Monday, August 26, 2024

Sharing Session (2)


Bismillah 


Tausiyah selanjutnya adalah dari Ustadz Cahyadi Takariawan yang juga dikenal dengan sebutan Pak Cah, salah seorang guru menulis saya. Berikut ini poin-poin penting yang disampaikan beliau dalam acara Boot Camp.


a. Pengasuhan keimanan tidak terbatas pada rutinitas atau ritual pencapaian (hafalan, nilai-nilai kognitif). Jangan sampai kita melupakan hakikat. Misalnya, hakikat menghafal Al-Qur'an adalah agar kita memiliki energi dalam beramal dan berakhlak. Hakikat keimanan adalah muroqobatullah (merasakan pengawasan Allah di mana pun kita berada).



Untuk mengenalkan dan membuat semua muslim sadar dengan hakikat ini, SLC bisa ambil bagian dengan edukasi, sentuhan, dan komunikasi kepada para orang tua agar mereka tidak hanya berorientasi pada ritual atau rutinitas seperti yang disebutkan di atas.



Hal ini bisa dilakukan di luar kelas yang hanya mementingkan angka-angka. Salah satunya dengan berkisah. Berkisah lebih mudah diterima anak karena terkesan tidak menggurui. Agar semakin banyak elemen masyarakat yang bisa menikmati dan menggunakan buku-buku bermutu sebagai bekal untuk berkisah, maka SLC bisa menggalang wakaf buku dengan cara kencleng. Caranya, kita menyebarkan dan menawarkan kepada siapa saja yang mau ikut berwakaf buku dengan mengisi kencleng atau celengan yang kita bagikan. Mereka bebas mau mengisi berapa pun.  Setelah beberapa hari, nanti dikumpulkan dan uangnya dapat digunakan untuk membeli buku. Dengan demikian, semoga semua anak Indonesia dapat mengakses buku-buku bermutu dari SDI sehingga mereka pun akan terbentuk akhlaknya seperti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, aamiin yaa mujibassaailin 🤲🏻.



b. Guru yang baik adalah guru yang wajahnya memancarkan keimanan. Pesan salah seorang ustadz yang juga seorang da'i untuk daerah-daerah pelosok, "Yang butuh dakwah itu, kita." Jadi, tidak perlu kecewa, saat tidak ada yang merespon dakwah kita. Bila dikaitkan dengan peranan kita sebagai pejuang siroh, "Yang butuh menyebarkan siroh itu, kita. Jadi, tidak perlu kecewa bila belum ada yang merespon." 
Tetap semangat menyebarkan siroh, pantang menyerah!!!




Selanjutnya adalah tausiyah dari Ustadz Salim A. Fillah yang menceritakan kisah-kisah dalam Al-Qur'an. Semua keluarga pasti menginginkan keluarga yang ideal, keluarga yang lengkap, penuh kasih sayang, harmonis, dan berkecukupan. Namun ternyata, di dalam Al-Qur'an, yang diceritakan justru keluarga-keluarga yang tidak ideal. Seperti Bunda Asiyah yang memiliki suami yang kafir, Nabi Nuh memiliki anak dan istri yang tidak mau beriman kepada Allah, Nabi Ibrahim yang harus berpisah dengan anak istrinya, Nabi Ya'qub yang anak-anaknya membangkang, Nabi Luth, dan Nabi Zakaria 'alaihimussalam.



Walaupun mereka bukan keluarga ideal pada awalnya, namun kisah mereka happy ending karena mereka selalu mengadu kepada Allah. Bahkan kisah Nabi Yusuf yang sangat menyedihkan itu, ternyata merupakan "Ahsanul Qoshos" kisah-kisah terbaik sepanjang masa. MaasyaaAllah.


Kisah-kisah para nabi tersebut merupakan penguatan untuk kita bahwa masih ada kesempatan happy ending, selama kita selalu mengadukan masalah kepada Allah 'Azza wa Jalla.



Menurut Ustadz Salim, kita akan diuji oleh Allah pada titik terkuat kita. Seperti yang telah dialami oleh para nabi.



Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam memiliki gelar "Al Amin", yang membuat semua penduduk Makkah percaya kepada beliau. Tetapi, saat beliau mulai mendakwahkan Islam, kebanyakan kaumnya mengatakan bahwa "Muhammad pendusta". Astaghfirullah.



Bunda Maryam adalah perempuan suci yang selalu menjaga kesucian dirinya. Tetapi beliau malah difitnah telah menodai kesucian dirinya sendiri, dikira telah berzina sehingga hamil dan melahirkan Nabi Isa 'alaihissalam. 



Nabi Ibrahim yang telah bertahun-tahun merindukan kehadiran seorang buah hati, ketika sudah mendapatkan malah disuruh berpisah, bahkan diperintahkan untuk membunuh putranya tersebut.  Begitu pula Nabi Ayyub yang sangat mencintai anaknya tetapi dipisahkan. 



Dari uraian di atas, kita bisa simpulkan bahwa ketika kita mengisahkan atau membaca kisah-kisah para nabi dan rasul itu, tidak sekadar membahas apa mukjizatnya. Tetapi, kita pun perlu mengisahkan juga nilai-nilai keluarga, kepahlawanan, hubungan dengan Allah, tauhid, dan juga kesabaran.



Setiap hari kita berdoa kepada Allah agar ditunjukkan kepada jalan yang lurus. Jalan yang lurus itu, bukan jalan yang mulus, tetapi jalan yang menuju Allah. Lurus tujuannya, tetapi juga ada belokannya, ada rintangannya, dan ada ujiannya.



Walaupun begitu, kita harus selalu bersyukur kepada Allah. Bersyukur itu bisa dilakukan dengan cara:
1. Mengingat siapa yang memberikan. 
2. merawat, menjaga, dan menggunakannya untuk menyenangkan Sang Pemberi.


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

فَاَ مَّا الْاِ نْسَا نُ اِذَا مَا ابْتَلٰٮهُ رَبُّهٗ فَاَ كْرَمَهٗ وَنَعَّمَهٗ ۙ فَيَقُوْلُ رَبِّيْۤ اَكْرَمَنِ 


"Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, Tuhanku telah memuliakanku."
(QS. Al-Fajr: Ayat 15)



Lancar atau tidak usaha kita, kita harus tetap bersyukur. Karena semua yang ada di dunia ini, semuanya hanya semasa atau sementara.



Kita adalah penerus dakwah Nabi yang dipilih Allah untuk menebarkan siroh. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mundur atau pensiun, apalagi berhenti.





No comments: