Sunday, May 29, 2022

Review "Responsimpel Parents"

                       Sumber: Google

Judul buku: Responsimpel Parents
Penulis: Kak Rio
Penerbit: One Peach Media
Cetakan: ketiga, Maret 2019
ISBN: 978-602-0767-04-8
Tebal buku: 144 halaman


Bismillaah


Membaca buku Kak Rio ini, kita tidak akan merasa seperti digurui. Bahasanya santai, seperti sedang bercakap-cakap, dan sangat menghargai kita sebagai pembaca yang sekaligus orang tua. Materinya pun disampaikan dengan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami tanpa mengerutkan kening.


Seperti buku-buku parenting lainnya, buku ini juga menyajikan cara-cara bagaimana mendidik anak. Terutama mendidik karakternya karena zaman sekarang ini, kita temukan, semakin hari, anak-anak kita semakin kurang berkarakter, kalau tidak bisa dikatakan kurang beradab. Tingkah laku mereka semakin kurang sopan santun kepada yang lebih tua, termasuk orang tuanya sendiri.



Mendidik itu tidak mendadak. Begitu jargon yang sering kita dengar. Ya, memang begitulah kenyataannya. Mendidik itu memerlukan proses yang panjang, bahkan sebelum seseorang memilih calon suami/istri. Agar memiliki keturunan yang baik, maka perlu benih yang baik. Maka, mendidik anak dimulai dengan mencari pasangan hidup yang shalih atau shalihah. Mengapa? Supaya anak-anak kita pun, nantinya menjadi anak yang shalih dan shalihah.



Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak adalah sebagai berikut.
1. Orang tua harus menentukan dulu visi dan misinya dalam mendidik anak. Anak seperti apa yang kita inginkan? Pasti, semua orang tua ingin anaknya shalih, pintar, berprestasi, taat dan patuh kepada orang tuanya. Perfect! 
Semakin banyak tuntutan orang tua, tentunya harus semakin banyak pula diperlukan peran orang tua. Namun, jangan sampai kita hanya menuntut tetapi tidak memberikan apa yang dibutuhkan anak. 
Lho, bukannya orang tua sudah mengeluarkan banyak biaya untuk sekolah, les tambahan, dan lain-lain?
Betul. Tapi, apakah itu yang dibutuhkan anak kita?

2. Anak butuh pujian, pelukan, senyuman, dan dukungan karena dengan sendirinya ia akan memberikan yang terbaik. Sebaik-baik dirinya sendiri yang tak bisa dibandingkan dengan anak lain. (hal. 12)
Mudah, membuat anak pintar dan berprestasi. Yang lebih sulit adalah menjadikannya berkarakter. Itulah mengapa, mendidik anak itu tidak sekadar urusan belajar dan sekolah, tetapi juga bagaimana orang tua memperlakukan anaknya. Bagaimana hubungan antara orang tua dan anak. Semakin kuat bonding mereka, insyaaAllah anaknya pun juga kuat karakternya, bagus karakternya.


3. Jadi, diawali dari rumah. Home sweet home. Bukan rumah sekadar tempat berteduh dan istirahat, tetapi rumah yang penuh dengan kehangatan dan kasih sayang sehingga menjadikan para penghuninya betah di dalamnya dan selalu rindu untuk pulang. 


4. Tidak membanding-bandingkan anak dengan siapa pun. Kakaknya, adiknya, temannya, atau anak tetangga. Setiap anak terlahir unik dan istimewa. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri, tidak bisa disamaratakan, tidak bisa dibanding-bandingkan. Terimalah kondisi anak kita apa adanya. Kita boleh membandingkan, tetapi dengan keadaan anak itu sendiri.
Misalnya, bulan lalu, ia masih belum bisa makan sendiri. Bulan ini, alhamdulillaah sudah bisa, bahkan sudah mampu menyiapkan bekal sendiri. 
Dengan demikian, kita akan selalu bisa melihat sisi positif anak kita sehingga bisa menghargai setiap usaha yang telah dilakukannya.


5. Nah, hargai seberapa kecil pun usaha anak untuk menjadi lebih baik. Jangan meremehkan. Apalagi sampai berkata, "Masak, gitu aja nggak bisa?"
Jangan. Itu hanya akan menyakiti hati anak dan malah membuatnya down. Bukannya semakin semangat, tetapi malah mutung. Tidak mau berusaha lagi. Menurutnya, percuma belajar mati-matian, kalau enggak ada hasilnya. Karena ayah ibunya tidak menghargai kerja kerasnya.


6. Memaafkan kesalahan anak. Memaafkan, bagi orang yang merasa lebih senior, lebih tua, mungkin akan sulit. Itu karena belum terbiasa. Padahal, kedudukan orang yang memaafkan itu sangat terpuji. Apalagi yang dimaafkan adalah anak kita sendiri. 
Anak juga manusia yang tak luput dari kesalahan. Jangankan anak, yang masih kecil dan memang sedang dalam proses belajar. Kita, orang tua yang merasa sudah makan banyak asam garam saja, tak luput dari kesalahan.
Sepandai-pandai tupai melompat, suatu saat jatuh juga.
Wajar, bila manusia itu berbuat salah. Makanya, kita harus berlapang dada untuk memberikan maaf. Karena maaf itu bisa memberikan motivasi untuk berbuat lebih baik dan berusaha memperbaiki keadaan. 


"Anak bukan hanya butuh mainan, anak juga butuh pendampingan." (Hal. 84)


7. Tidak membebani anak dengan beban yang berat. 

"Dan janganlah kalian membebani mereka atas beban yang mereka tidak sanggup. Jika kalian membebani mereka, maka bantulah mereka." (HR. Bukhari Muslim) (Hal. 104)

Ketika kita menyuruh anak melakukan sesuatu, sudah seharusnya bila orang tua memberikan contoh terlebih dahulu. Memberikan teladan. Meskipun sudah memberikan teladan, kita pun perlu mempertimbangkan kemampuan anak. Jangan disamakan dengan kita, yang sudah tua dan sudah berpengalaman. 
Pasti ada kalanya, anak kurang sempurna dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Ya, kita maklumi saja, sambil kita bimbing agar bisa lebih baik.


8. Tidak memaki atau menyakiti anak. Bila anak berbuat salah, jangan dimaki. Doakanlah. Seperti Ibunda Syekh Sudais. Saat sang bunda kesal dengan perilaku sang anak, bukan makian yang dilontarkan, tetapi sumpah yang berisi doa. Sang ibu menyumpahi anaknya agar menjadi imam Masjidil Haram. MasyaaAllah, doa itu dikabulkan oleh Allah.
Memaki, di satu sisi bisa menyakiti hati anak. Di sisi lain, ucapan seseorang, apalagi seorang ibu, adalah doa. Kalau anak biasa dimaki dengan kata-kata yang tidak pantas, memorinya akan merekam dan suatu saat anggota tubuhnya akan merealisasikan makian tersebut. Na'udzubillahi min dzalik.
Mari, kita jaga lisan kita.


"Tiga doa yang pasti dikabulkan oleh Allah: doa orang yang terzalimi, doa seorang musafir, dan doa orang tua kepada anaknya." (HR. Ahmad) (hal. 127)


No comments: