Monday, February 15, 2016

Dilema Seorang Santi 2

"Aku mau pisah aja, Mir. Gak kuat rasanya kalau begini terus. Gak cuma badanku yang habis, uang pun habis gara-gara dia", keluh Santi kepada Mirna, sahabatnya.
" Cerai memang diperbolehkan San, tapi itu perbuatan yang sangat dibenci Allah ", jawab Mirna.
" Kamu nggak ngrasain, sih! Coba kalau kamu jadi aku."
"Masih bisa dibicarakan, San. Coba kamu minta nasihat ustadz, siapa tahu ada jalan keluar yang lebih baik."
"Percuma, Mir. Bang Dul itu orangnya keras kepala! Egois! Harusnya dia tu sadar, selama ini kan, aku yang ngasih makan dia. Kenapa dia tega berbuat seperti itu? Dan, kamu tahu, kan? Ini bukan yang pertama kali."
"Iya, aku tahu. Mungkin di sinilah ujian yang diberilan Allah kepadamu, supaya kamu semakin dekat dengan-Nya."
"Tapi ini berat banget, Mir."
"Allah tidak akan membebani hamba-Nya melebihi kemampuanya, San. Kamu hafal kan, ayatnya?"
"Ngomong sih, gampang. Coba kalau kamu yang ngrasain. Pokoknya aku pisah sama Bang Dul. Orang tuaku sudah setuju."
Ya, kekerasan yang dialami Santi memang sudah sering terjadi. Tetapi mereka akan kembali akur setelah beberapa hari. Dan, kata-kata 'pisah' selalu Santi ucapkan ketika dia merasa frustasi dengan perilaku suaminya. Kejadian yang terakhir adalah yang paling parah. Tidak hanya luka fisik, tapi juga batin dan kerugian harta. Tak heran kalau orang tuanya pun sampai turun tangan dan membujuknya untuk segera meninggalkan suami yang tak tahu diuntung itu.
Berhari-hari setelah percakapan itu, Santi sempat menghilang dari kantornya. Mirna pun tak tahu kemana dan ada apa dengan sahabatnya itu. Menurut dugaannya, Santi sedang menjalani proses pengadilan.  Santi hanya bisa berdoa agar Allah memberikan jalan keluar yang terbaik untuk sahabatnya itu.
"Assalamu'alaikum, Mir?" sapa Santi yang datang dengan suaminya ke acara  family gathering kantor mereka. Mirna yang sedang memilih tempat duduk di bus yang akan membawa mereka ke Garut itu, kaget melihat mereka berdua.
"Wa'alaikumussalam...Santi?"
Dilihatnya mata bulat Santi yang lebih bercahaya dan wajah yang telah segar kembali. Mendung itu sudah pergi sepertinya. Kepalanya dipenuhi dengan tanda tanya. Memorinya berputar itu mencari keyakinan tentang percakapan mereka berdua waktu itu.
"Katanya mau pisah, tapi .... Tidak salahkah aku? Santi kelihatan biasa saja, seperti tragedi itu tak pernah terjadi. Ada apa ini? Apa yang membuat Santi kembali lagi ke suaminya?"
Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepala Mirna, menuntut jawaban.
"Aku harus bicara dengan Santi", bisik Mirna kepada dirinya sendiri.
Dua hari setelah pulang dari Garut, mereka kembali bekerja seperti biasa. Dan, seperti yang sudah-sudah, Santi selalu diantar jemput oleh suaminya. Seperti pengantin baru yang sedang berbulan madu. Tak ada tanda-tanda luka. Mungkin sudah mengering dan tak berbekas.
Akhirnya Santi kembali menjalani hari-harinya seperti dulu, dan berharap bisa menjadi pasangan yang bahagia. Meski di dalam hati kecilnya, ingin sekali bisa bebas dari pengaruh lelaki itu. Tapi, akal sehatnya mengalahkan segala perih dan luka yang pernah diderita. Dia pun tak tahu akankah bahagia kan menghampirinya. Sedang, suami yang hidup bersamanya begitu sulit untuk menjadi lebih baik.
#One Day One Post
#Fabruari Membara
#11th day

1 comment:

Ann said...

Aku tadi bacanya santri, bukan santi :D