Bismillaah
Sabtu yang
cerah. Sayang rasanya kalau hanya diam di rumah. Lebih baik kita manfaatkan
untuk menambah ilmu sekaligus silaturahim dengan saudara-saudara jauh. Tatsqif
atau kajian kali ini memang cukup jauh dari rumah, tapi saya sangat beruntung
bisa hadir di sana. Mengapa? Karena pematerinya seorang ustadz muda yang
buku-bukunya sudah sering saya baca. Siapa dia? Tak lain dan tak bukan, yaitu
Ustad Salim A. Fillah, penulis Lapis-lapis Keberkahan.
Kajian
kali ini tentang Perang Badar. Meskipun sudah beberapa kali membaca siroh
tentang perang ini, tetap saja beda ketika yang menyampaikan Ustadz Salim.
Banyak hal yang tak terungkap di buku Siroh Nabawiyah yang pernah saya baca. Atau saya yang kurang cermat membaca?
Kisah
ini dibuka dengan peristiwa terjadinya peperangan yang terjadi di bulan Rajab.
Bulan Rajab merupakan salah satu bulan haram yang di dalamnya kaum Arab waktu
itu dilarang berperang. Tetapi darah telah tumpah akibat ketidaktahuan seorang
muslim yang mendapat perintah dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam. Dalam
surat tersebut Rasulullah memberikan izin berperang pada tanggal 1 Sya’ban.
Sahabat itu menduga bahwa hari itu sudah memasuki bulan Sya’ban, namun ternyata
masih tanggal 30 Rajab. Hal ini memancing kemarahan kaum kafir Quraisy, yang kemudian
sangat menyalahkan Rasulullah. Mereka menganggap Rasulullah dan kaum muslim
telah melakukan dosa besar dengan melanggar adat yang telah mereka pegang
turun-temurun.
Berkaitan
dengan peristiwa tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan QS. Al Baqarah:
217 yang artinya:
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan
haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi
menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang
masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduk
dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan
fitnah lebih besar (dosanya) dari pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti
memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup.
Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam
kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka
itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Dalam ayat
tersebut jelas sekali disebutkan bahwa berperang di bulan haram merupakan dosa
besar. Tetapi mencobai (memfitnah) orang mukmin, dosanya jauh lebih besar. Lebih
besar dibandingkan dengan berperang itu sendiri.
Di
akhir ayat disebutkan bahwa orang-orang kafir itu akan terus memerangi kaum
muslim hingga mereka murtad. Orang yang murtad, amalnya tidak berguna di dunia
maupun di akhirat. Balasannya di akhirat nanti, ia akan dimasukkan ke dalam
neraka. Sedangkan di dunia, sesuai hukum Islam, ia dikenakan hukuman mati (hudud).
Mengapa Islam memberikan hukuman seberat itu? Sebenarnya yang menjadi titik berat bukanlah hukumannya, tetapi esensi dan tujuan dari hukuman tersebut. Apa tujuannya?
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai saat agama Islam memberlakukan hukuman hudud. Yaitu:
1. hifdzul dien atau untuk menjaga agama; supaya manusia tidak seenaknya pindah agama. Itu salah satunya,
2. hifdzul nafsi yaitu menjaga jiwa manusia
3. hifdzul nasab; menjaga keturunan
4. hifdzul 'aql; menjaga akal manusia
5. hifdzul maal; menjaga hak milik pribadi masing-masing.
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa apa yang sudah ditetapkan dalam hukum Islam, tujuannya bukan untuk menghukum, tetapi untuk menjaga kemaslahatan umat. Agar manusia tidak bermain-main dalam beragama.
Bersambung ... Disini
#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
2 comments:
kajiannya detail sekali ya.. ternyata perang pecah gara-gara tanggal 30 rajab
Ya mba Febi, terimakasih sudah mampir.
Post a Comment