Wednesday, February 10, 2016

Doni

"Buuu Doni tidur, bu", teriak Agus dari meja paling belakang. Di sampingnya, kepala Doni sedang tertelungkup di atas meja. Tidur.
Bu Siti yang sedang menulis di papan tulis melihat ke deretan bangku paling belakang untuk memastikan kebenaran teriakan Agus barusan. Benar saja, Doni tidur dengan nyenyak.
" Don, bangun Doni. Kalau mengantuk, Doni boleh ambil air wudhu sekarang", kata Bu Siti lembut. Tidak ada nada marah sedikit pun.
"Nggak bu, saya nggak ngantuk, bu", bantah Doni.
" Lah...bukannya tadi kamu tidur?", tanya Bu Siti dengan rasa heran campur geli. Wajah Doni yang putih dan chubby kelihatan semakin menggemaskan karena masih terkantuk-kantuk. Setelah gagal membujuk Doni untuk berwudhu, akhirnya Bu Siti meninggalkannya dan kembali ke papan tulis untuk melanjutkan catatan yang sempat tertunda.
Doni tidur ketika pelajaran berlangsung, sudah sangat sering terjadi. Hampir setiap hari. Setiap kali diminta berwudhu atau cuci muka, selalu ada saja  alasannya. Alasan yang paling klise, "Saya tidak ngantuk". Benar-benar membingungkan. Berbagai upaya sudah dilakukan Bu Siti untuk menghilangkan kebiasaan buruk Doni itu. Salah satunya, kerjasama dengan orang tuanya. Menurut pengakuan orang tuanya, Doni memang terbiasa melakukan kegiatan denga tidur-tiduran. Nonton tv sambil tiduran, makan sambil tiduran, belajar pun sambil tiduran. Itulah sebabnya kalau di kelas pun inginnya tidur melulu.
Hingga suatu hari ...
" Doni, sini duduk dekat ibu", kata Bu Siti.
"Ada apa, sih, bu?" tanya Doni penasaran.
"Doni sering jalan-jalan, kan, dengan mama?" tanya Bu Siti.
"Sering, Bu. Kemarin aku sama keluargaku ke Bandung, nginep", jawab Doni sambil menduga-duga arah pembicaraan Bu Siti. Dia heran, mengapa bu gurunya yang cantik itu bertanya-tanya begitu. Rasanya nggak nyambung banget dengan pelajaran Bahasa Indonesia yang sedang mereka pelajari hari ini.
" Kalau mobil kamu sedang berhenti di lampu merah, apa yang kamu lihat?" tanya Bu Siti lagi.
"Apa ya...", kata Doni sambil pura-pura berpikir keras. " Mm...ada pengemis, trus ... pengamen, ... apalagi ya. Oh ya ... aku ingat! Ada pedagang asongan Bu! Waktu itu aku lihat anak kecil jualan tisu Bu. Kasihan, deh. Dia pake kayu buat berjalan, Bu. Namanya apa ya?" cerita Doni dengan semangat.
"Ooo...maksudmu krek? Yang buat menyangga kaki, ya?"
"Ya betul!"
"Bagaimana seandainya kamu seperti mereka, mau tidak?", tanya Bu Siti sambil menyelidik ke mata Doni yang mulai meredup mendengar pertanyaan barusan. Suaranya pun tak sesemangat tadi ketika bercerita.
" Nggak mau, Bu. Aku nggak mau seperti mereka."
"Mengapa tidak mau?"
"Nggak enak, Bu. Masa aku harus jualan? Kepanasan, nggak ada AC. Kalau hujan, kehujanan. Bisa sakit, kan, Bu? Ih, jangan sampai aku seperti mereka. Na'udzubillaah."
"Nah...berarti kita harus bersyukur kepada Allah, ya Don. Kita tidak harus susah payah seperti mereka. Tidak kepanasan maupun kehujanan. Bisa sekolah di kelas yang sejuk ber-AC. Itu semua nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Supaya tidak bernasib seperti mereka, apa yang harus kita lakukan, Don?"
"Emm ... kita harus belajar, ya Bu?"
"Betul. Kita harus belajar dengan sungguh-sungguh. Mulai sekarang, Doni harus belajar yang tekun. Ketika guru sedang menjelaskan, kita harus mendengarkan. Tidak boleh tidur, ya?"
"Ya, Bu", jawab Doni dengan ragu.
Sejak itu Doni mulai berubah. Meskipun kadang-kadang masih tidur, tetapi tugas selalu diselesaikan tuntas. Tapi ya, jawabnya masih asal-asalan. Lumayanlah, dibandingkan sebelumnya yang tak pernah tuntas.
Setahun telah berlalu. Sekarang Doni sudah kelas 6. Alhamdulillah dia tak pernah tidur di kelas lagi. Tugas-tugasnya pun semakin baik hasilnya. Bahkan saat ulangan pun nilainya tidak di posisi bontot seperti dulu, sudah merangkak ke atas. Patut disyukuri semua perkembangan itu, meskipun jalannya pelan. Slow but sure. Barakallah Doni. Semoga engkau semakin baik lagi.
#One day one post
#Februari membara
#8th day

No comments: