Tuesday, May 21, 2024

Review "Kepada Utara"





Judul buku: Kepada Utara
Penulis: Shabrina WS
Penerbit: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi 
Cetakan: 2023
ISBN: 978-623-118-657-7
Tebal buku: 266 hlm


Bismillah



Seperti dapat durian runtuh, saat menemukan dan bisa membaca buku ini. Alhamdulillaah, lihat postingan Mba Shabrina di Facebook, padahal jarang buka medsos yang satu ini, membagikan link buku ini. Dan, ternyata bisa diunduh gratis. Benar-benar rezeki nomplok. MaasyaaAllah, alhamdulillaah. Apalagi sudah sebulan ini tidak baca novel. Seperti bertemu oase di tengah padang pasir yang sangat panas.



Dan, kalau membaca novel, saya suka yang happy ending, biar nggak sedih. Seperti novel "Kepada Utara" ini. Di tengah perjalanan, sempat pesimis karena hawa-hawanya mau sad ending. Tapi ... Baca sendiri lah ya, biar nggak penasaran. Dijamin ketagihan. Iya, buku ini membuat saya ketagihan baca dan enggan berhenti sebelum tamat. Alhasil, dalam waktu kurang dari dua hari, novel ini selesai saya baca. Tetapi juga karena bukunya tidak terlalu tebal, jadi cepat selesai. Mungkin karena ditujukan untuk pelajar, jadi tidak terlalu tebal. 



Setting cerita ini adalah kehidupan anak SMA. Je, yang memiliki nama lengkap Selena Jati, seorang siswa yang suka menulis dan bulu tangkis. Tapi, untuk yang terakhir ini, dia sekadar suka tetapi tidak bisa melakukannya. Tapi kalau menulis, dia jagonya. Puisi dan tulisannya banyak dimuat di majalah sekolahnya.



Tanpa diduga, ternyata Je satu sekolah dengan seseorang di masa lalunya, saat SMP. Dia adalah laki-laki yang diam-diam telah mengambil hatinya, padahal tak pernah ada komunikasi normal di antara mereka. Tak seperti mereka yang berteman atau bersahabat. Dingin. Dan, Je mengaguminya dalam diam. Hingga tiba saatnya, lelaki yang satu tahun di atasnya itu lulus sekolah dan melanjutkan SMA di luar kota. Saat itu, dia pun hanya bisa menangis dalam diam. 



Kini, dia bertemu kembali dengan lelaki itu, di SMA yang baru saja dia injak ini. Akankah pertemuan ini berdampak buruk pada niatnya yang benar-benar ingin serius belajar seperti pesan orang tuanya? Gemuruh rasa di dada Je. 



Namanya juga satu sekolah, perjumpaan pasti tak bisa dielakkan. Dari pertemuan yang tiba-tiba tanpa diduga dan disengaja, hingga akhirnya sering bertemu karena Je harus menemani temannya berlatih bulu tangkis di tempat yang sama dengan lelaki itu. Ya, lelaki itu memang salah seorang atlet bulu tangkis andalan sekolah mereka. 



Sebenarnya, lelaki yang bernama Utara itu, juga memendam rasa terhadap Je, yang sering dipanggilnya dengan "Sel". Namun, karena ketaatannya kepada Allah dan kepada kakaknya sebagai pengganti orang tua, dia pun menjaga diri dari berdekatan dengan lawan jenis. Sama seperti Je yang dilarang berpacaran oleh ayahnya. Mereka sama-sama menahan diri dan memendam rasa, entah sampai kapan.



Karena mereka semua hanya berkutat dengan perasaan masing-masing, tak ada orang lain yang tahu, Je pun harus menahan cemburu kepada temannya yang akhirnya menjadi pasangan Utara saat lomba Piala Kota. Dan, celakanya, teman Je yang bernama Greysia itu, sengaja bersekolah di sana karena ingin dekat dengan Utara. Konflik antara mereka pun harus terjadi, sampai-sampai memengaruhi penampilan Greysia saat lomba berpasangan dengan Utara. Betapa perasaan kita itu, sangat berpengaruh dengan kinerja kita. 


Minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Tiba saatnya Utara lulus SMA. Akankah peristiwa saat SMP dulu, terulang kembali? Akankah Utara pergi begitu saja hingga meninggalkan Je yang hanya bisa menangis dalam diam?



Ah, tidak seru kalau tidak baca sendiri. Dijamin, nggak bisa tahan untuk tidak segera menyelesaikan bacaan. Karena setiap babnya selalu membuat penasaran. Apalagi, apalagi yang akan terjadi?



Oiya, Mba Shabrina ini nyastra banget, menurut saya. Bahasanya indah, penuh dengan majas yang kadang membuat kening berkerut saat mencernanya. Tapi, saya suka. Puisinya juga bagus-bagus. Eh, puisinya Je, maksudnya ya🤭



                  Sementara
Sementara menanti hujan tiba
ambil cangkirmu
kita seduh teh dan biarkan aromanya
menyatu dengan udara
hujan tak pernah salah alamat
karena kepergiannya adalah
alasan kedatangannya
Jadi, sementara menunggu hujan
 yang mencari hari baiknya mendatangi
kita pilih cangkirmu,
dan geser kursi kayu tua
ke dekat jendela
kita tunggu hujan tiba,
bersama-sama.








No comments: