. Melihatnya tumbuh dari bayi yang hanya bisa merengek, lalu mulai berlari dan bercerita, adalah masa-masa indah seorang ibu. Meski tampak kerepotan dengan mengasuh dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, momen itu sungguh menjadi fase kehidupan yang istimewa.


Tahun demi tahun telah berlalu. Saat anak sudah mulai memasuki jenjang TK, kerepotan itu secara perlahan mulai berkurang. Tak ada lagi yang menguntit di belakang baju, ke mana pun ibu pergi. Tak ada lagi yang minta digendong saat jalan-jalan untuk sekadar refreshing. Kini, ia mulai mengenal teman dan bermain keluar rumah. Bahkan bersepeda jauh ke rumah teman-temannya. Ikatan itu mulai mengendor.


Begitu menginjak bangku SD, kesibukannya belajar semakin mengurangi intensitas komunikasi dengan ibu, meski masih harus didampingi. Bermain di luar rumah, bermain bola, layang-layang, atau bersepeda dengan teman-temannya, kini lebih penting daripada ikut ibu pergi kajian atau silaturahmi ke kerabat. Tali ikatan itu semakin terurai. Dia bukan lagi di kecil yang harus digendong ke mana pun kaki melangkah. Dia bukan lagi si mungil yang selalu ingin dipangku saat tamu berkunjung. 


Kini, dia telah menjadi pemuda. Masa baligh telah menantinya.  Meski keinginannya masih selalu ingin dipenuhi, dia tak lagi memaksakan diri untuk memilikinya. 

"Aku mau pesan es, ya Mi," katamu tiba-tiba.
"Boleh. Tapi uang ummi cukup, nggak, ya?"
"Pakai uangku aja," ujarmu yang membuat hati meleleh terharu.
Tak pernah disangka, kau akan bersikap seperti itu. Mengerti keadaan ibumu yang sedang pas-pasan. 


Kau yang selama ini terlihat egois, mau menang sendiri, maunya selalu dinomorsatukan, sekarang telah berubah. Kau sudah semakin dewasa. Mungkin kehidupan pesantren lah yang menempamu menjadi semakin bijaksana. Meski kecil tubuhmu, namun cara berpikirmu besar dan luas. Semoga kedewasaan dan kebijaksanaan ini akan terus melekat hingga kau benar-benar dewasa nanti. Menjadi pemimpin atau ulama yang bisa mengayomi umat, yang bisa menjadi teladan. Aamiin yaa rabbal'aalamiin.

Monday, September 14, 2020

Guru Teladan


Bismillaah


Saat ini, keberadaan guru mungkin tidak sepenting sebelum ada pandemi. Mengapa? 
Karena saat ini, yang memegang kendali penuh dalam pendidikan anak, terutama anak SD, adalah orang tua. Adanya kebijakan pemerintah yang mengharuskan siswa SD untuk belajar dari rumah, membuat orang tua harus berperan aktif dalam pendampingi anak-anaknya. Sedangkan peranan guru, untuk sementara, mungkin agak tersisihkan, meskipun tidak 100 persen.


Hal ini berarti bahwa orang tua kembali menjadi guru pertama untuk anak-anaknya. Guru sebenar-benarnya guru. Guru yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga keimanan dan akhlak Islam. 


Dalam mengajarkan ilmu, orang tua dituntut untuk menguasai ilmu tersebut, meskipun tidak sedalam apa yang dipahami para guru di sekolah. Sedangkan dalam mengajarkan keimanan dan akhlak, orang tua tidak hanya menyiapkan pengetahuan tentangnya, tetapi juga harus memberikan contoh langsung. Menjadi suri teladan langsung bagi anak-anak. 


Tentu bukan hal yang mudah. Apalagi bagi orang tua yang selama ini menyerahkan semua keperluan pendidikan anaknya kepada sekolah. Orang tua merasa sudah cukup dengan mengeluarkan biaya mahal agar sekolah dapat mendidik anak-anak mereka. Tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadikan mereka anak-anak yang saleh dan berakhlak mulia. Sungguh berat nian tugas sekolah, dalam hal ini, guru-guru. 


Kini, orang tua merasa sulit ketika harus mengajari anak-anaknya ilmu pengetahuan yang tidak dikuasai sebelumnya. Di sisi lain, mereka pun harus mendidik anak-anak dengan sikap mereka yang selalu dilihat oleh anak didik mereka. 


Kini, tugas berat itu kembali kepada sang pemilik fitrahnya. Secara fitrah, tugas mendidik anak adalah kewajiban orang tua. Seperti firman Allah dalam surat At Tahrim ayat 6.

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ


"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."



Jelas sekali bahwa mendidik anak agar terhindar dari api neraka adalah kewajiban orang tua, bukan guru di sekolah. Miris sekali bila masih ada orang tua yang menyalahkan guru karena kelakuan anaknya yang tidak bisa diatur. Sikap anak yang tidak tahu sopan santun, perlu dipertanyakan kepada orang tua. Bagaimana mereka mendidik anak di rumah? 
Sudahkah mereka menjadi contoh yang baik untuk putra-putrinya?


Guru teladan, kini bukan semata beban yang harus dipikul oleh para pendidik di sekolah. Tetapi justru menjadi tugas utama para ayah dan ibu di rumah. Bagaimana mereka mendidik generasi ini agar tidak hanya cerdas intelektual tetapi juga emosional dan spiritualnya. 


Memang bukan tugas yang ringan. Namun, bila hal ini dilakukan secara bersama-sama antara orang tua, sekolah, dan lingkungan masyarakat, tentu tidak akan berat. Generasi emas Indonesia akan terwujud dan menjadi pemimpin dunia yang disegani. InsyaaAllah.

Friday, September 4, 2020

Komunikasi 3 M


Bismillaah

Belajar dari rumah sudah berjalan hampir enam bulan. Situasi yang pada awalnya banyak disyukuri karena telah mengeratkan bonding orang tua dengan anak, kini mulai terasa melelahkan dan membosankan. Tidak hanya orang tua, anak pun merasakan hal yang sama. Ditambah lagi dengan waktu yang tidak bisa diprediksi, kapan keadaan ini akan berakhir.


Di sisi lain, muncul kekhawatiran baru akibat pembelajaran online ini. Apalagi kalau bukan kecanduan gadget. Setiap hari, anak harus menggunakan gadget dan kurang bermain di luar rumah. Wajar bila orang tua merasa cemas dan takut kalau anaknya jadi ketergantungan pada gawai tersebut.


Di saat situasi sudah seperti kolam ikan yang keruh penuh dengan tanaman liar, Kak Rio datang memberikan sedikit angin segar. Pencerahan yang semoga bisa menjernihkan suasana dan pikiran para emak yang sudah di ambang batas kejenuhan dan kegalauan. Menjadi guru untuk anak-anak sendiri di rumah, tak semudah yang dibayangkan. Apalagi harus mengajar semua mata pelajaran. Padahal, selama ini yang ditekuni hanyalah bagaimana anak-anak bisa tercukupi gizinya dan kebutuhan fisiknya. Sekarang harus memerhatikan kebutuhan akalnya yang tidak boleh diisi dengan sembarang ilmu. Bisa-bisa anak-anak bukannya tambah pintar malah terjerumus dalam ketidakpastian.


Pada kesempatan ini, Kak Rio memaparkan bagaimana keadaan yang mulai semrawut ini dikondisikan agar terasa menyenangkan. Salah satu kuncinya adalah dengan melakukan Komunikasi 3M. Menenangkan, memuliakan, membahagiakan.


Tugas para emak saat ini memang semakin menumpuk. Selain tugas negara yaitu menjamin kelangsungan asap dapur agar tetap ngebul dan baju-baju rapi selalu tersedia setiap hari, kini bertambah dengan tugas mendampingi anak belajar online. Mendampingi tidak sekadar duduk di sampingnya, tetapi juga memotivasi, mengajari, dan memecahkan masalah yang dihadapi anak berkaitan dengan pelajarannya. Benar-benar sebuah tugas yang tidak ringan. 


Ditambah lagi menghadapi para bapak yang mungkin juga sudah suntuk dengan keadaan ini karena berkaitan dengan laju ekonomi keluarga yang mulai tersendat. Maka, bertambahlah tugas emak, yaitu MENENANGKAN. Menenangkan anak dan suami agar tidak semakin tertekan. Memberikan pengertian bahwa semua ini adalah kehendak Allah yang harus kita jalani dengan ikhlas. Apa yang sedang kita alami saat ini, tak seberat dengan apa yang dialami oleh Bunda Hajar saat ditinggalkan berdua saja dengan Ismail di padang pasir tandus dan tak berpenghuni. Sedangkan ia hanya seorang perempuan. Namun, ia sadar dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Berbekal itulah, beliau bisa menghadapi ujian itu dan malah berhasil menjadikan tanah gersang tak berpenghuni itu menjadi sebuah kota. Kota yang kini sangat dirindukan dan diimpikan oleh setiap muslim.


Setelah memenangkan, tugas emak berikutnya adalah memuliakan. Memuliakan anak sebagai seorang pejuang ilmu. Mereka mulia karena dengan menuntut ilmu, Allah akan mudahkan jalannya ke surga. Seorang penuntut ilmu, insyaaAllah merupakan seorang calon penghuni surga. Oleh karena itu harus dimuliakan, bukan dimarahi apalagi dicaci maki dengan kata-kata yang tidak pantas. 


Yang terakhir adalah membahagiakan. Membahagiakan tidak harus dengan materi dan kemewahan. Cukup dengan kasih sayang dan sentuhan kelembutan seorang ibu, anak akan bahagia. Bila anak sudah merasa bahagia, pelajaran sesulit apa pun akan dia pelajari dan tekuni. Soal serumit apa pun akan dihadapinya sebagai tantangan yang harus ditaklukkan. Anak yang bahagia akan lebih mudah menyerap informasi yang diberikan, sekaligus memahaminya. Maka, akan lahirlah anak-anak yang cerdas dan pintar. InsyaaAllah. 


