Semangat Membara
Bismillaah
Saat pertama kali ditunjuk sebagai wali kelas 6, hati saya dag-dig-dug. Maklum, belum pernah. Meski saat mengajar SMK pernah menjadi wali kelas juga, tapi kok rasanya beda, ya.
Jelas berbeda, karena selain menjadi wali kelas, saya juga harus mengajar matematika. Padahal, sudah bertahun-tahun saya hanya mengajar bahasa Inggris. Seingat saya, belajar matematika itu ya, saat SMA. Sudah lama sekali, dan sudah banyak yang lupa. Apalagi saya tipe orang yang susah menghafalkan rumus.
Namun, karena ini amanah, saya tak boleh menolak, apalagi lari dari kenyataan. Tapi, saya kan tidak bisa matematika?
Begitu saya curhat kepada rekan sesama guru. Akhirnya beliau menawari saya untuk belajar matematika. Tentu saja, saya sambut tawaran itu dengan suka cita. Apalagi beliau ini memang jago matematika.
Siang, selesai mengajar, saya les matematika dengan Bu guru tersebut, namanya Bu Sulastri Tri. Beliau dengan sabar dan telaten mengajari saya. Dari menggunakan teknik sederhana, sampai yang rumit. Dari cara tersingkat, sampai cara yang terlama dan detail. Semua beliau ajarkan.
Malamnya, setelah anak-anak tidur, saya mulai latihan mengerjakan soal. Saya kerjakan soal-soal yang ada di buku siswa, supaya besok saat mengajar, saya sudah kuasai semua. Malu kan, kalau gurunya saja tidak bisa mengerjakan dan tidak tahu jawabannya?
Saking asyiknya menghitung angka-angka, tak terasa jam sudah menunjukkan angka 1 tengah malam. Saya sendiri sampai heran, mengapa saya bisa begitu tenggelam dalam soal-soal? Padahal, selama ini saya tak terlalu suka dengan pelajaran yang satu ini. Bahkan ketika tahu harus mengajar matematika, saya sempat sedih dan bingung.
Kembali ke amanah tadi. Saya berusaha ingin menjalankan amanah sebaik-baiknya karena nanti di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban. Saya juga ingin bersikap profesional. Saya sudah berniat menjadi guru, maka saya harus profesional, saya harus mampu dan menguasai pekerjaan saya. Terakhir, saya suka dengan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru memang kadang terlihat sulit karena kita belum terbiasa. Kalau sudah tahu ilmunya, yang sulit bisa jadi mudah. InsyaaAllah.
Tahun kedua di kelas 6, saya mendapat tantangan baru. Alhamdulillaah, saya sudah mulai terbiasa dengan pelajaran di kelas 6, dan sedikit demi sedikit mulai menguasai materi maupun manajemen kelas. Modal ini membuat saya lebih percaya diri ketika menghadapi masalah.
Di tahun sebelumnya, mengajar matematika adalah tantangan yang cukup berat. Alhamdulillaah, saya bisa melaluinya dengan baik. Meski ada beberapa anak yang harus belajar matematika dari nol. Ya, meski mereka sudah kelas 6, ternyata masih ada juga yang belum paham pengurangan. Iya, pengurangan. Hal ini membuat saya harus mengajarinya seperti anak TK. 10 di mulut, 2 di jari. Hitung mundur. Begitu.
Ternyata di tahun kedua, tantangannya lebih berat. Kalau di tahun pertama, siswanya cuma 12, kalau tidak salah, jadi bisa ditangani dengan baik. Nah, di tahun kedua, siswanya langsung melonjak jauh. Ada 37 siswa. Cukup merepotkan, kalau dibilang repot. Alhamdulillaah, Allah memberi ujian di saat saya sudah mulai mampu. Jadi, benar sekali kalau Allah subhanahu wata'ala berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
(QS. Al-Baqarah: Ayat 286)
Bersambung
No comments:
Post a Comment