Bismillah
Lagi-lagi, masih tentang novel. Kali ini karya Ifa Afianty, penulis FLP, sama seperti Afifah Afra. Alhamdulillah, setiap membaca karya para penulis FLP (Forum Lingkar Pena), selalu ada hikmah yang bisa dipetik. Dan, selalu merasa aman, karena bisa dipastikan tidak ada adegan dewasa. Jadi, aman untuk siapa saja. Berbeda dengan penulis lain yang belum saya kenal. Tapi, kalau Tere Liye sih, aman juga. Insyaallah dia juga tidak pernah menyertakan adegan dewasa. Makanya, saya lebih senang beli buku-buku Tere Liye, karena anak-anak pun boleh baca
Kembali ke My Avilla. Novel ini bercerita tentang perjalanan pencarian jati diri para tokohnya, yaitu Fajar dan Phil. Keduanya adalah orang-orang yang mencintai tokoh utama wanitanya, yaitu Margruit. Maaf kalau salah tulis. Namanya susah. Biar aman, kita pakai Avilla saja, yang merupakan nama tengahnya. Dan, Avilla adalah panggilan sayang yang diberikan oleh Fajar.
Fajar adalah anak seorang pengusaha muslim yang menikah dengan seorang Katolik. Sebagai anak laki-laki, dia mengikuti agama bapaknya. Namun demikian, dia pun merasa dekat juga dengan agama ibunya. Itulah yang membuatnya gamang dan sering galau dengan keyakinannya.
Hingga, ketika bertemu Avilla, muslimah yang taat, dia pun tertarik. Awalnya hanya ingin lebih memperdalam agama dan keyakinannya dengan diskusi. Namun, sejak pertama bertemu, dia sudah terpesona. Padahal Avilla adalah kakak temannya, otomatis usianya lebih tua. Mereka terpaut empat tahun.
Namun perasaan itu tidak bisa bersatu, walaupun Avilla pun memiliki rasa yang sama. Ada beberapa alasan yang menghalangi, di antaranya karena Fajar masih SMA, dan adik Avilla sangat mencintai Fajar. Selama ini, Udieth, adik Avilla, merasa bahwa Fajar datang ke rumahnya karena ingin bertemu dengannya. Padahal, dia ingin bertemu Avilla.
Akhirnya Fajar menjauh dengan kuliah di luar negeri. Sementara itu, Avilla telah menjadi dosen di sebuah universitas internasional. Di sana, dia bertemu dengan dosen yang berasal dari luar negeri, Phil. Seorang yang tidak percaya dengan agama. Tepatnya, dia tidak mau memeluk agama tertentu karena tidak mau repot dengan segala ritualnya.
Phil sangat tergila-gila pada Avilla. Dia bahkan berani mengungkapkan rasa cintanya di depan umum, membuat Avilla kesal. Walaupun Phil bersedia memeluk agama Islam demi mendapatkan Avilla. Namun, Avilla tidak goyah.
Ternyata tekad Phil tidak main-main. Dia mulai berubah, meninggalkan kebiasaan buruknya, dan mulai mempelajari Islam. Setelah semakin memahami Islam dan menjadi muslim, Phil justru merasa tidak pantas bersanding dengan Avilla. Dirinya merasa kotor.
Phil yang tadinya sangat ambisius untuk menikahi Avilla, sekarang malah menciut. Bertemu pun, dia malu dan merasa tidak ada harganya di depan Avilla. MasyaaAllah, memang begitulah sifat orang berilmu. Seperti padi. Semakin berisi, semakin merunduk. Semakin banyak ilmu, semakin tawadhu.
Novel ini tidak hanya membahas tentang perasaan para tokohnya, tetapi juga berisi diskusi mereka dalam mencari jati diri dan memantapkan keyakinan. Dari sini, saya sebagai seorang yang terlahir dalam keadaan muslim, merasa bersyukur sekali. Saya tidak harus pusing untuk meyakinkan diri tentang kebenaran Islam. Hanya saja, memang, dalam hal amal, mungkin saya jauh lebih buruk daripada mereka yang mualaf.
Lama tidaknya keislaman seseorang, tidak menjamin kualitas keimanannya. Semua tergantung kepada ikhtiar kita dalam mendekatkan diri kepada Allah. Betapa banyak mualaf yang lebih berilmu, daripada yang berislam sejak lahir. Phil hanyalah salah satu contoh khayalan. Namun, di dunia nyata, dapat kita temukan banyak contoh. MasyaaAllah. Semoga kita selalu istiqamah di jalan Allah ini, dan kembali kepada-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Aamiin yaa mujibassaailin 🤲🏻.
No comments:
Post a Comment