Friday, December 20, 2019
Bangga Sekaligus Malu
Monday, October 28, 2019
Ah Tenane-ku
Bismillaah
Ah Tenane adalah salah satu rubrik yang ada di koran Solopos. Rubrik ini berisi tentang cerita-cerita lucu dengan tokoh Jon Koplo, Tom Gembus, Lady Cempluk, dan Genduk Nicole. Bila kita mengirim cerita lucu yang kita alami, maka nama tokohnya harus diganti dengan nama-nama tersebut di atas.
Alhamdulillah, beberapa tulisan saya bisa tembus rubrik ini. berikut ini beberapa tulisan saya.
1. Pilihan Sang Cucu
(Untuk tulisan ini, redaksi Solopos mengadakan perubahan sedikit dari naskah asli saya.)
2. Kirain Gula, Ternyata ...
3. Emang Nggak Dikunci?
Saturday, October 26, 2019
Terjadi Sungguh-Sungguhku
Bismillaah
Alhamdulillaah, keputusanku untuk bergabung di OTM; ODOP Tembus Media membuahkan hasil. Salah tiganya adalah artikel Tejadi Sungguh-Sungguh yang dimuat di Koran Merapi, Yogyakarta. Sayangnya, aku tidak tahu kapan tanggal dimuatnya karena memang tidak berlangganan. Tiba-tiba saja ada wesel datang ke rumah. Selamat menikmati.
1.
2.
3.
Sunday, September 8, 2019
Stretching
Bismillaah
Kurang lebih sudah dua bulan ini saya menempati kelas baru di lantai 3. Wah, terasa sekali perjuangan saya untuk mencapai lantai 3. Belum lagi kalau harus mengajar di lantai bawahnya. Dalam sehari minimal 3 kali saya naik turun ke lantai 3. Mengingat usia yang tidak muda lagi, badan sungguh luar biasa rasanya. Setiap pulang ke rumah, pegal-pegal semua badan. Kalau biasanya badan akan terasa fresh kembali setelah tidur malam, ini malah terasa semakin pegal dan linu. Padahal pagi harinya akan melakukan aktivitas yang sama seperti kemarin. Alhasil, kelelahan dan kepenatan semakin menumpuk.
Kalau dengan tidur saja tidak bisa menghilangkan rasa pegal dan linu, lalu apa yang harus saya lakukan?
Iseng-iseng, saya melakukan peregangan seperti mau berolahraga. Tapi itu hanya sekali saya lakukan. Dan, pegal-linu itu masih setia di tubuh saya. Saya tidak bisa membiarkan keadaan ini karena saya akan naik turun tangga setiap hari. Saya tidak boleh kalah dengan rasa pegal-linu ini.
Saya terus berpikir untuk mencari solusi. Saya juga tidak malu bertanya kepada teman-teman. Salah satunya Bu Ida. Salah duanya, Bu Lita. Mengapa saya bertanya kepada mereka berdua? Karena mereka mantan atlet bela diri, jadi pasti pernah merasakan apa yang sedang saya alami saat ini.
Solusi yang diberikan Bu Ida, saya harus melakukan stretching. Stretching? Saya pernah mendengar kata ini. Tetapi saya belum tahu pasti apa artinya. Ternyata, menurut penjelasan Bu Ida, stretching itu seperti pemanasan yang kita lakukan kalau mau berolahraga atau berenang. Tujuannya agar badan tidak terasa kaku dan terhindar dari kram saat olahraga atau renang. Ternyata stretching ini berguna juga untuk mengurangi bahkan menghilangkan pegal-pegal. Sedangkan menurut Bu Lita, saya harus melakukan sit-up. Tujuannya sama, agar badan tidak terasa kaku dan peredaran darah lancar.
Sampai di rumah saya langsung mempraktikkan saran Bu Ida. Saya duduk di lantai dengan kedua kaki lurus ke depan. Saya bungkukkan badan sembari kedua tangan memegang kedua ibu jari kaki. Otot punggung dan otot kaki terasa ditarik. Memang sedikit sakit, tetapi saya tahan. Setelah beberapa saat, saya lanjutkan dengan membungkuk-bungkukkan badan berusaha menyentuh lutut. Rasanya semakin sakit. Setelah itu, badan terasa lebih nyaman, otot-otot tidak kaku lagi. Keesokan harinya, alhamdulilah wa syukurillah, rasa pegal-linu mulai berkurang. Badan terasa lebih segar. Terima kasih Bu Ida. Jazakillahu khairan katsira. Untuk saran Bu Lita belum saya praktikkan karena perlu bantuan orang lain. Semoga lain kali bisa terlaksana karena bagus juga untuk mengurangi lemak perut.
