Saturday, February 22, 2020

Psychological First Aid Training


Bismillaah

Menjadi guru, bukan berarti hanya mengajar dan mendidik. Justru, ketika seseorang menjadi guru, otomatis dia juga harus mau menjadi murid. Murid yang selalu belajar dan selalu haus dengan ilmu baru. 


Ibarat sebuah teko, bila seorang guru hanya memberi ilmu setiap hari, maka lama kelamaan, teko itu akan habis isinya, kosong. Oleh karena itu, teko tersebut harus selalu diisi ulang. Demikian pula guru. Agar ilmunya tidak habis dan tidak ketinggalan zaman, serta selalu up to date, maka ia pun harus senantiasa belajar. 


Dalam rangka mengisi teko itulah, saya dan rekan-rekan guru belajar tentang PFA (Psychological First Aid) atau pertolongan psikologi awal. Tindakan ini dimaksudkan untuk membantu orang atau anak yang mengalami trauma atau kondisi kritis pada tahap awal. Mengapa tahap awal? Karena saat pertama kali mengalami kondisi yang tidak diinginkan, sang korban memerlukan penanganan langsung supaya keadaan tidak semakin parah atau terlambat ditangani.


Siapakah yang bisa memberikan PFA? Semua orang, terutama orang-orang terdekat korban. Bisa keluarga, teman, tetangga, dan orang-orang yang saat itu berada di dekat korban. Berarti tidak harus seorang psikolog dong? Betul. Seorang psikolog atau ahli medis dibutuhkan untuk penanganan lanjutan. Setelah korban mendapatkan PFA, maka bila diperlukan, sebaiknya dirujuk kepada ahlinya, psikolog atau ahli medis.


PFA bisa dilakukan dengan memberikan kalimat motivasi yang menenangkan, sentuhan lembut, tindakan pengobatan ringan sesuai kebutuhan. Satu hal yang harus diingat bahwa seseorang yang memberikan PFA, tidak boleh memaksa sang korban untuk bicara atau menceritakan masalahnya. Kunci penanganan PFA adalah look, listen, and link. Melihat, mendengarkan, dan menjembatani. Jadi, tidak boleh memaksa.


Memberikan PFA adalah tindakan yang sangat mulia dan InsyaaAllah berkah. Bayangkan bila orang yang mendapatkan musibah tidak kita bantu dan malah diabaikan. Tentu akibatnya bisa fatal bahkan berakhir pada kematian. Oleh karena itu, kita harus peduli dan berempati dengan sekeliling kita.

No comments: