Wednesday, February 16, 2022

Es Krim Perdamaian

                       Source: Google


Bismillah


Tahun ini si bungsu duduk di kelas 5. Hampir sama dengan keempat kakaknya, masa-masa di kelas 5 adalah masa ujian bagi saya, ibunya. Mungkin karena mereka mulai mendekati masa puber, remaja, istilah umumnya. Sebenarnya dalam Islam tidak ada istilah remaja karena begitu meninggalkan masa anak-anak, kita akan langsung baligh, dewasa. Tetapi, masyarakat kita sudah terbiasa menyebut masa peralihan antara anak-anak dan dewasa ini dengan kata "remaja".


Saat berada di kelas 5, usia anak-anak sekitar 10-11 tahun. Di masa ini, emosi mereka cenderung tidak stabil; mudah ngambek bahkan marah. Dan, seringnya, saya jadi baper. Sering merasa sakit hati dengan kata-kata ataupun tingkah laku mereka. 


Bila ada kesalahan yang dilakukan, lalu saya tegur, mereka tidak terima. Kadang malah bicaranya lebih keras. Astaghfirullah. Di sini, saya merasa gagal sebagai ibu. Kok mereka belum bisa menghargai orang tuanya, terutama ibunya? Gimana nggak nangis😭


Tetapi, akhirnya saya mendapat pencerahan saat mengikuti Webinar Self Love dengan Bunda Poppy Dian dari komunitas Proparent. Beliau pun pernah merasa seperti yang saya rasakan itu. Namun, respons beliau lebih bijaksana. Kalau saya kan, malah melow.


Menurut beliau, saat menghadapi tingkah laku atau ucapan anak yang tidak sesuai ekspektasi kita, seharusnya kita jadi bersyukur. Bersyukur karena Allah berikan kesempatan kepada kita untuk bisa mendidik dan mengarahkan mereka. Dan itu ladang pahala buat orang tua. Kalau anaknya udah shalih, udah pinter, udah sempurna lah, istilahnya. Lha, kita sebagai orang tua, ngapain dong? 


Alhamdulillah, selalu ada pengetahuan dan wawasan baru saat kita mau belajar. Meskipun belajar dari seseorang yang jauh lebih muda dari kita. Ya, Bunda Poppy ini masih muda. Malu? Enggak, InsyaaAllah. Belajar itu dari siapa saja. Jangankan kepada yang lebih muda. Belajar dari siswa saja, sering saya lakukan. 


Nah, kembali ke masalah anak-anak di usia kelas 5. Saat ini, yang sedang berada dalam fase itu adalah si bungsu. Kalau sudah ngambek, bikin hati capek. Dia yang biasanya rajin, peduli, jadi sosok yang menyebalkan. Akhirnya saya abaikan saja, setelah diajak bicara juga nggak mempan. 


Seperti hari itu. Sebenarnya dia ngambek sama kakaknya. Tapi karena beraninya cuma sama uminya, jadi ngambek ke uminya. Barang-barang di kamar dibuat berantakan. Bahkan, meja laptop pun jadi sasaran, sampai saya khawatir laptopnya jatuh. Laptop cuma satu, kalau rusak, gimana, coba?


Ditegur, malah makin menjadi-jadi. Akhirnya saya tinggal saja melanjutkan pekerjaan rumah yang belum tuntas. Ternyata, dia betah juga ngambeknya. Siang, masih belum berubah. Sore, sama saja.


Menjelang malam, dia datang dengan sebuah es krim di tangan. "Untuk Umi," katanya, "maafin aku ya mi." 

MasyaaAllah, begini cara dia gencatan senjata 😍.
Yah, langsung saja saya peluk dan hujani dia dengan ciuman. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah. Semoga engkau menjadi anak shalih dan qurrota a'yun umi Abi ya Nak. Aamiin yaa mujibassaailin 🤲🏻.

No comments: