Friday, January 13, 2017

Guru Kehidupanku

Bismillah

Hari itu ada guru baru di sekolah kami. Katanya, beliau isteri guru agama kami, Pak Suratman. Ternyata, guru baru itu mengajar BTQ (baca tulis Qur'an) di kelasku. Orangnya cantik, mungil, tapi suaranya lantang dan mampu menyihir kami menjadi pendengar setia nan khusyuk. Pertama kali melihatnya, aku langsung senang dan kagum kepada beliau, yang ternyata bernama Ibu Widiyati. Panggilan akrabnya Bu Wid.

Bagiku, Bu Wid sangat spesial. Beliau tidak sekadar menjadi guru, tapi sekaligus orang tua dan teman curhat. Mengenang masa-masa bersamanya, membuat perih di mata dan hati, karena beliau yang hafidz Qur'an itu, sudah dipanggil oleh Yang Mahakuasa.

Selain mengajar, Bu Wid dikenal sebagai seorang mubalighah, daiyah yang rajin memberikan tausiyah di majlis-majlis ta'lim. Sama seperti di kelas, ketika menyampaikan tausiyah pun, suaranya lantang dan menyihir para pendengarnya. Tak heran bila jam terbangnya tinggi.

Semasa di SMA, Bu Wid bukan satu-satunya guru yang dekat denganku. Selain beliau, ada beberapa bapak guru yang sangat baik dan perhatian, mengingat aku adalah anak yatim piatu. Jadi, banyak yang sayang. (Ge-er dikit). Kalau bapak-bapak guru lebih banyak mengajak aku dan beberapa teman untuk jalan-jalan, makan bersama, atau sekadar nonton tim SMA kami yang sedang bertanding. Berbeda dengan Bu Wid yang muballighah dan hafidzah. Sesuai dengan gelar beliau itu, jadi aku sering menyertai beliau saat memberi tausiyah di majlis ta'lim atau tabligh akbar dalam rangka memperingati hari besar agama Islam.

Ternyata kesertaanku dalam tausiyah-tausiyah Bu Wid itu sangat berpengaruh pada kegiatan-kegiatanku di masa mendatang. Apa yang dulu kulihat, kuamati pada kesibukan beliau, sekarang aku jalani. Ya, ternyata aktivitasku tak jauh beda dengan beliau. Selain mengajar di sekolah, aku juga diamanahi untuk mengisi kajian keislaman. Kalau Bu Wid dalam skala besar, tingkat kota dan kabupaten, kalau aku ya hanya skala kecil, tingkat RT.

Bu Wid, sosok tauladan dalam hidupku yang tak sempat meneladani orang tuaku sendiri. Namun Allah mengirimkan begitu banyak orang-orang yang sangat menyayangi dan memperhatikanku.
Bu Wid, engkau tak hanya guruku di kelas, namun juga guru kehidupanku.
Berkatmu, aku menjadi tahu, seorang yang mengaku muslim, wajib baginya berdakwah, walau ia tak pernah kuliah di jurusan tarbiyah.
Bu Wid, semoga Allah memberikan tempat yang mulia bagimu, di sisi-Nya.
Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu dan menerima semua amal ibadahmu.
Aamiin ya rabbal'aalamiin.

1 comment:

Dymar Mahafa said...

terimakasih mbak Nindya atas kisahnya. ^_^