Thursday, February 18, 2016

Jimat

Kemarin saat pembahasan soal try out bahasa Indonesia, Dila merasa excited karena sebagian besar jawabannya betul. Khansa pun berkomentar, "Jawaban Dila betul karena dia pegang jimat, Bu".
" Iya, Bu. Ini jimat saya", sahut Dila sambil menunjukkan sepasang kaos kaki hitam putih.
"Ih, Dila jorok", teriak beberapa teman yang lain sambil memperlihatkan ekspresi jijik di muka mereka, tapi bukan dengan emoticon.
" Memang, jimat itu apa, Dil?" tanyaku.
"Nggak tahu, Bu", jawabnya polos dengan mimik muka yang menggemaskan.
Lalu, mengalirlah untaian ceramah hari ini. Seolah-olah aku ini seorang ustadzah yang sering berdakwah di layar kaca.
" Jimat itu kan, syirik ya, Bu?" tanya Syahla yang kelihatan lebih dewasa dibandingkan teman-temannya.
"Betul. Dan, teman-teman sudah tahu kan, syirik itu termasuk ...."
"Dosa besar!" jawab teman-teman sekelas dengan serempak, tak terkecuali Dila. Ya, mereka memang sudah hafal hadits tentang tiga dosa besar,  syirik salah satunya.
"Dan, syirik adalah dosa yang tak kan diampuni Allah, kecuali pelakunya bertaubat. Tetapi kalau taubatnya menjelang sakaratulmaut, tidak akan diterima oleh Allah".
" Berarti masuk neraka, Bu?"
"Iya, betul".
" Hii....syereeem," kata Dila masih dengan mimik wajah yang lucu.
"Bu, memang jimat itu seperti apa, sih?" tanya Dila lagi yang belum terpuaskan juga rasa penasarannya.
"Lha, kamu bisa menyebut kaos kakimu itu jimat, tapi tidak tahu. Bagaimana, kamu ini?"
"Hehe...saya kan, cuma denger-denger saja, Bu, tapi belum pernah lihat."
"Jimat bisa berupa cincin atau berupa sesuatu yang dibungkus kain hitam, biasanya. Bisa berupa kalung atau gelang. Macam-macam. Yang jelas, orang yang memakai jimat merasa lebih pede dan punya kekuatan. Dan, kalau mereka tidak membawa jimatnya itu, mereka akan merasa was-was dan tidak aman. Jadi, menurut mereka, jimat itulah yang menjaga dan melindungi mereka."
"Kok gitu, sih. Bukankah yang melindungi kita itu Allah, ya Bu?" tanya Khansa.
"Betul sekali, Khansa. Dan kita memang hanya boleh meminta perlindungan kepada Allah, bukan kepada jimat atau yang sejenisnya. Dalam Surat Al Ikhlas disebutkan
اَللّٰهُ الصَّمَدُ  ۚ
Allah tempat meminta segala sesuatu.
[QS. Al-Ikhlas: Ayat 2]
Jadi, kalau kita mau aman, ya minta kepada Allah. Kalau kita ingin terlindungi dari kejahatan, minta kepada Allah. Hanya kepada Allah-lah kita memohon, kita bergantung, dan kita minta perlindungan."
"Maksud sejenisnya itu apa, Bu?" kali ini Laras yang bertanya. Sempat kaget juga aku mendengar pertanyaan gadis pendiam itu. Ternyata masalah jimat ini telah menarik perhatiannya.
"Maksud sejenisnya adalah seperti jin yang dijadikan teman bagi sebagian orang. Mereka percaya bahwa jin yang menjadi teman mereka itu bisa menolong dan melindungi dari kejahatan orang lain. Sudah, ya. Kita kan, sedang membahas soal Bahasa Indonesia, mengapa berubah haluan jadi jimat, ya. Kalau kalian masih penasaran, nanti tanya kepada Ustadz Sholeh saat pelajaran PAI saja, ya!"
"Ya, Bu. Nggak pa-pa Bu, seru!" protes Dila tetap dengan aksen lucunya.
Ah, anak-anak. Banyak sekali kata-kata yang kalian ucapkan tanpa tahu maksud dan tujuannya. Itu karena kalian lebih sering melihat dan mendengar, tapi hampir tidak pernah membaca. Seandainya kalian rajin membaca, tentu banyak perbendaharaan kata yang akan kalian miliki. Tapi tak apalah untuk kasus yang satu ini. Kalian tidak paham, tapi mau bertanya. Akan lebih menyedihkan lagi bila kalian malas bertanya, tapi merasa sok tahu. Berbahaya itu. Kalian bisa tersesat di kelas, eh, di jalan. Malu bertanya sesat di jalan.
#One Day One Post
#Februari Membara
#14th Day

No comments: