Tuesday, June 9, 2020

Da'i Cilik


Bismillaah


Saat itu Mufid masih TK, usianya belum genap 6 tahun. Ketika ada acara Gebyar Ar Rahman, sekolah tempat Mufid belajar, ibu guru memintanya untuk ikut lomba Pildacil (Pemilihan Dai Cilik). Sekitar satu atau dua pekan sebelum acara, teks pidato sudah diberikan oleh bu guru.


Tidak hanya di sekolah, di rumah pun ia rajin belajar. Hanya saja, ia tidak pernah mau didampingi saat belajar. Ia maunya belajar sendiri. Maka, ia pun pergi ke samping rumah, sembunyi. Di sana ia mulai menghafal teks yang telah disiapkan oleh Bu Guru. Saat ditanya Bu Guru di sekolah, “Mufid belajar sama siapa di rumah?”                                                                                        "Sendiri,” jawabnya.
“Nggak sama Umi?” selidik Bu Guru.
“Uminya sibuk ngurusin adik,” jawabnya polos.


Duh, nyesek rasanya saat dengar cerita Bu Guru itu. Kok bisa-bisanya dia berkesimpulan seperti itu. Padahal dia memang tidak pernah minta diajari. Jadi dia mengambil kesimpulan sendiri, memutuskan sendiri tindakannya, tanpa pernah bercerita ke uminya.


Pada hari  Mufid maju lomba, saya juga berhalangan hadir karena memang harus mengajar. Ia berangkat diantar abinya. Alhamdulillaah, Mufid dapat juara harapan I. Waah, tidak menyangka. Yang membuat saya lebih surprise lagi, ketika ada sesama wali murid cerita. Kata beliau, Mufid merupakan satu-satunya peserta yang sangat menghafal teks. Tak ada yang terlupa dan tak ada kata yang meleset. MasyaaAllah. Ternyata itu yang membuatnya juara. Namun sayangnya, karena ia selalu belajar sendiri, maka intonasi dan ekspresinya pun tidak ada. Ia sekadar hafal. Sedangkan namanya berpidato, tentunya harus ada intonasi, ekspresi, dan komunikasi dengan audiensnya.


Bagaimana pun, pengalaman ini sangat berharaga, baik untuk Mufid ataupun untuk diri saya sebagai ibunya. Bagi Mufid, ini adalah ajang buatnya mengasah rasa percaya diri. Bagi saya, ini adalah teguran betapa saya kurang memperhatikan kebutuhannya, lebih fokus kepada adiknya. Dan beruntungnya saya, Mufid begitu paham dengan kesibukan uminya. Sangat mengerti bahwa uminya repot mengurusi adiknya.


Sedih sekaligus bangga. Sedih karena belum bisa menjadi ibu yang baik. Bangga karena Mufid sudah bisa mandiri dan sangat pengertian. 

No comments: