Bismillah
Iman setiap orang itu selalu berfluktuasi, kadang naik, kadang turun. Oleh karenanya kita harus selalu menjaganya, memperbaharuinya, dan sebisa mungkin, meningkatkannya. Salah seorang hamba Allah yang memiliki kadar keimanan yang luar biasa adalah Ibunda Nabi Ismail, Sayyidah Hajar, atau lebih dikenal dengan Siti Hajar.
Ketika Sayyidah Hajar baru saja melahirkan bayinya, Ismail, Nabi Ibrahim membawa mereka berdua ke padang tandus tak berpenghuni. Sejauh mata memandang, hanya hamparan pasir yang terlihat. Panas. Di sanalah Nabi Ibrahim meninggalkan mereka berdua, dengan perbekalan seadanya. Ketika Nabi Ibrahim mulai melangkah hendak pergi meninggalkannya, Sayyidah Hajar bertanya, "Mengapa engkau tinggalkan kami di tempat seperti ini?" Tapi Nabi Ibrahim hanya diam, tidak menjawab. Diulanginya pertanyaan itu sampai tiga kali, tetap tak ada jawaban. Namun Ibunda Ismail tidak marah. Beliau justru mengganti pertanyaan dengan, "Apakah ini perintah Allah?"
Barulah Nabi Ibrahim menjawab, "Iya, ini perintah Allah."
"Kalau ini perintah Allah, pasti Allah tidak akan menyia-nyiakan kami."
Masya Allah, jawaban yang sangat luar biasa. Tidak akan terucap, kalau bukan dari keimanan yang sangat tinggi. Keyakinan yang sangat kuat terhadap Sang Pencipta. Itulah iman Sayyidah Hajar. Seorang perempuan, ditinggal di padang pasir nan gersang hanya berdua dengan bayinya yang masih merah. Adakah saat ini, yang bisa menyamai ketangguhannya?
Dari jawaban itu kita belajar meyakini bahwa, kalau itu perintah Allah dan Rasul-Nya, pasti ada kebaikan di dalamnya. Sebaliknya, kalau itu larangan Allah dan Rasul-Nya, pasti ada keburukan di sana.
Masih tentang kisah Sayyidah Hajar. Ujian keimanan yang diberikan Allah kepadanya, ternyata tidak berhenti sampai di situ. Setelah beberapa hari, perbekalan makanan habis, sehingga air susunya pun kering, menyebabkan bayi Ismail menangis tiada henti karena haus, dan mungkin juga lapar. Hal ini memaksa beliau untuk mencari air sebagai sumber kehidupan. Dengan berlari-lari kecil, beliau menyusuri Bukit Shafa, kemudian terus berlanjut hingga ke Bukit Marwa. Ternyata tak ditemuinya sumber air itu. Tanpa rasa putus asa, demi sang buah hati, beliau ulangi lagi pendakian dan pencariannya dari Bukit Shafa ke Bukit Marwa hingga tujuh kali. Sungguh, kekuatan yang juga sangat luar biasa, mengingat medan yang sangat sulit. Berbatu dan mendaki. Mampukah kita?
Tak disangka tak diduga. Sumber air yang dicari, justru keluar dari kaki bayinya. Itulah air zamzam. Kalau kita sebagai orang yang memiliki iman seadanya, mungkin kesal, mengapa air itu baru muncul sekarang, bukan dari tadi? Supaya Ibunda Ismail tidak harus berlari tujuh kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwa. Namun, di situlah bentuk perjuangan seorang yang beriman. Dan itulah Islam, bukan hasil yang dinilai, tapi perjuangannya. Itulah jalan cinta para pejuang. Terjal, sulit, mendaki, dan kadang dipenuhi dengan onak dan duri. Untuk mengetahui sejauh mana keimanannya kepada Allah Rabbul'aalamiin.
Iman itu, dinyatakan dengan lisan, dan dibuktikan dengan ujian dan perjuangan. Seperti Ibunda Siti Hajar. Setelah itu, sampailah pada taraf bertaqwa. Orang yang bertaqwa, akan mendapatkan rizki dari Allah, yang datangnya dari arah yang tidak disangka-sangka. Seperti hadirnya air di bawah kaki bayi Ismail. Tidak disangka-sangka.
Itulah keimanan Sayyidah Hajar, yang merupakan salah satu contoh keimanan berdasarkan perasaan, atau syu'ur. Dengan perasaan beliau, beliau yakin bahwa Allah tidak akan menelantarkannya. Nyatalah apa yang diyakininya itu.
Sedangkan keimanan yang berdasarkan nalar atau 'aqali, akan dibahas pada kesempatan yang akan datang, in sya Allah.
Untuk bagian satu, silakan baca disini.
Untuk bagian tiga, silakan baca di sini.
1 comment:
Bagi orang-orang yakin akan ketetapan Allah, sungguh, iman mereka tiada diragukan.
Post a Comment