Bismillah
"Tak terasa ya, anak-anak sudah besar. Rasanya baru kemarin menimang mereka," bunyi chat seorang teman di grup. Teman-teman yang lain langsung mengomentari. Apa yang mereka rasakan pun tak jauh berbeda.
Beda lagi cerita seorang teman yang berprofesi sebagai pengajar. Saat beliau sedang duduk di kantin, dua siswa yang terlihat mengambil foto beliau langsung kena teguran. "Kenapa kalian motoin Bu ***?" tanya guru tersebut kepada siswanya.
"Tuh, betul kan, Bu ***!" seru salah seorang di antara mereka.
"Lho, kalian siapa?"
Lalu, siswa-siswa tersebut memperkenalkan diri mereka, bahwa mereka adalah murid beliau saat mengajar SD.
"Kok, Ibu nggak berubah, sih?" tanya siswa tersebut.
"Ibu masih muda, kalian sudah tua, ya?" Ujar beliau sambil bercanda.
***
Itulah cerminan waktu. Waktu berlalu begitu cepat, namun kita tidak merasakannya. Tahu-tahu, anak kita sudah dewasa, tahu-tahu, murid kita sudah besar. Tahu-tahu, tubuh kita sudah tidak sekuat dulu lagi.
Dulu, berjalan jauh, kita kuat dan tak merasa lelah. Sekarang, baru ke warung yang jaraknya cuma 100 meter, napas sudah ngos-ngosan. Badan lemes, bahkan gemetaran.
Dulu, mengangkat ember cucian terasa ringan. Sekarang, beratnya luar biasa. Setelah masuk mesin pengering, baru terasa ringan karena airnya sudah kering.
Meski usia terus bertambah, kadang kita tidak ingin menyadarinya. Semangat masih seperti anak muda. Padahal kekuatan tubuh tak lagi seperti dulu. Sudah harus lebih berhati-hati dan lebih cermat mengukur kemampuan diri, agar tidak salah urat, ataupun keseleo.
Begitu pentingnya waktu, sehingga setiap bangsa punya kalimat sakti untuk waktu. "Waktu adalah uang". "Waktu adalah pedang". Oleh karenanya, setiap kita harus memperhatikan untuk apa waktu kita habiskan.
Saking pentingnya waktu, bahkan Allah menggunakannya sebagai sumpah dalam salah satu surat di dalam Al-Qur'an. Surat Al 'Ashr.
"Demi masa.
Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."
(QS. Al-'Asr: 1-3)
Berdasarkan surat tersebut, Allah memberitahukan bahwa setiap manusia itu sesungguhnya merugi. Kecuali mereka yang memiliki ciri-ciri seperti yang diuraikan pada ayat berikutnya. Adapun ciri-ciri orang yang tidak merugi adalah:
1. beriman
2. beramal shalih (mengerjakan kebajikan)
3. menasihati untuk kebenaran
4. menasihati untuk kesabaran.
Iman merupakan syarat mutlak agar kita bisa menjadi orang yang beruntung. Mengapa? Karena iman Islam merupakan syarat mutlak untuk bisa mendapatkan ridho Allah dan masuk ke surga-Nya. Tanpa iman, sebanyak apapun amal kebajikan kita, tidak akan diterima oleh Allah. Iman merupakan tiket untuk kebahagiaan dan kesuksesan kita di dunia dan di akhirat.
Tetapi, iman saja belum cukup. Kita pun harus memperbanyak amal kebajikan. Karena kita tidak tahu, dari amalan yang mana yang akan mendatangkan ridho dan rahmat Allah. Oleh karena itu, Allah menyuruh kita untuk fastabiqul khoirot, berlomba-lomba dalam kebaikan.
Selain memperbanyak amal kebajikan yang faedahnya akan kita nikmati sendiri, kita pun harus memperhatikan orang lain, dengan cara berdakwah. Yaitu dengan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Dalam tafsir Ibnu Katsir, nasihat-menasihati dalam kebenaran adalah mengajak orang lain untuk menunaikan semua yang diperintahkan Allah dan meninggalkan semua yang Allah haramkan. Sedangkan nasihat-menasihati dalam kesabaran berarti kita tabah dalam menghadapi segala musibah, malapetaka, dan gangguan yang menyakitkan.
Memang, untuk menjalankan empat kriteria tersebut bukanlah hal yang mudah. Karena surga memang tidak didapatkan dengan cara yang mudah apalagi instan. Tetapi, surga harus diraih dengan perjuangan dan pengorbanan.
Semoga kita bisa mengamalkan empat kriteria tersebut dan semoga Allah jadikan kita orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat. Aamiin yaa mujibassaailin 🤲🏻.
No comments:
Post a Comment