Bismillah
1 Syawal 1443 H ini, lebaran kedua tanpa masakan ibu mertua. Biasanya, pada malam takbiran dan beberapa malam sebelumnya, beliau sibuk menyiapkan hidangan lebaran. Ada kue kering: nastar, putri salju, kastangels, satu, lidah kucing, dan lain-lain. Tak ketinggalan pula kacang bawang dan kacang mede. Pas malam lebarannya, beliau akan sibuk membuat ketupat, opor, sambal goreng labu Siam, dan sayur krecek.
Tetapi, sejak beliau sakit, sekitar dua tahun yang lalu, kami lah yang memasak. Saya yang terbiasa tinggal makan, kini harus bisa memasak. Alhamdulillaah, Paksu selalu siap membantu. Kali ini, kami sekeluarga turun ke dapur.
Sebelumnya, pada siang hari, kami ke pasar Mega Regency untuk membeli kulit ketupat dan barang-barang lainnya. Ternyata pasar sudah sepi. Alhamdulillaah, masih ada yang menjual kulit ketupat. Kasihin para pedagang kulit ketupat itu. Dagangan mereka masih banyak dan terpaksa dibawa pulang kembali ke Jonggol. Ya, kebanyakan mereka berasal dari sana.
Menurut perkiraan kami, dagangan mereka kurang laku karena banyak warga yang mudik, pulang ke kampung halaman mereka. Apalagi, sudah dua tahun pemerintah melarang untuk mudik karena pandemi Covid-19. Dikhawatirkan, agenda mudik tiap tahun itu bisa menaikkan kasus Covid-19. Tak heran, bila tahun ini, karena sudah diizinkan, banyak masyarakat yang mudik. Jadinya, perumahan banyak yang sepi.
Kembali ke agenda keluarga kami. Setelah dari pasar, kami membeli beras dan sayuran di warung langganan kami, yang jaraknya kurang dari 100 meter dari rumah. Ternyata, stoknya pun tidak lengkap karena yang belanja ke pasar induk belum datang. Akhirnya, sore hari menjelang berbuka puasa, kami baru mendapatkan bahan-bahan masak secara lengkap. Termasuk ayam kampung yang kami beli dari marbot masjid. Alhamdulillah, masih kebagian.
Setelah semua lengkap, kami pun berbagi tugas. Anak-anak memasukkan beras ke dalam kulit ketupat, saya menyiapkan bahan-bahan bumbu dan sayuran. Setelah ketupat siap, Paksu yang bertugas memasaknya. Saya fokus membuat opor ayam dan sambal goreng labu plus kacang panjang dibantu anak-anak. Azmi yang memarut labu, Mufid menguleg bumbu, Nafa memotong kacang panjang. Sedangkan Hakim kebagian bersih-bersih rumah. Nisa di Cibubur menemani eyangnya.
Alhamdulillah, dengan kolaborasi, pekerjaan jadi lebih cepat selesai. Meskipun capek, tapi pasti tidak secapek kalau dikerjakan sendiri. Saya jadi membayangkan bagaimana capeknya ibu mertua karena beliau kalau memasak tidak mau dibantu. Maunya dikerjakan sendiri. Pasti capek banget. Tak heran, bila selepas shalat Ied, beliau istirahat tidur. Tapi ya, tidak bisa nyenyak dan nyaman karena banyak tamu yang datang dan ingin sungkem kepada beliau.
Alhamdulillaah wa syukurillah, meskipun sekarang tidak bisa menikmati masakan hasil karya ibu mertua, kami masih bisa makan opor ayam di hari raya ini. Walaupun, ya, rasanya memang tidak seenak dan senikmat masakan beliau. Masih harus ditambahi garam lagi, setelah dicek rasa oleh Paksu. Memang, kalau urusan lidah, Paksu paling jago. Maklumlah, ibunya jago masak.
No comments:
Post a Comment