Wednesday, January 29, 2020

Adab Dulu, Ilmu Kemudian



  
Judul              : Ta’limul Muta’allim; Pentingnya Adab Sebelum Ilmu
Penulis            : Imam Az-Zarnuji
Penerbit          : Aqwam
Cetakan          : Juli 2019
Tebal              : 168 halaman
ISBN               : 978-979-039-734-7

            Fenomena saat ini, bila kita melihat generasi millenial, mereka terlihat cerdas dan pintar, selalu update dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru. Tetapi di sisi lain, terasa ada yang kurang bila memerhatikan mereka. Apakah itu? Adab. Ya, adab atau akhlak, tata krama mereka semakin menipis terkikis oleh kemajuan teknologi. Atau karena kita, sebagai orang tua yang mulai tidak memerhatikan pendidikan adab? Kita terlalu sibuk dan terlalu mementingkan kecerdasan intelektual mereka sehingga abai dengan yang satu ini?


            Sedangkan bila kita napak tilas perjuangan para ulama dan ilmuwan Islam dahulu dalam mengumpulkan dan mempelajari ilmu, mereka terlebih dahulu mempelajari adab. Sehingga, meskipun ilmu mereka banyak sekali, tidak menjadikan mereka kehilangan kesantunan dan ke-tawadhuan-nya terhadap guru-guru maupun orang tua mereka.


            Buku “Ta’limul Muta’allim” yang disusun oleh Imam Az-Zarnuji ini seolah mengingatkan kita kembali, para orang tua dan juga guru, agar sebelum mengajarkan ilmu terhadap anak-anak kita, terlebih dahulu kita harus mengajarkan adab kepada mereka. Dengan demikian, kita berharap, apa yang telah terjadi hari ini –minusnya adab anak-anak kita terhadap orang tua dan guru- bisa dikurangi atau pun dihilangkan. Sehingga kita akan dapati generasi Islam yang cerdas sekaligus beradab, berkarakter, seperti yang diinginkan oleh kurikulum pendidikan yang terbaru (Kurikulum 2013).


            Selain membahas tentang adab-adab bagi seorang penuntut ilmu, buku ini juga menjelaskan tentang definisi ilmu, fikih, dan keutamaannya, yang diuraikan dalam satu pasal tersendiri di awal pembahasan. Pada pasal lainnya, memuat tentang beberapa tips dalam belajar, seperti hal-hal yang mempermudah hafalan, hal-hal yang mendatangkan rezeki, menambah umur, dan menguranginya.


            Adapun adab menuntut ilmu, dapat kita temukan penjelasannya, di antaranya dalam pasal “Takzim terhadap Ilmu dan Ahli Ilmu”. Pasal ini diawali dengan
            “Penting diketahui bahwa seorang penuntut ilmu tidak akan memperoleh ilmu, dan tidak dapat mengambil manfaat dari ilmu itu, kecuali dengan menakzimkan ilmu dan para ahlinya; juga memuliakan dan menghormati para ustadz.” (hal. 65)


            Itulah kunci dalam menuntut ilmu, menghormati ilmu dan guru. Kita tidak akan mendapatkan keberkahan ilmu kalau kita hanya fokus dalam mengumpulkan ilmu namun mengabaikan bahkan tidak menghormati guru yang mengajarkannya. Tidak sedikit kita dapati, para penuntut ilmu yang berani membantah atau membentak gurunya. Tidak sedikit para penuntut ilmu yang berbicara dengan suara yang lebih keras daripada gurunya. Tidak sedikit pula para penuntut ilmu yang menjelek-jelekkan gurunya baik di depannya maupun di belakangnya. Astaghfirullaahal’adziim.


Sedangkan salah seorang sahabat sekaligus menantu Nabi , yaitu Ali bin Abi Thalib rodhiyallahu ‘anhu berkata:
            “Aku adalah hamba sahaya bagi orang yang mengajariku satu huruf; jika mau ia boleh menjualku, dan jika mau ia membebaskanku.” (hal. 65)


Seorang penuntut ilmu bagaikan budak bagi gurunya. Sang guru bebas untuk menjualnya maupun membebaskannya. Begitu tingginya penghargaan bagi seorang ahli ilmu. Apabila penghormatan yang diberikan kepada guru sudah begitu tingginya, maka tidaklah mengherankan bila ilmu yang diperoleh pun akan berkah, dan sang penuntut ilmu pun menjadi orang yang beradab sekaligus berilmu.


            “Salah satu cara menghormati seorang alim adalah tidak berjalan di depannya, tidak menduduki tempat duduknya, tidak memulai pembicaraan di hadapannya kecuali atas izinnya, tidak banyak berbicara di hadapannya, tidak bertanya tentang sesuatu saat sedang bosan, memperhatikan waktu, dan tidak mengetuk pintunya tetapi sabar menantinya hingga ia keluar.”
            “Kesimpulannya: Seorang penuntut ilmu harus mencari rida gurunya, menjauhi kemurkaannya, melaksanakan perintahnya selama bukan maksiat karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka bermaksiat kepada Al-Khaliq (Pencipta).” (hal. 66-67)

No comments: