Sunday, January 3, 2021

Review "Api Tauhid"


Bismillaah


Judul: Api Tauhid
Penulis: Habiburrahman El Shirazy
Penerbit: Republika
Cetakan: Februari 2020
ISBN: 978-602-8997-95-9
Tebal buku: 588 halaman


"Kita harus ikhtiar untuk memperoleh kehidupan yang abadi di alam fana ini. Duduk dengan nyaman dan meminta surga itu tidak mungkin! Aku tidak seberani itu meminta surga dengan duduk nyaman." (hal. 547)


Demikian tutur Badiuzzaman Said Nursi saat diingatkan muridnya agar berdoa dengan posisi nyaman. Beliau biasa berdoa dalam posisi berlutut dan tangan menengadah ke langit selama berjam-jam sehingga lutut dan jari-jari kakinya menjadi kasar.


MasyaAllah, sungguh pribadi yang santun dan tawadhu. Sementara banyak orang yang berdoa dengan posisi semaunya sendiri, bahkan seperti tidak menghargai Allah sebagai Dzat Maha Pengabul doa. 


Itulah Badiuzzaman Said Nursi, salah seorang tokoh ulama yang dibicarakan dan dibahas dalam novel ini. Ulama Turki ini, memiliki akhlak yang luar biasa lembut dan sangat menghargai orang lain. Bahkan kepada orang-orang yang akan menjebloskannya ke dalam penjara.


Di sisi lain, beliau adalah seorang ksatria yang tak takut mati. Prinsipnya, kematian sudah ditentukan oleh Allah. Dalam keadaan apapun, kematian bisa datang sewaktu-waktu. Kematian datang bukan karena peluru atau senjata tajam musuh, tetapi karena Allah sudah berkehendak mengambil nyawa kita.


Berdasarkan prinsip itulah, beliau maju ke medan perang tanpa rasa takut dan gentar sedikit pun. Di saat para prajurit menyerang musuh dengan berlindung di parit atau di balik pepohonan, beliau justru dengan gagahnya memacu kudanya menghampiri musuh. Dan, beliau selalu selamat dalam setiap peperangan. Meninggalnya pun bukan di medan laga.


Karena keberaniannya itu, beliau sangat disegani kawan maupun lawan. Berbagai macam tipu daya dan upaya yang dilakukan lawan tak berhasil memudarkan keberaniannya. Terutama dalam membela yang haq dan menentang kebatilan. 


Hebatnya Badiuzzaman Said Nursi, beliau tidak hanya lihai berperang, namun juga pakar dalam ilmu keislaman dan modern. Pada usia 15 tahun, beliau berhasil menghafal 80 kitab hanya dalam waktu delapan bulan. MasyaAllah tabarakallah.


Selain menguasai kitab, beliau pun menguasai ilmu pengetahuan umum. Kemampuannya ini sudah diuji oleh semua kalangan, baik dari para ulama maupun cendikiawan. Dan, mereka semua mengakui kehebatannya. Salah satu slogan beliau -karena selalu diajak dan diundang berdebat- "Di sini semua pertanyaan dijawab dan tidak ada pertanyaan yang diajukan". Artinya, beliau bersedia menjawab semua pertanyaan dan tidak akan memberikan pertanyaan balik kepada para penanyanya. Beliau dengan senang hati diuji oleh orang lain, tetapi beliau tidak mau menguji orang lain.



Karena keluasan ilmunya itulah, beliau menyarankan kepada pemerintah waktu itu agar memberikan pelajaran yang seimbang di sekolah-sekolah. Anak-anak harus belajar agama Islam juga selain belajar ilmu modern yang waktu itu berkiblat ke Eropa.

Menurut beliau, 

"Agama adalah penerang hati, sedangkan ilmu pengetahuan peradaban adalah penerang akal." (hal. 305)


Untuk itulah beliau berjuang sekuat tenaga agar sarannya diterima oleh pemerintah. Bagaimana hasilnya?


Novel sejarah ini ditulis begitu indahnya oleh Kang Abik. Meski seperti diselipkan di antara cerita utama tentang kisah cinta, justru kisah ini yang justru mendominasi panggung cerita. Jadilah kita membaca sejarah dengan sangat enjoy karena dikemas sedemikian rupa sehingga tidak membosankan. 


Bagi saya, buku ini sangat bermanfaat dan sangat menambah ilmu dan wawasan pengetahuan saya tentang sejarah Badiuzzaman Said Nursi, tentang Turki, juga tentang nilai-nilai Islam yang tercermin dari perilaku sang ulama maupun tokoh-tokoh pemuda yang menjadi thulabun nur. 





No comments: