Thursday, June 9, 2016

Nobody's Perfect


"Fira itu orangnya detil banget, ya. Lihat saja cara berkerudungnya! Rapi dan serasi. Beda banget dengan Sinta. Meskipun sama-sama cantik, Sinta itu sembrono dan serampangan. Kalau disandingkan dengan Fira, bagai langit dan bumi," komentar teman di sampingku sambil mengamati dan memperhatikan dua gadis MC yang sedang beraksi di panggung.

Mendengar itu, aku hanya bisa tersenyum kecut, membayangkan, bila aku yang dikomentari seperti itu, duuuh sakitnya tuuuuh, luarrr biasa. Di sisi lain aku pun berpikir, mengapa temanku ini enak sekali bicara seperti itu. Seakan dirinya manusia sempurna yang tanpa cela dan cacat. Padahal, dirinya pun memiliki kekurangan yang sering membuat orang lain, terutama rekan kerjanya, merasa tidak nyaman.

Bercermin dari sebuah komentar yang terlontar tanpa rasa bersalah dan berdosa itu, diriku jadi me-muhasabah diri. Introspeksi diri, jangan-jangan, aku pun sering berbuat seperti itu. Na'udzubillaahi min dzalik. Maafkan daku ya, teman-teman, bila lisan ini kadang lebih tajam daripada silet. Astaghfirullah, ampuni hamba, ya Allah.

Setiap manusia diciptakan dengan keunikannya masing-masing. Dilengkapi dengan berbagai kelebihan dan kekurangan, yang semuanya itu ada manfaat dan hikmahnya. Jadi, kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri kita itu, merupakan satu paket yang tak bisa dipisahkan.

Nobody's perfect, begitu kata orang Inggris. Mudah-mudahan tidak salah. Tak ada yang sempurna kecuali Allah subhanahu wa ta'ala. Bahkan Rasulullah yang mulia pun pernah terlihat kekurangannya, meski tidak mengurangi kemuliaannya. Apalagi kita? Manusia biasa yang dalam dirinya selalu terdapat salah dan lupa.

Karena tak ada insan yang sempurna, termasuk sang komentator, jadi janganlah kita menilai dan mengomentari orang seenaknya saja.

"Lho, kalau niat kita untuk mengevaluasi dan memberi masukan, nggak salah, to?"

Nggak salah sih, tapi, yang namanya memberi masukan dan kritik membangun, seharusnya di depan yang bersangkutan, to? Bukan di belakangnya. Kalau di belakangnya, itu disebut ghibah atau ngrumpi atau menggunjing. Kalau itu yang kita lakukan, yang ada hanya menumpuk dosa, tapi tujuan tidak tercapai.

"Kok tidak tercapai?"

Yaaa, jelas tidak tercapai, karena kita ngomonginnya tidak langsung di depan objek yang kita tuju, tapi di belakangnya. Apakah dia dengar dan tahu, bahwa dia sedang dikritik dan diberi masukan? Tidak, to?

So, ini self reminder, teguran dan peringatan untuk diriku sendiri terutama, agar lebih berhati-hati dalam berbicara. Meski lidah tak bertulang, tapi kekuatannya bisa menghancurkan hubungan persaudaraan, persahabatan, bahkan pernikahan. Na'udzubillaahi min dzalik. Lebih baik sibuk menghitung kekurangan diri daripada mengawasi orang lain. Jangan sampai gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, tapi semut di seberang lautan kelihatan. Kekurangan diri tak kelihatan, tapi kekurangan dan kesalahan orang lain selalu terlihat jelas meski tanpa kaca pembesar. Masyaallah.

3 comments:

Vinny Martina said...

Iyah setuju no bodys perfect yah mbak... tugas kita bukan menilai sesama.

Ainayya Ayska said...

Iya tuh, mba...

Kadang juga ada orang suka celetuk gini, "kok si A pakaiannya itu2 mulu, ya? Ko warna itu2 aja"

So what?

Lisa Lestari said...

Duuh, jadi muhasabah,