#setetes ilmu berjuta makna
#gurukehidupanku
Wednesday, April 24, 2019
Indahnya Kebersamaan
Tuesday, April 9, 2019
Politik???
Bismillaah
Pemilu tinggal beberapa hari lagi. Suhu politik di negeri ini rasanya kian hari kian panas. Di setiap sisi jalan pun kian riuh dengan poster para caleg (calon anggota legislatif) dari berbagai partai maupun capres ( calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden). Meriah. Pesta demokrasi disambut dengan gempita (sepertinya) oleh seluruh lapisan masyarakat.
Umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia, tentu menjadi faktor penentu dari Pemilu. Kemana mereka menyalurkan aspirasinya, tentu sangat mempengaruhi perolehan hasil suara partai maupun caleg dan capres-cawapres.
Kita tentunya pernah akrab dengan slogan "Islam Yes, Politik No". Slogan ini sangat berpengaruh terhadap sikap politik umat Islam. Karena menganggap politik itu kotor, banyak yang memilih golput alias tidak menyalurkan hak suaranya. Hasilnya bisa dilihat, banyak parpol Islam yang mendapatkan perolehan suara yang sangat sedikit.
Namun, akhir-akhir ini, slogan itu semakin ditinggalkan karena umat telah sadar betapa pentingnya kita melek politik. Hal ini diawali dengan adanya Pilkada DKI yang telah menyadarkan umat Islam bahwa mereka tidak boleh golput dan harus menggunakan hak suara mereka.
Hal tersebut diperkuat, awalnya, dari gerakan 212, di sana, perwakilan umat dari seluruh Indonesia bersatu. Dan kini, masyarakat semakin mengerti dan paham betapa politik itu penting. Karena hajat hidup kita pun secara tidak langsung ditentukan oleh para penentu kebijakan yang lahir dari pesta demokrasi. Dan itu artinya, lahir dari aspek politik.
Beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan berdialog dengan seorang anggota legislatif perempuan dari DPRD II Kabupaten Bekasi. Namanya tak usah disebutkan ya, nanti dikira kampanye, lagi. ^^
Jadi kata beliau, ada beberapa poin mengapa kita harus terjun ke politik.
Pertama, tentu saja karena Islam itu agama yang bersifat syumuliyah, menyeluruh. Maksudnya, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan kita, baik yang pribadi maupun yang bersama-sama. Di dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dengan politik. Di mana pun kita, identitas dan syariat Islam tetap harus disematkan. Jangan ketika di masjid Islam, saat di gedung DPR/MPR netral, atau bahkan menanggalkan keislamannya. Na'udzubillahi min dzalik.
Kedua, dengan terjun ke ranah politik, berarti kita ikut berperan dalam menentukan kebijakan di negeri yang mayoritas muslim ini. Jangan sampai kita yang mayoritas malah diatur dan dipaksa tunduk kepada yang minoritas. Kalau kebijakannya positif dan baik sih, tidak masalah. Tapi kalau sampai membelenggu, bagaimana?
Dengan adanya umat Islam di parlemen, diharapkan bisa mewujudkan aturan yang sesuai dengan syariat Islam agar negeri kita menjadi negeri yang baldatun thoyyibun wa robbun ghofur. Negeri yang baik (aman, tentram, sejahtera) dan senantiasa mendapatkan ampunan Allah. Apakah dengan aturan seperti itu, tidak mengancam warga minoritas? InsyaaAllah tidak. Sudah terbukti dari masa ke masa bila Islam memimpin, tak ada warga minoritas yang dirugikan. Karena Islam adalah agama rahmatan lil 'aalamiin. Rahmat bagi seluruh semesta.
Ada pengalaman menarik dari ibu anggota dewan tersebut saat ikut bergabung menjadi Pansus untuk mengesahkan RUU Pariwisata di Kabupaten Bekasi pada tahun 2015. Saat itu hampir seluruh anggota Pansus setuju dengan adanya night club, diskotik dan sejenisnya untuk melengkapi bidang pariwisata, hanya saja keberadaannya diatur oleh Undang-Undang. Tetapi dua orang perempuan di Pansus tersebut tidak setuju. Alasannya, pariwisata masih bisa memberikan income yang besar meski tidak ada fasilitas semacam diskotik itu. Mereka berprinsip bahwa dunia pariwisata harus memiliki slogan "No Sex, No Drugs, No Alcohol" agar keberkahan tetap menjadi milik masyarakat. Dengan segala perjuangan yang tidak mudah, dari berdebat dengan berurai air mata hingga meminta bantuan para ulama, akhirnya apa yang mereka perjuangan membuahkan hasil. Bayangkan bila tidak ada anggota dewan yang mau berkomitmen memperjuangkan hal-hal seperti itu. Entah apa jadinya kita, entah apa jadinya generasi muda kita, entah apa jadinya negara kita.
So, mari salurkan hak pilih kita. Pilihan kita menentukan masa depan kita. Jangan golput ya.
Thursday, April 4, 2019
Mie Sehat Ala Emak-Emak
Bismillaah
Apa sih yang disukai Emak-emak? Apa hayo? Kalau di tempat saya, emak-emak paling suka ngobrol sambil ngemil. Ngobrolnya di bawah pohon seri yang rindang, sambil ngerujak. Mantap dah! Tapi saya hampir tidak pernah bisa nimbrung. Lha, saya kerja dari pagi dan sampai rumah sudah sore. Mana sempat ngobrol ngalor-ngidul, ngetan ngulon.
Tapi, alhamdulillah, Ahad kemarin saya berkesempatan nimbrung di perkumpulan emak-emak. Sambil ngobrol, tidak ngalor-ngidul, apalagi ngetan-ngulon, kami praktik membuat mie sehat. Jarang-jarang lho, kita belajar masak seperti ini. Makanya, ngobrolnya pun tidak di bawah pohon seri, tapi di bawah atap rumah, alias di dalam rumah. Sambil membicarakan ini-itu, dari masalah anak-anak sampai masalah pemilu, (emak-emak juga doyan gosipin pemilu, yak) matang juga tuh, mie ala-ala.
Mau tahu nggak, cara membuatnya? Mau aja, ya.
Begini ya:
Pertama kita siapkan bahan-bahannya, yaitu
0,25 kg terigu,
2 sdm tepung sagu
garam sejumput,
2 sdm minyak goreng
air secukupnya.
Kalau ingin membuat mie yang bisa mengembang seperti spaghetti, tinggal ditambahi telur 1 butir. Kalau ingin mienya berwarna, bisa menggunakan buah naga, wortel, atau bayam yang sudah diblender dan disaring.
Kedua, siapkan peralatannya seperti baskom dan alat pembuat mie. Kalau tidak punya alatnya, bisa kok diiris-iris menggunakan pisau. Kebayang kan, betapa sabarnya emak ini, mengiris-iris adonan segitu banyaknya.
Ketiga, bahan-bahan yang sudah disiapkan tadi, dicampur jadi satu di dalam baskom, kecuali air. Setelah diaduk, masukkan air ke adonan sedikit-sedikit saja, supaya adonan tidak lembek. Setelah kalis, bagi menjadi beberapa bagian, gulung di cetakan mie di bagian depan, untuk ditipiskan, seperti lembaran-lembaran begitu. Satu adonan tadi bisa beberapa kali cetak. Oya, sebelum dimasukkan cetakan mie, adonan ditaburi terigu supaya tidak lengket. Setelah tipis, masukkan ke cetakan mie yang ada di bagian belakang. Jadi deh, mienya. Tinggal direbus.
Keempat, kita siapkan sajian pelengkap mie. Nggak mungkin, kan, kita makan mie saja tanpa ditemani yang lainnya?
Apa saja temannya?
Ini bahan-bahannya:
Bumbu halus:
Bawang putih, kemiri, ketumbar, lada, jahe, kunyit
Bumbu geprek:laos dan sereh
Supaya wangi, perbanyak salam dan daun jeruk. Begitu kata chef-nya.
Tidak ada takaran, kata chef-nya kira-kira saja.
Bumbu tumis:
Kayu manis, kapulaga dan cengkeh sedikit saja. Bumbu rempah
ditumis dengan minyak yang banyak, kalau sudah wangi dan berubah kecoklatan, saring minyaknya. Ini untuk campuran mienya.
Masukkan ayam cincang ke dalam tumisan bumbu, aduk-aduk sambil diberi air, kecap, penyedap (yang sehat ya, Bun), gula pasir, garam secukupnya.
Koreksi rasa, lalu diamkan sampai matang, sekitar 45 menit kalau pakai ceker.
Cara penyajian:
Kecap asin+minyak dituang sedikit (sesuai selera) ke dalam mangkok, beri bumbu kuah ayam sedikit, lalu aduk. Setelah mie dan sawi direbus, tiriskan, lalu masukkan ke mangkok, campur semuanya.
Tambahkan toping seperti daun bawang dan bawang goreng. Jangan lupa ayamnya. Alhamdulillah, sudah siap disantap. Selamat menikmati!
Saturday, March 30, 2019
Terima kasih ODOP
Wednesday, March 27, 2019
Bunga dari Sabun
1. Parutlah sabun dengan parutan keju dan tempatkan di mangkuk plastik
2. Haluskan hasil parutan tadi dengan diremas-remas atau bisa juga menggunakan tangan
3. Tambahkan air hangat, aduk kembali
4. Tambahkan tepung, aduk sampai kalis
5. Tambahkan pewarna makanan dan baby oil. Untuk langkah kelima ini bisa dilewati bila tidak ada
6. Setelah kalis, ambil secuil adonan, bulatkan di tangan kita, lalu bentuklah seperti kelopak bunga
7. Tempelkan kelopak bunga tersebut di batang yang telah disiapkan
8. Satu bunga bisa 4 kelopak atau lebih. Tergantung selera kita.
Friday, March 15, 2019
Demi Secarik Ilmu
Bismillaah
Belajar, bagi sebagian orang mungkin bisa menjadi aktivitas yang kurang menyenangkan. Ditambah lagi bila untuk melaksanakannya perlu sedikit keringat dan ikhtiar. Tanpa halangan dan kesulitan saja, berat rasanya mau belajar. Lebih asyik bila bermain gadget atau menonton televisi. Belajar bisa menjadi sesuatu yang membosankan dibandingkan televisi.
Andaikan semua orang dan semua anak yang berpredikat sebagai pelajar tahu, betapa banyak keutamaan dan keuntungan bagi seorang pembelajar, belum tentu juga mereka semangat dalam belajar. Mengapa? Karena banyak hal yang lebih seru dan lebih asyik di luar sana, yang tidak memusingkan dan menyusahkan. Gadget, sosial media, segala hiburan dengan aneka rupa bentuknya. Sungguh berat tantangan bagi sang pembelajar.
Tulisan ini sebagai self-reminder bagi saya pribadi. Karena di usia yang sudah tidak muda ini, ternyata hambatan dalam mencari ilmu pun tidak kalah banyaknya dibandingkan dengan para penuntut ilmu yang memang tugasnya belajar. Tidak hanya masalah dalam keluarga ataupun dengan pasangan, juga masalah lain seperti hambatan dalam hal waktu dan jarak yang mesti ditempuh. Belum lagi masalah konsentrasi yang tak bisa lagi utuh. Tetapi, itulah perjuangan hidup.
Di saat api semangat mulai meredup, kembali terngiang sabda manusia suci, yang kuharap bisa mencintainya dan mendapat syafaatnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
"Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah mudahkan dengannya jalan ke surga". (HR. Muslim)
MasyaAllah. Hadits ini sangat manjur untuk mengobarkan kembali bara semangat yang hampir padam. Menumbuhsuburkan kembali kekuatan yang mulai melemah. Menyegarkokohkan kembali syaraf yang mulai mengendur karena uzur.
Ya robbanaa, masukkanlah kami ke golongan orang-orang yang menuntut ilmu, yang Engkau mudahkan jalannya menuju surga-Mu. Aamiin yaa rabbal'aalamiin.
Wednesday, February 27, 2019
Outbond di Cikole
Hanya helaan nafas yang bisa mengungkapkan jawaban. Sebagai guru yang sudah lumayan berumur, medan kali ini cukup terasa berat. Bismillaah, semoga kuat.
Oo ... Ternyata mereka akan memberi makan rusa dan domba-domba lucu seperti shaun the sheep! Duh, senangnya. Lebih senang lagi karena setelah lelah menanam stroberi dan memberi makan rusa dan domba, mereka boleh menikmati segarnya jus stroberi. Wah, baru menanam sudah langsung menikmati hasilnya. Alhamdulillah.
Sunday, February 24, 2019
VIP in My Life (2)
Monday, February 11, 2019
PGH
Oya, satu lagi kelebihan PGH, yaitu ada penutup dari aluminium foil.