Saturday, June 6, 2020

Naluri


Bismillaah


Pagi itu kau masuk kelas tanpa salam dan malah menangis, sambil menyalamiku. Kutanya ada apa, namun hanya tangisan sendu yang terdengar. Isakmu pun semakin keras, hingga teman-temanmu keheranan campur khawatir. Kucoba menawarimu kursi, dan kau pun duduk. Masih menangis.


Tak biasanya begini. Kamu adalah salah seorang siswa yang hampir tidak pernah ada masalah. Nilai raportmu selalu bagus, bahkan berada di peringkat pertama. Hafalanmu juga sangat cemerlang. Budi bahasamu sangat halus dan menawan, semenarik paras wajahmu yang tirus. Budi pekertimu pun tak beda jauh dengan nilai akademikmu. Hampir semua excellent.


Namun tangismu kini, sungguh mengejutkan semua yang ada di kelas. 


"Ada apa dengan mama dan papa, Bu? Mengapa mereka bertengkar? Ada apa?" Tuturmu di tengah isak tangis. Ada sedih, kecewa, bingung, terlukis di raut wajahmu. Namun begitu, kau belum ingin mengakhiri ceritamu.


"Baru kali ini saya lihat mama dan papa bertengkar. Mata papa  memerah,  suaranya sangat keras. Mama pun tak kalah dengan jeritannya. Ada apa ini? Apa yang sedang terjadi? Apa yang membuat mereka seperti itu?"


Mendengar ceritanya yang diselingi isak tangis, saya coba tenangkan dengan merengkuhnya dalam pelukan. Setelah beberapa saat, emosinya mulai stabil. Saatnya untuk berbicara. 


"Sarah, setiap orang pasti punya masalah. Mungkin mama dan papa juga sedang ada masalah."


"Tapi kenapa harus bertengkar?"

"Mungkin mereka tidak bermaksud untuk bertengkar. Kadang ketika berdiskusi untuk mencari jalan keluar, karena terlalu bersemangat, maka suara kita meninggi."

"Tapi papa nggak pernah begitu."

"Ya, kita harus maklum. Mungkin papa khilaf. Masalahnya sangat berat sehingga menguras emosi. Sarah bantu doa ya, agar masalah mama dan papa segera selesai," kata saya mengakhiri drama pagi itu. Sudah waktunya pelajaran. Kasihan siswa-siswi yang lain. Mereka juga berhak mendapatkan pelajaran dan perhatian.


Alhamdulillaah, Sarah sudah mulai tenang dan bisa mengikuti pelajaran hari itu meski dengan wajah murung. Semoga saja masalah orang tuanya berakhir dengan baik. Kasihan, anak sekecil itu harus menyaksikan prahara rumah tangga. Seandainya para orang tua sadar, betapa anak-anak itu sangat sensitif perasaannya. Nalurinya tajam. Kita yang sedang berdiskusi baik-baik pun bisa dianggap bertengkar karena bicara saling bersahutan. Alangkah lebih baik jika kita ingin membicarakan suatu masalah tidak di depan anak-anak agar mereka tidak terguncang jiwanya. Karena masalah sekecil apa pun sangat berpengaruh terhadap moodnya di sekolah. Dan, gurunya juga nanti yang kewalahan karena harus menetralkan emosinya. Semoga tidak ada lagi anak-anak yang membawa masalah orang tuanya ke sekolah. Aamiin.

#SHSB

No comments: