Sumber: google
Bismillaah
Mencintai
dan dicintai adalah dua hal yang sangat erat berkelindan. Keduanya sulit untuk
dipisahkan. Meski ada juga beberapa kasus bertepuk sebelah tangan; mencintai
tapi tidak dicintai. Namun untuk yang satu ini, sebelum mencintai, kita sudah
dicintai terlebih dulu. Bahkan jauh sebelum keberadaan kita. Siapakah dia yang
begitu hebat, sudah mencintai bahkan sebelum keberadaan yang dicintai
ditetapkan? Apakah dia ibu kita? Ayah kita? Ternyata bukan. Dialah Sang Rasululullah
ﷺ , penghulu para nabi, yang cintanya kepada umatnya telah ada dan
telah tumbuh subur meski kita belum ada. Apa buktinya? Ucapan beliau menjelang
wafatnya, “Ummatii, ummatii.” Umatku, umatku. Bukan anak atau keluarga yang
beliau ingat, tapi umatnya. Betapa besar cinta beliau, masyaa Allah.
Dengan
adanya kepastian bahwa kita dicintai oleh Rasululllah, akankah kita
mengabaikannya? Menyia-nyiakan cinta tulus seorang manusia suci, yang bahkan
para sahabatnya pun tak rela bila ada duri melukainya? Sungguh rugilah kita
bila demikian pilihannya.
Pilihan
yang paling tepat adalah membalas cintanya dengan kecintaan yang lebih besar
lagi. Bisakah? Mungkin sulit bagi kita untuk menyetarakan cinta kita dengan
beliau, apalagi melebihinya. Tidak masalah. Yang terpenting kita sudah berusaha
untuk mencintainya setulus dan seikhlas yang kita mampu. Karena mencintai Nabi
Muhammad ﷺ adalah salah
satu kewajiban kita terhadap beliau. Karena dengan mencintainya, kita akan
dapat merasakan manisnya iman. Seperti sabda beliau,
“Tiga
perkara jika kalian memilikinya, kalian akan merasakan manisnya iman.
Pertama, menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya.
Kedua, mencintai seseorang semata-mata karena Allah. Ketiga, tidak suka
kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan Allah seperti halnya ia tidak
suka dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR.
Imam Bukhari dan Imam Muslim)
|
Selain
itu, mencintai Nabi adalah salah satu bukti keimanan kita. Mengapa?
لايؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين (رواه
البخارئ)
“Tidak beriman salah
seorang dari kalian hingga aku lebih dicintai daripada orang tuanya,
anak-anaknya, dan seluruh manusia.” (HR. Muslim)
Jelaslah sudah bahwa bila kita mengaku sebagai seorang mukmin, maka
harus mencintai Rasulullah ﷺ dengan
cinta yang melebihi cinta kita kepada orang tua maupun anak-anak kita. Kalau
kita masih lebih mencintai orang tua daripada Rasulullah ﷺ, berarti iman kita belum sempurna. Astaghfirullah ...
Rela atau terpaksa, suka atau tidak, sudah seharusnya, kita
mencintai Nabi kita, suri tauladan kita, yang akan memberikan syafaatnya pada
kita di hari Akhir nanti. Bagaimana kita bisa tahu bahwa cinta itu sudah tumbuh
dalam dada ini? Bisakah ia tumbuh begitu saja, dengan sendirinya, tanpa disiram
air dan pupuk? Bisakah kita mencintai orang yang bahkan wajahnya pun tak pernah
kita lihat? Mustahilkah? Tidak! Banyak cara yang bisa kita lakukan agar cinta
itu bersemi dan tumbuh subur di dalam sanubari kita.
Membaca sirahnya. Ya, melalui sirah
nabawiyah, kita bisa tahu betapa lembut akhlaknya, betapa kasih sayangnya
kepada para sahabat juga musuhnya, betapa berat perjuangan dan pengorbanannya
demi tegaknya Islam, betapa sederhana jalan hidup yang beliau lalui, betapa
mulia seluruh aspek kehidupannya. Membaca sirahnya, air mata bisa mengalir
tanpa disadari, semangat juang terlecut menyaksikan kegigihan dan
keperkasaannya, dan malu, betapa diri belum seberapa dibandingkan dengan apa
yang telah beliau lakukan, dengan segala derita yang beliau rasakan.
Setelah cinta itu mulai bersemi,
akankah kita lihat mekarnya? Adakah bukti nyata yang bisa kita nikmati? Bukti
cinta kita kepada Sang Rasul? Baiklah, mari kita lihat apa saja yang bisa
membuktikan bahwa cinta kita kepada beliau adalah tulus tidak semu.
Bukti pertama bahwa kita mencintai
Sang Nabi adalah, ketika disebut namanya, kita langsung bershalawat
atasnya. Sekilas shalawat ini hanya untuk memuji dan mendoakan beliau. Namun
pada hakikatnya, dengan bershalawat kepadanya, itu berarti kita juga mendoakan
diri kita sendiri. Sebagaimana sabda
beliau ﷺ
من صلى علي صلاة، صلى الله عليه بها عشرا (رواه أبوداود)
“Barangsiapa
bershalawat kepadaku, niscaya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.”
(HR. Abu Dawud)
Kedua, dengan ittiba’ atau
mengikuti segala yang diperintahkannya atau yang dicontohkannya. Termasuk juga
menghidupkan sunnah-sunnahnya, baik yang mudah maupun yang sulit. Baik yang kita
sukai ataupun yang tidak kita sukai. Baik dengan sepenuh keikhlasan maupun
dengan keterpaksaan. Tidak pilih-pilih. Mengikuti sesuai dengan kemampuan kita,
bukan kesukaan kita. Dengan mengikuti sunnahnya, kita akan mendapatkan pahala
dan juga syafaatnya nanti di yaumil akhir, aamiin.
قل إن كنتم تحبون الله فا تبعوني يحببكم الله ويغفرلكم ذ نوبكم والله غفوررحيم
31. Katakanlah (Wahai Muhammad): "Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya
Allah akan mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, lagi
Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31)
Bukti cinta kepada Rasulullah ﷺ yang ketiga adalah dengan membelanya. Saat Rasulullah ﷺ baru saja wafat, ada beberapa orang yang mengaku sebagai nabi.
Bahkan sampai saat ini pun masih saja ada yang mengaku nabi. Sedangkan Rasulullah
ﷺ adalah khatamul
anbiya, penutup para nabi. Jadi, tak ada lagi nabi sesudahnya. Nah, kita
sebagai orang yang merasa mencintai Rasulullah ﷺ ,
melihat fenomena ini harus bisa berbuat sesuatu. Kalau Khalifah Abu Bakar
membela Rasulullah ﷺ dengan cara
memerangi para nabi gadungan tadi, lalu apa yang sudah kita lakukan?
Berkaitan dengan membela Rasulullah ﷺ, bukti cinta kita yang keempat adalah melanjutkan dakwahnya.
Dengan berdakwah, kita bisa menyebarkan ajaran Rasulullah ﷺ, sekaligus membela beliau dengan cara meng-counter
opini-opini yang menyudutkan beliau atau bahkan menghina beliau. Bagaimana
kalau kita tidak punya bakat atau kemampuan untuk berbicara di depan orang
banyak, atau kita juga tidak memiliki kemampuan diskusi atau berdebat dengan
orang lain? Masih ada cara lain, jangan khawatir. Kita bisa menjadi agen muslim
yang baik (meminjam istilah Hanum Salsabila) melalui tingkah laku dan sikap
kita sehari-hari. Kita bisa juga berdakwah melalui tulisan. Entah itu tulisan
yang berbau serius seperti artikel atau jurnal ilmiah, ataupun tulisan yang
bersifat santai seperti status yang sering kita buat di akun sosmed. Banyak
cara dalam berdakwah dan membela Rasulullah
ﷺ.
Last but not the last, bukti
cinta kita kepada Rasulullah ﷺ adalah
dengan mencintai juga para pecintanya, seperti ahlul bait, para sahabat,
tabi’iin dan orang-orang setelahnya. Merekalah para pecinta Rasulullah ﷺ. Merekalah para pembelanya, pelanjut dan pewaris risalahnya.
Melalui mereka kita mendapatkan gambaran tentang Rasulullah ﷺ yang tidak pernah kita lihat wajahnya apalagi kita temui
sosoknya. Oleh karenanya, kita pun harus mencintai mereka, bukan membencinya
apalagi sampai menghujat.
Demikianlah beberapa bukti kalau
kita mencintai Rasulullah ﷺ.
Untuk mengukur seberapa dalam cinta kita, kita bisa mengetahuinya
dengan melihat bukti-bukti di atas. Sudahkah kita melakukannya? Semoga Allah
mudahkan kita dalam mencintai Rasulullah ﷺ dan mengikuti
ajarannya serta menghidupkan sunnah-sunnahnya. Aamiin ya rabbal’aalamiin.
قال رسول الله ﷺ : من احيا سنتي فقد أحبني، ومن أحبني كان معي في
الجنة
Rasulullah
ﷺ bersabda, “Siapa saja yang menghidupkan
sunnahku, berarti ia mencintaiku. Siapa saja yang mencintaiku, ia akan
bersamaku di surga.” (HR. Imam Ath Thabrani)
#belajarnulisartikel
No comments:
Post a Comment