Bismillah
Mentari bersinar lembut, pagi ini. Selembut wajahnya yang khas Jawa. Ramah dan sumeh. Murah senyum pada siapa pun yang dijumpainya. Seperti mentari pagi ini yang lembut menyapa penduduk bumi.
Mita, namanya. Cantik, secantik orangnya. Pagi ini terlihat lebih sumringah dari biasanya. Senyam-senyum seperti baru dapat door prize. Aku pun tak tahan untuk menggodanya. "Hayo ... Habis ketemu pangeran, ya?"
"Ih, Mbak Dyah, bisa aja," serunya dengan wajah merona.
"Tuuuh ... Berarti betul, kan?"
"Iya, tapi aku malah galau, Mbak."
"Lha, kenapa? Bukannya seneng, malah galau. Heran."
Maka, mengalirlah cerita yang membuatnya bahagia sekaligus galau itu.
Telah datang kepadanya, berkali-kali, surat proposal pernikahan. Namun, berkali-kali pula kandas, karena tidak sesuai dengan kriteria yang diajukan oleh sang ibu. Ibunya hanyalah seorang ibu yang biasa saja, yang ingin melihat putri bungsunya bahagia. Bahagia di mata sang ibu, apabila menikah dengan lelaki yang sudah mapan. Memiliki pekerjaan tetap dengan jabatan yang menjanjikan, rumah dan mobil pribadi sebagai bukti fisik.
Sungguh tidak mudah, bukan, mencari lelaki di bawah 30 tahun, dengan kriteria selengkap itu? Kalau yang sudah berumur, mungkin ada. Masalahnya, Mita tidak ingin mempunyai suami yang usianya jauh di atasnya. Ia ingin, suaminya sepantaran dengannya. Semakin rumit saja masalah perjodohan ini. Kriteria yang ditetapkan ternyata jadi mempersulit.
Akhirnya, hanya pasrah yang bisa dilakukan. Pasrah dengan ketentuan Allah. Menunggu dengan sabar. Di saat itulah, datang lagi seorang pangeran berusaha mengetuk pintu hatinya. Ingin membina hubungan serius, menikah. Setelah berkenalan hanya lewat WA, datanglah sang pangeran ke rumah, untuk bersilaturahmi dan berkenalan dengan dirinya dan keluarganya.
Ternyata kunjungan itu sukses. Sang ibu yang selama ini ketat dalam menentukan kriteria, sekarang sudah longgar. Meskipun sang pangeran masih ngontrak dan belum memiliki mobil pribadi, sang ibu tidak keberatan. Tapi muncul masalah lain. Memang, sepertinya, lagi-lagi, masalah ini tidak semulus dan selancar jalan tol. Iya, sih, jalan tol juga lebih sering macetnya, daripada lancarnya. Begitu pula jalan hidup Mita menuju gerbang pernikahan.
Begitu sang ibu sudah memberikan lampu hijau, justru Mita yang sekarang ragu. Dari segi fisik, pekerjaan, akhlak, juga agama, sepertinya tidak ada yang perlu diragukan. Tapi, dari segi fikrah, ternyata mereka berbeda. Cara berpikir yang berbeda, bisa menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Ini bukan perkara gampang. Di satu sisi, keinginan dan kebutuhan akan suatu pernikahan sudah begitu kuat. Di sisi lain, keinginan untuk tetap mempertahankan idealisme yang selama ini dipegang, juga mencengkeram erat. Bingung.
Di sinilah kita, manusia lemah nan dhaif. Sungguh hanya Allah yang Mahakuasa, tempat kita bergantung dan mengadukan segala masalah dan kepenatan hati. Beruntungnya kita menjadi seorang muslim. Bila jalan terlihat buntu dan tak tahu harus ke mana dan apa yang hendak dilakukan, cukup Allah saja yang menolong kita. Cukup Allah saja tempat kita memohon pertolongan.
Di tengah kebingungan dan kegalauan itu, apa yang harus Mita lakukan?
Mudah saja. Laporkan saja semua keruwetan itu kepada Allah yang telah memberikan ujian hidup ini. Maka, segala yang nampak gelap akan menjadi terang. Segala yang nampak kusut akan terurai.
لاحول ولاقوت الا بالله
Tak ada daya dan kekuatan kecuali hanya dari Allah.
No comments:
Post a Comment