Bismillaah
Ah Tenane adalah salah satu rubrik yang ada di koran Solopos. Rubrik ini berisi tentang cerita-cerita lucu dengan tokoh Jon Koplo, Tom Gembus, Lady Cempluk, dan Genduk Nicole. Bila kita mengirim cerita lucu yang kita alami, maka nama tokohnya harus diganti dengan nama-nama tersebut di atas.
Alhamdulillah, beberapa tulisan saya bisa tembus rubrik ini. berikut ini beberapa tulisan saya.
1. Pilihan Sang Cucu
Pagi itu, 17 April 2019, Lady Cempluk
sudah berdandan rapi, layaknya kalau mau pergi kondangan. Cucunya, Tom Gembus,
yang sudah didandani dengan rapi pula bertanya, “Kita mau ke mana Mbah?
Kondangan, ya?”
“Iya, kita mau kondangan Pemilu,” jawab
Lady Cempluk sambil tersenyum. Cucunya yang satu itu selalu bersemangat bila
dengar kata “kondangan”. Dalam pikiran anak kecil itu, kondangan berarti
makan-makan, banyak kue, dan es krim.
Dengan semangat, Tom Gembus berjalan
tegap di samping neneknya. Sesampainya di TPS, Tom Gembus celingukan. “Ini
kondangannya, Mbah? Kok … nggak ada pengantinnya? Nggak ada makanan juga?”
“Le, ini namanya
kondangan Pemilu. Kita ke sini mau nyoblos,” kata Lady Cempluk sambil menunjuk
gambar calon presiden dan calon legislatif yang terpampang di samping pintu
masuk TPS.
“Ooo … kita mau nyoblos presiden, ya
Mbah?” Tanya Tom Gembus sambil manggut-manggut.
“Iyo, Le. Kita duduk situ dulu, yuk,
sambil nunggu dipanggil,” ajak Lady Cempluk.
“Lady Cempluk!” terdengar suara panitia
KPPS memanggil namanya. Sambil menggandeng cucunya, Lady Cempluk berjalan ke
bilik suara. Pertama, ia buka kertas suara untuk memilih presiden. Sejak tadi
malam ia sudah bertekad untuk mencoblos presiden pujaan hatinya. Ia sudah memantapkan
hati dengan pilihan itu.
Namun saat tangannya yang memegang paku
siap mencoblos capres pilihannya, Tom Gembus berteriak, “Jangan yang itu, Mbah!
Yang ini aja,” teriaknya sambil menunjuk gambar capres satunya.
“Yang ini aja, Le. Simbah suka sama yang
ini,” bujuk Lady Cempluk pada cucunya.
“Nggak mau! Aku maunya yang ini!” seru
Tom Gembus dengan nada serak hendak menangis. Kebiasaannya bila tidak dituruti
kemauannya, ia akan mengeluarkan jurus andalannya. Menangis.
“Waduh, piye iki?” batin Lady Cempluk
bingung. Terus-terang ia tak mau hanya gara-gara itu cucunya menangis. Repot,
nanti. Ya sudah. Mau tak mau, demi sang cucu, Lady Cempluk mencoblos gambar
presiden pilihan Tom Gembus, bukan pilihan hati nuraninya. Demi nyenengin cucu.
(Untuk tulisan ini, redaksi Solopos mengadakan perubahan sedikit dari naskah asli saya.)
2. Kirain Gula, Ternyata ...
Hari Raya Idul Fitri selalu disambut
dengan suka cita oleh seluruh umat Islam di dunia. Begitu pun di keluarga Lady
Cempluk. Mereka sangat bersemangat dalam menyambut Lebaran. Tidak hanya
menyiapkan baju baru, mereka pun menyiapkan hidangan untuk disajikan kepada
para tamu yang akan mengunjungi rumah mereka. Salah satu menu yang mereka
persiapkan saat bulan Ramadan adalah kue kastangel. Kue kering yang rasanya
asin karena memang bahan utamanya adalah keju ini, merupakan salah satu kue
favorit keluarga mereka.
Lady Cempluk dibantu oleh Genduk
Nicole, putri semata wayangnya, tampak asyik mencampur adonan. Satu demi satu
bahan kue dicampur dan diaduk menggunakan mixer. “Tambahkan gulanya,
Nduk!” perintah Lady Cempluk kepada Genduk
Nicole.
“Yang ini, Bu?” tanya Genduk Nicole
memastikan, karena kalau salah bisa berabe.
“Iya,” jawab ibunya sambil terus
mengaduk.
Setelah proses membuat adonan dan
mencetak kue selesai, dipangganglah kue itu selama beberapa menit. Setelah matang,
mereka tidak langsung mencicipi karena sedang puasa.
Pada sore harinya, saat berbuka
puasa, Genduk Cempluk penasaran ingin mencicipi kue yang telah dibuatnya.
“Hah! Asin banget!” serunya sambil
meringis keasinan.
“Masak, sih? Kok bisa?” kata Lady
Cempluk sambil mengigit kastangel yang telah mereka buat tadi pagi. “Iya, asin
banget! “Kenapa, ya, Nduk? Perasaan tadi resepnya sudah benar ya?
Bahan-bahannya juga sudah tepat sesuai takaran.”
“Sebentar, Bu,” seru Genduk Nicole
sambil berlari ke dapur. Tak berapa lama, ia muncul sambil membawa sekantong
plastik berisi gula. “Tadi, Ibu nyuruh saya masukin gula ini, kan?”
“Iya. Terus kenapa? Ada yang salah?”
tanya Lady Cempluk kebingungan.
“Ternyata ini garam, Bu,” seru
Genduk Nicole sambil menjilat benda yang dikira gula itu.
“Astaghfirullah ... oalaaah. Lha kok
lembutnya sama seperti gula, ya? Aduh, nggak jadi makan kastengel deh. Lha wong
uasine koyo ngene.”
3. Emang Nggak Dikunci?
Malam itu malam Minggu, rumah Tom Gembus anak Pak RT 12, ramai dengan anak-anak muda yang menghabiskan malam
dengan ngobrol atau main catur. Malam itu mereka begadang sampai larut. Karena
kelelahan, setelah teman-temannya pulang, Tom Gembus langsung terkapar di
lantai dapur. Terlelap.
Menjelang subuh.
“To, bangun, To! Tidur kok di dapur, kamu itu! Bangun! Tivinya hilang! Kipas angin juga!” teriak Bu RT membuat Tom Gembus kaget dan terbangun.
“Waduh,
kita kemalingan! Maling! Maling!” teriak Tom
Gembus heboh.
“Ngapain kamu
teriak-teriak begitu? Malingnya udah pergi dari tadi. Mendingan kamu lapor ke Pak RT sana!” perintah Bu
RT.
“Lha, Pak RT-nya kan, Bapak? Bapak kan, sedang keluar kota, Bu,”
jawab Tom Gembus sambil menahan tawa.
“Oh iya, ya. Kalo gitu, lapor ke Pak RW!”
Tom Gembus pun pergi ke rumah Pak RW.
“Assalamu’alaikum Pak RW! Rumah saya
kemalingan, Pak!” teriak Tom Gembus dari depan rumah Pak RW.
“Siapa itu?” Tanya sebuah suara laki-laki dari dalam
rumah. Suaranya yang serak menandakan kalau si empunya baru bangun tidur.
“Tom Gembus, Pak!” jawab Tom Gembus masih
dengan berteriak. Terlihat pintu dibuka dan keluarlah seorang laki-laki.
“Tom Gembus-nya Pak RT?”
“Iya Pak. Rumah saya kemalingan, Pak,”
jelas Tom Gembus kepada laki-laki tersebut yang ternyata Pak RW.
“Kok bisa? Emang nggak dikunci?” Tanya Pak RW lagi.
“Dikunci, Pak.”
“Ayo, kita ke rumahmu,” ajak Pak RW.
Sesampai di rumah,
Tom Gembus dan ibunya menjelaskan barang apa saja yang dicuri. Belum selesai mereka bicara, tiba-tiba Jon
Koplo, anak Pak RW datang. “Pak, disuruh pulang sama Ibu!” kata Jon Koplo.
“Kenapa? Bapak kan lagi ngurusin rumah Pak RT yang
kemalingan,” gusar Pak RW dengan permintaan anaknya.
“Kata Ibu, ngapain ngurusin rumah orang. Rumah sendiri
aja kemalingan,” lanjut Jon Koplo.
“Hah? Rumah kita kemalingan juga?” seru Pak RW tak
percaya. Pak RW pun bergegas ambil langkah seribu, meninggalkan Tom Gembus dan
ibunya yang terbengong-bengong. Pak RW kemalingan juga? Aneh, kenapa para
pejabat kampung mereka yang kemalingan dalam waktu bersamaan?
Siangnya,
selesai salat Dzuhur di musala, Tom Gembus melihat Pak RW berjalan keluar
musala sendirian. “Pak RW kemalingan juga?” Tanya Tom Gembus basa-basi.
“Iya,” jawab Pak RW pendek. Rupanya beliau masih pusing dan tak habis pikir. Dalam waktu
bersamaan, dua rumah kecurian, dan sama-sama pejabat di lingkungan tempat
tinggal mereka. “Emang nggak dikunci?” Tanya Tom Gembus lagi yang langsung
dibalas oleh Pak RW dengan tonjokan pelan di kepalanya. “Satu sama!” teriak Tom
Gembus sambil lari menjauh, takut ditonjok lagi oleh Pak RW.
Melihat Tom Gembus
lari menjauh, Pak RW hanya geleng-geleng kepala. Dasar anak
zaman now.