Saturday, July 4, 2020

Band Kesayangan (2)


Bismillaah

Fani hanya tertunduk menatap lantai saat ditanya seperti itu. Sepertinya dia sudah mulai tidak nyaman dengan tanya jawab itu. 

"Kamu nonton dengan siapa?" Desak Bu Indah mulai tak sabar.

"Sekeluarga ...," ujarnya dengan kepala tetap menunduk seperti bunga yang layu.

Selidik punya selidik, ternyata memang Mamanya yang memfasilitasi semua pernak-pernik yang berhubungan dengan para artis itu. Kaset VCD, gantungan kunci, poster, foto-foto, semua dibelikan. 

Sebagai wali kelas, saya tak bisa tinggal diam dengan masalah ini. Ini berkaitan dengan sikap Fani di kelas. Saat kegiatan belajar mengajar, dia sering ngobrol dengan teman sebangkunya, sehingga banyak tugas yang tidak tuntas. Selain itu, ketika diingatkan, Fani tidak langsung merespons. Dia seperti bengong dan tidak merasa bahwa dialah yang ditegur. Saatnya berdiskusi pun dia tidak terlibat aktif, banyak diamnya. Padahal kalau sedang ngobrol, ramai dan banyak tertawa. 

Akhirnya, saya ajak Fani untuk bicara dari hati ke hati. Tentang kesukaannya yang telah berpengaruh negatif terhadap sikapnya di kelas. Tak lupa saya selipkan juga bahaya yang mungkin terjadi di balik rasa sukanya itu. Termasuk, siapa dan bagaimana kehidupan para artis tersebut. Karena, selama ini mereka hanya silau dengan penampilan dan ke-glamouran artis-artis itu. Padahal di balik segala keindahan dan kemegahan, tersimpan kelamnya kehidupan mereka yang tentu saja sangat tidak pantas untuk ditiru.

Tak cukup hanya bicara dengan Fani. Masalah ini harus disampaikan juga kepada orang tuanya karena ada peran mereka dalam masalah ini.

Maka saat Mamanya datang ke sekolah, saya ceritakan apa yang terjadi, sekaligus cross check, apa benar beliau memberikan segala fasilitas, seperti cerita Fani. Ternyata beliau tidak terkejut.

"Memang benar Bu. Saya sengaja membelikan barang-barang itu, tapi tentu dengan beberapa persyaratan. Saya berharap hal ini bisa memuaskan rasa ingin tahunya. Dengan begitu dia tidak mencari ke sumber yang salah," tutur sang mama.

"Iya. Tapi ternyata dampaknya kurang bagus. Fani sering tidak fokus dan suka ngobrol, padahal guru sedang menjelaskan. Dia juga sering mengabaikan tugas yang diberikan," jelas saya dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan beliau.

"Terima kasih Bu sudah diingatkan. Ini tanggung jawab saya. Nanti akan saya kondisikan Fani agar lebih fokus."

"Kalau bisa nonton videonya juga dikurangi. Kemudian, pernak-pernik yang berkaitan dengan para artis itu, kalau bisa ya, disimpan saja di rumah, tidak perlu dibawa ke sekolah," pinta saya kepada sang mama.

Alhamdulillaah, anak dan orang tua bisa diajak kerja sama, sehingga masalah ini segera mendapatkan jalan keluar. Memang, untuk keberhasilan pendidikan seorang anak, tidak cukup dari peran orang tua saja, atau guru saja. Keduanya harus bersinergi, ditambah dengan peranan lingkungan, agar pendidikan terhadap anak membuahkan hasil yang diinginkan. Orang tua tidak boleh memasrahkan anaknya begitu saja kepada guru dan sekolah tanpa mau tahu. Tetapi harus bahu-membahu, sehingga apa yang diajarkan di sekolah, diharapkan bisa diterapkan juga di rumah. Dengan demikian, semoga generasi muda Indonesia menjadi generasi emas yang bisa memajukan bangsa dan negaranya. Aamiin.


No comments: