Saturday, July 11, 2020

Workshop

Bismillaah


Hari ini, Sabtu, 11 Juli 2020, kami mengikuti workshop di perpustakaan AHIS. Biasanya, sebelum masa pandemi, workshop dilaksanakan di hotel. Tapi, demi keamanan dan keselamatan bersama, kali ini cukup di sekolah saja. 


Workshop ini merupakan puncak raker (rapat kerja) semester 1 tahun ajaran 2020/2021. Kalau di raker hanya diikuti oleh kepala sekolah dan guru, di workshop ini ikut hadir pula Direktur Pendidikan AHIS, Ustadz Hasan Ishak. 


Sebelumnya, acara ini dinamakan Musyker (musyawarah kerja) dan selalu dihadiri oleh pengurus yayasan Al Hidayah, selain civitas akademika AHIS. Namun sudah dua tahun ini berganti nama menjadi workshop dan dari pihak yayasan hanya diwakili oleh direktur pendidikan. Masalah yang dibahas pun berkaitan dengan teknis pembelajaran beserta target dan capaian yang telah diraih selama setahun. 


Workshop kali ini membahas tentang materi pokok yang akan diberikan kepada siswa selama BDR (Belajar dari Rumah). Diawali dari pemaparan oleh korlas (koordinator kelas) 1, kelas 2 dan 3. Selanjutnya presentasi dari KKG (Kelompok Kerja Guru) mata pelajaran kelas 4, 5, dan 6. Saya mendapat kesempatan pertama kali untuk menyampaikan materi pokok apa saja yang akan disampaikan dalam pelajaran bahasa Indonesia. 

Masukan dan saran yang diberikan oleh kepala sekolah adalah agar materi bahasa Indonesia lebih disederhanakan, diutamakan yang mudah-mudah saja, mengingat pelajaran jarak jauh pasti berbeda dengan tatap muka langsung. Jadi target pencapaiannya jangan terlalu tinggi.


Setelah itu dilanjutkan dengan mata pelajaran lainnya. Terakhir adalah pemaparan dari KKG bahasa Inggris yang mendapat pujian dari Bapak Direktur karena beliau, Pak Mahlil, sangat memahami kelebihan dan kekurangan siswanya. Seperti itulah seharusnya, seorang guru.


Poin utama yang dapat disimpulkan dari workshop kali ini adalah bahwa KBM (kegiatan belajar mengajar) selama 6 bulan ini, hendaknya disajikan secara menarik dan mudah. Tidak perlu mengejar target kurikulum. Siswa jangan terlalu dibebani dengan tugas-tugas yang sulit, karena guru tidak bisa membimbing langsung seperti saat di kelas.

Beberapa catatan yang diberikan oleh Ustadz Hasan setelah pemaparan materi-materi pokok tadi adalah bahwa kita harus mengacu kepada profil lulusan sekolah ini. Di antaranya adalah lulusan AHIS harus sudah hafal juz 30, pandai membaca, menulis, dan berhitung, serta memiliki akhlak dan adab yang baik. Kemampuan selain itu, merupakan bonus yang perlu kita syukuri. Namun, tujuan utama kita mengajar adalah menjadikan anak-anak yang berakhlak mulia dan memiliki kemampuan-kemampuan dasar tersebut.

Selain itu, beliau juga mengingatkan bahwa setiap anak memiliki potensi untuk menjadi yang terbaik. Jangan pernah meremehkan siswa karena setiap diri sudah dikaruniai Allah satu paket kelebihan dan kekurangan. Dan, bisa jadi, kekurangan atau kelemahan anak hari ini, justru menjadi keunggulannya di masa depan. 

Seperti teman beliau yang datang ke Pakistan dengan kemampuan bahasa Arab nol. Namun karena dia merasa tertantang, kini justru menjadi orang yang sangat menguasai bahasa tersebut dan menjadi salah satu yang terbaik. 


Jadi ingat seorang guru virtual saya, Kak Budi Waluya. Meskipun beliau jauh lebih muda daripada saya, tapi ilmunya jauh lebih banyak. Begitu juga amalnya. Waktu sekolah beliau tidak suka dengan bahasa Inggris. Namun saat mendaftar kuliah, beliau justru diterima di jurusan bahasa Inggris. Dan, itulah awal kecintaannya. Yang tadinya benci jadi cinta. Siapa sangka? Yang tadinya dianggap kurang dalam pelajaran tersebut, sekarang malah menjadi pakarnya.


Selesai S 1, beliau mendapat beasiswa S2 bahasa Inggris di negara asal bahasa tersebut. Lalu melanjutkan S3 dengan beasiswa di Amerika dengan jurusan yang sama. Sambil menyelesaikan S3, beliau juga mengajar secara virtual melalui grup Facebook. Jadi, belajar online itu memang sudah ada sejak lama. Namun, sistem ini baru terasa saat pandemi ini.

Terus terang, saya iri dengan beliau. Usia masih sangat muda, amalnya sudah banyak. Mengapa? Karena beliau mengajari ribuan orang melalui grup Facebook tersebut. Setelah itu, program belajar dipindah menggunakan website.


Itulah contoh seorang yang tadinya dianggap tidak bisa dan tidak mampu, ternyata bisa menjadi yang terbaik. Karena dia termotivasi dan tertantang dengan ketidakmampuannya itu.


Seperti kata Tere Liye, seorang anak memiliki janji kehidupan yang lebih baik. Jangan pernah meremehkan mereka. Mereka adalah kuncup-kuncup bunga yang siap mekar dan memesona sekitarnya, bila disiram dan dirawat dengan penuh kasih dan motivasi. Bukan dengan celaan atau pun dikecilkan.


Semoga saya dan seluruh guru dan orang tua di dunia ini bisa mendidik dan mengajar dengan baik. Sehingga anak-anak semakin termotivasi untuk menjadi lebih baik dan terbaik di bidangnya masing-masing. Aamiin.

No comments: