Monday, September 28, 2020

Menggali Potensi, Mendidik Generasi

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Menjadi orang tua adalah profesi yang tak ada liburnya, tak ada istirahatnya, bekerja full 24 jam. Namun, untuk menenkuni profesi ini, tak ada sekolah tempat kita belajar agar lebih mengerti dan memahami seluk-beluk pekerjaan tersebut. Tidak seperti profesi lainnya. Ingin menjadi dokter, ada sekolahnya. Ingin menjadi guru, ada pula tempat belajarnya. Demikian pula profesi-profesi lainnya. Padahal, menjadi orang tua ini bukan pekerjaan yang mudah. Pertanggungjawabannya akan ditanyakan nanti di akhirat.

Karena tidak ada sekolahnya, banyak orang tua yang terpaksa terjun ke profesi ini dengan modal pengetahuan dan keterampilan yang tidak memadai, bahkan nol. Hal ini terlihat dari bagaimana mereka mendidik anak-anak hasil pernikahan mereka. Seadanya. Ada yang terlalu permisif sehingga memberikan segala apa yang diminta anaknya dengan prinsip “yang penting anak diam dan senang”. Padahal, bisa jadi apa yang diberikan  tidak sesuai dengan kebutuhan anak, bahkan malah merusak anak. Seperti pemberian gadget di usia balita, pemberian motor di usia SD, dan sebagainya. Di sisi lain, ada orang tua yang sangat otoriter dan keras dalam mendidik anak sehingga sering terjadi kekerasan dalam rumah tangga, yang mengakibatkan anak jadi tidak betah berada di rumah.

Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita tidak perlu pusing dan bingung. Meski tidak ada sekolah untuk orang tua, tetapi Rasulullah telah memberikan banyak contoh teladan kepada kita, bagaimana menjadi orang tua yang ideal. Bahkan, Allah pun telah memberikan model pendidikan yang bisa kita tiru melalui kisah Luqmanul Hakim yang diuraikan dalam surat Luqman.

Allah dan Rasulullah telah memberikan panduan bagaimana mendidik anak agar bisa menjadi qurrota a’yun bagi kedua orang tuanya. Agar anak menjadi tabungan investasi untuk di akhirat kelak. Agar anak tidak menjadi fitnah bagi ibu bapaknya.

Beberapa metode pendidikan anak dalam Islam menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya "Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam" adalah sebagai berikut.

1. Keteladanan

Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam adalah suri teladan terbaik yang pernah ada. Beliau tidak pernah menyuruh sebelum beliau sendiri melakukan terlebih dahulu. 


لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَا نَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَا لْيَوْمَ الْاٰ خِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا ۗ 


"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."

(QS. Al-Ahzab: Ayat 21)

Dalam mendidik anak, prinsip pertama yang harus dimiliki orang tua adalah keteladanan. Ini adalah modal utama. Dengan memberikan contoh yang baik secara nyata, akan memudahkan anak untuk mengikuti apa yang kita ajarkan. 


Tak mungkin kita mengajarkan dan menyuruh anak salat sedangkan kita sendiri belum bisa salat atau tidak pernah salat. Tentu anak akan sulit menaati orang tua yang seperti itu. Tanpa keteladanan, ketaatan akan sulit terealisasi.

Bicara tentang keteladanan, tentu tak bisa dipisahkan dengan akhlak mulia. Untuk mendidik anak, orang tua tidak harus pandai apalagi jenius. Yang paling penting dimiliki oleh orang tua adalah akhlak mulia. Bagaimana mau memberikan keteladanan, kalau akhlak dan perilakunya tidak baik? Bisa-bisa malah jadi bahan ledekan dan tertawaan. Na'udzubillahi min dzalik.


2. Adat kebiasaan

Namanya anak-anak, saat diajari sesuatu, tidak bisa sekali langsung bisa atau mengerti. Oleh karena itu, orang tua harus membiasakan segala sesuatu yang diajarkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Misalnya membiasakan membaca doa saat hendak makan. Anak tidak cukup hanya diajari sekali. Untuk membuatnya hafal, doa itu harus diulang-ulang. Lalu, untuk membuatnya terbiasa melafazkan doa tersebut sebelum makan, perlu dibiasakan dan dicontohkan. Maka, orang tua harus banyak bersabar dan telaten dalam mendidik anak. Tidak boleh terburu-buru dan memasang target terlalu tinggi. Karena masing-masing anak punya karakter yang berbeda. Ada yang dengan cepat dan mudah apa yang diajarkan. Ada juga yang memerlukan pengulangan yang tidak sedikit.

3. Nasihat

Bila orang tua sudah memiliki keteladanan yang baik, maka anak akan lebih mudah mengikuti nasihatnya. Nasihatnya bahkan selalu dinanti oleh anak-anaknya. Tetapi bila orang tua belum memiliki keteladanan dan akhlak yang baik, akan sulit bagi anak untuk mendengarkan dan melaksanakan nasihatnya. Dalam hatinya, anak akan berkata, "Ayah saja tidak salat, masa aku harus salat? Enak, aja." 

Begitu kira-kira kata hati sang anak.

4. Memberikan perhatian

Orang tua yang baik tidak hanya memberikan nasihat terus-menerus. Tetapi ia juga memberikan perhatian khusus kepada masing-masing anak. Sehingga setiap anak merasa, dialah yang paling istimewa di mata Ayah-Bundanya. Perhatian ini akan mengeratkan bonding antara orang tua dan anak sehingga terjalinlah keakraban. Dari keakraban, timbullah kepercayaan sehingga ketika ada suatu masalah, anak tak segan untuk bercerita dan mengadu kepada orang tuanya, bukan kepada temannya. 

5. Memberikan hukuman

Dalam mendidik anak, kadang perlu ada hukuman. Tentu saja, hukuman di sini haruslah yang mendidik dan berkaitan dengan kesalahannya. Bukan sekadar hukuman yang ditimpakan kepada anak karena kemarahan dan kekesalan orang tua. Bukan hukuman yang tidak ada tujuan. 

Bahkan, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pun, saat memerintahkan memukul anak berusia 10 tahun yang tidak mau salat, harus dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Pukulan yang tidak meninggalkan bekas luka fisik maupun psikis. Hukuman yang diberikan adalah karena cinta dan kasih sayang, bukan karena dendam.

Wallahu a'lam bishshawab.




No comments: