Bismillah
"Mi ... Kate kemana? Kok di tempat tidur nggak ada?" teriakku panik. "Ono Opo to Le, pagi-pagi sudah teriak-teriak. Mbok ya wudhu dulu, itu sudah mau qomat, lho," jawab umi dengan logat jawanya yang medok.
"Iya, aku tahu. Tapi Umi lihat Kate, nggak? Biasanya kalau aku bangun, dia ada di sampingku. Sekarang kok nggak ada?" tanyaku masih penasaran, sambil mengubek-ubek kamarku yang berantakan. Namun tak kulihat batang hidung, eh, batang ekor si Kate.
Aneh, Kate yang selalu menemaniku, kemana pun aku pergi, kecuali sekolah, sekarang lenyap tak berbekas. Tempat tidurnya, yang berada di bawah tempat tidurku, kosong. Hanya sehelai bulu merahnya yang tertinggal. Atau sengaja ia tinggalkan untuk kenang-kenangan? Aduh Kate, jangan tinggalkan aku ....
Pagi itu, aku pergi ke sekolah dengan galau. Semua yang ada di rumah tidak tahu kemana perginya Kate. Kaki-kakinya yang berjari tiga pun tidak meninggalkan jejak setapak pun, agar aku bisa melacaknya. Benar-benar raib, seperti ditelan bumi.
Di kelas, aku tidak bisa fokus dengan pelajaran yang disampaikan Bu Widi. Padahal yang beliau sampaikan sangat penting. Katanya untuk persiapan US yang sudah di ambang pintu. Bagaimana bisa konsentrasi kalau keberadaan Kate tidak jelas begini. Dialah teman setiaku di rumah. Karena umi melarangku bermain di luar rumah, jadi dengan Kate lah aku bercengkrama setiap hari. Tapi sekarang? Aku mau bermain dengan siapa?
"Din, kamu kenapa? Bengong saja, dari tadi?" tanya Arif, teman sebangkuku.
"Mm ... Aku sedang sedih, Rif. Si Kate menghilang," jawabku tak bersemangat.
"Hah? Kok bisa? Sejak kapan?" seru Arif kaget.
"Tadi waktu aku bangun tidur, sudah tak ada."
"Lho, bukannya dia tidur sekamar denganmu? Bagaimana dia bisa keluar kamar?"
"Entahlah, mungkin lewat jendela. Semalam aku lupa menutup jendela, karena udara sangat panas."
"Begitu, ya? Kamu sudah mencarinya?"
"Sudah, tapi baru di sekitar rumah karena aku takut terlambat sekolah."
"Hm ... Bagaimana kalau pulang sekolah nanti kita cari bersama?"
"Kita??? Kamu mau membantuku, Rif?"
"Iya, kita kan, teman," jawab Arif sambil tersenyum.
"Terima kasih ya Rif, kamu baik sekali. Ternyata aku punya sahabat lain selain Kate," ucapku bahagia.
"Siapa?" tanya Arif dengan wajah penuh rasa ingin tahu.
"Kamu lah, siapa lagi?"
"Enak saja! Masak aku disamakan dengan binatang peliharaanmu, sih!" seru Arif sambil berusaha memukulku dengan buku yang sedang dipegangnya. Aku pun berlari untuk menghindari pukulannya.
Terima kasih ya Allah, meskipun nanti Kate tetap tidak bisa kutemukan, aku takkan sesedih tadi. Karena aku masih memiliki sahabat yang sangat baik seperti Arif.
No comments:
Post a Comment