Banyak orang yang tidak tertarik dengan kegiatan tulis-menulis. Mereka menganggap, menulis itu identik dengan belajar, jadi hanya dilakukan oleh mereka yang sedang di duduk di bangku sekolah. Nah, apa asyiknya belajar? Mending main game, nonton YouTube, atau berselancar di dunia maya, atau kegiatan fisik yang lebih seru dan menantang, seperti gowes, berenang, bermain bola, memasak, dan lain-lain.
Namun, bagi saya, menulis merupakan keasyikan tersendiri yang tidak bisa digantikan dengan kegiatan lainnya. Dan, seiring berjalannya waktu, menulis tidak hanya sekadar hobi tetapi sudah menjadi suatu kebutuhan. Kalau sehari tidak menulis, seperti ada sesuatu yang kurang.
Menulis telah saya lakukan sejak masih di bangku SD. Waktu itu saya sekolah di MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri) Mrisen. Saat itu, menulis menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan. Sedih, kesal, kecewa, bahagia, semua saya tulis di buku harian. Ya, saat itu, saya baru mampu menulis di buku harian. Saya yang introver, kata orang-orang, sangat cocok dengan kegiatan menulis ini. Saya lebih bebas mengekspresikan diri tanpa malu dan takut ditertawakan oleh orang lain. Tambah lagi, saat itu saya termasuk anak pendiam yang tidak akan bicara kalau tidak ditanya.
Menginjak bangku SMP, saat itu saya sekolah di MTsN (Madrasah Tsanawiyah Negeri) Klaten, menulis buku harian masih menjadi aktivitas yang menyenangkan. Selain itu, saya juga mulai suka menulis puisi. Ini berawal dari terpilihnya saya untuk ikut lomba membaca puisi mewakili sekolah. Sejak saat itulah membaca dan menulis puisi menjadi hobi.
Ketika SMA, saya sekolah di SMA Muhammadiyah 1 Klaten, saya memiliki guru yang punya profesi sebagai wartawan. Alhasil, kemampuan menulis saya semakin terasah atas bimbingan beliau. Ditambah lagi, saya memiliki seorang guru bahasa Indonesia yang sangat kompeten. Ini membuat saya tidak hanya bisa menulis, tetapi juga memahami kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bersyukur sekali bertemu dan berkesempatan belajar dengan guru-guru hebat, membuat saya percaya diri untuk mengirim tulisan ke media massa. Alhamdulillaah, dua tulisan dimuat, satu puisi mendapat juara, meskipun hanya juara harapan.
Sayangnya, nyali untuk mengirim tulisan ke media itu tidak berlanjut saat mulai kuliah. Aktivitas menulis saya kembali ke awal: menulis catatan dan puisi di diary. Tak ada perkembangan berarti. Justru kemunduran yang saya alami.
Alhamdulillaah, di akhir tahun 2015, setelah puluhan tahun tak menulis dengan serius, saya bertemu dengan grup kepenulisan di Facebook. Dari sanalah saya bergabung dengan One Day One Post yang didirikan oleh Bang Syaiha. Jazakallahu khairan katsira. Inilah era baru kepenulisan saya. Yang tadinya menulis sekadar meluapkan rasa di dalam dada, menjadi motivasi yang hingga saat ini membakar diri untuk terus menulis.
Bersambung, InsyaaAllah
No comments:
Post a Comment