Itulah trik and tips dari Kak Rio agar orang tua bisa mendampingi anak belajar daring dengan gembira. Kuncinya adalah hati yang bahagia, bukan ilmu yang menguasai segala macam pelajaran. 





Tuesday, September 1, 2020

Online Teaching


Bismillaah


Pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak hal berubah dan mengalami penyesuaian. Begitu pula yang terjadi di dunia pendidikan. Hal yang selama ini mungkin tidak pernah terpikirkan, kini nyata terjadi di depan mata dan dialami oleh hampir semua civitas pendidikan. Bahkan tidak hanya menimpa guru dan siswa, tetapi juga orang tua atau wali murid.


Perubahan itu terjadi secara signifikan dalam hal proses belajar mengajar. Kegiatan yang selama ini dilakukan di dalam kelas, kini harus dilakukan secara daring (online) dari rumah masing-masing. Guru dan siswa hanya bertemu di aplikasi video conference. Atau aplikasi online lainnya untuk memberikan materi dan tugas. 


Berawal dari kondisi ini, maka lahirlah metode ataupun teknik-teknik mengajar online yang dirancang sedemikian rupa agar bisa menarik perhatian siswa. Salah satu yang saya pelajari dari Pak Andi Gunawan adalah "Pembelajaran Online" (The Cyber Pedagogy)


Pada pertemuan yang pertama -sekitar sebulan yang lalu-, materi yang disampaikan tentang kendala yang mungkin terjadi selama pembelajaran daring dan perbedaan utama antara pembelajaran konvensional dengan pembelajaran daring. (Conventional teaching Vs Online teaching)


Di kesempatan yang kedua ini, materi yang dibahas lebih menekankan pada teknis penerapan online teaching. Di antaranya adalah "Online Classroom Management Tips" dan "Online Class Teaching Skills Menu". 


Online Classroom Management Tips meliputi:
1. Establish norm
2. Start slowly
3. Focus on engagement
4. Cultivate student ownership
5. Be the model


Establish norm merupakan sesi penting seorang guru dalam memberikan pijakan awal kepada siswa. Pada sesi ini, guru memberikan peraturan dan adab-adab yang harus dipatuhi siswa selama proses pembelajaran daring berlangsung. Di antara norma-norma tersebut adalah selalu mengaktifkan kamera. Sebaliknya, mikrofon harus selalu dinonaktifkan, kecuali saat diminta untuk mengaktifkan. Pijakan berikutnya adalah bahwa siswa diharapkan aktif dalam pembelajaran dengan merespon apa yang disampaikan guru. Selain itu, siswa juga harus mengenakan pakaian seragam selama berlangsungnya pembelajaran daring. 


Start slowly, mengingatkan guru agar tidak tergesa-gesa dalam memulai online teaching. Online teaching, tentu sangat berbeda dengan conventional teaching. Oleh karenanya, guru harus pelan-pelan dalam mengajar. Tidak perlu buru-buru hanya karena ingin mencapai target kurikulum. 


Focus on engagement adalah salah satu hal yang penting dan mendasar dalam proses pembelajaran daring ini. Situasi dan kondisi yang sangat berbeda ini, memerlukan toleransi tinggi seorang guru. Apabila ada siswa yang bertingkah tidak sewajarnya, mungkin karena bosan atau memang kurang fokus, guru harus cepat tanggap. Tindakan yang bisa dilakukan oleh guru adalah dengan menegur siswa tersebut dan mengembalikan konsentrasinya kembali ke pembelajaran. Tidak mengapa bila penjelasan guru harus terpotong dengan beberapa intermezzo seperti memanggil nama siswa yang terlihat mengantuk, atau menegur siswa yang menulis sesuatu yang tidak bermutu di kolom chat, karena yang terpenting adalah menjaga keterikatan siswa dengan proses pembelajaran.


Cultivate student ownership dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap pembelajaran daring ini. Hal ini bisa diterapkan kepada siswa setingkat SMP atau SMA, tetapi masih belum bisa untuk siswa TK dan SD. Dengan menumbuhkan rasa memiliki ini, diharapkan siswa akan selalu menanti dan menunggu jam pelajaran daring. Dengan demikian, dia pun akan fokus mengikuti semua kegiatan.


Terakhir adalah "Be the model". Jadilah teladan. Sudah seharusnya guru menjadi teladan bagi siswa-siswinya. Kalau guru ingin siswanya hadir tepat waktu, sudah semestinya, dia pun hadir tepat waktu. Akan lebih baik kalau bisa lebih awal agar dapat menyambut siswa-siswinya. Kalau guru ingin siswanya berpakaian seragam dan rapi, sudah tentu, dia pun harus berseragam dan rapi. Seorang guru yang bisa dijadikan teladan, tentu akan lebih mudah mendapatkan perhatian siswa. Selain itu, siswa pun akan lebih mudah mengikuti segala instruksi yang diberikan oleh guru. Tak mungkin guru menyuruh siswa untuk berbuat yang baik, sedangkan dia sendiri tidak melakukannya. 


Bersambung