Saturday, April 29, 2017
It's Not Just A Dream (2)
Saturday, April 22, 2017
Jilbab Coklat
Bismillaah
Hari itu tanggal 21, tepat 16 tahun usiaku. Berkurang lagi jatah hidupku di bumi Allah ini. Seperti biasa, tak ada yang istimewa. Di keluargaku tak pernah ada ritual khusus. Bahkan mungkin, mereka tidak tahu kalau hari ini terasa istimewa bagiku. Namun demikian, aku tetap riang melangkahkan kaki ke sekolah kebanggaanku.
Berbeda dengan suasana di rumah yang adem ayem, sampai di sekolah, beberapa sahabatku telah siap menyambutku dengan kado di tangan. So sweet. ^_^ Mereka benar-benar sahabat sejati. Tak banyak sih, hadiah yang kuterima saat itu, tapi perlakuan mereka sungguh membuatku terharu dan sangat bersyukur. Allah benar-benar menyayangiku melalui tangan-tangan sahabatku. Mereka memberikan benda-benda yang sangat kubutuhkan sebagai pelajar. Alhamdulillah.
Dari beberapabenda itu, ada satu yang terasa sangat spesial. Hingga detik ini, setelah hampir 25 tahun, benda itu masih setia menemani hari-hariku. Dan, masih dalam kondisi bagus, meski warnanya mulai pudar karena dimakan usia dan sering terkena deterjen. Kado itu berupa jilbab instan pertama yang kumiliki, berwarna coklat pramuka. Waktu itu jilbab instan baru mulai dikenal. Makanya, 'sesuatu' banget dapat kado seperti itu. Hadiah istimewa itu dari seorang sahabat yang sudah mulai belajar wirausaha sejak SMA. Mba Ida Mastuti.
Kado itu diambil dari salah satu barang dagangannya. Beliau paham sekali, waktu itu aku baru mempunyai sedikit jilbab. Mungkin karena jilbab yang kupakai hanya itu-itu saja. Tak disangka, benda itu sangat bermanfaat dan menjadi kenangan yang tak terlupakan. Dari sekian kado yang kuterima saat itu, hanya jilbab coklat itulah yang masih bertahan. Benar-benar berkah. Jazakillahu khairan katsira Mba Ida.
Hampir 20 tahun sudah, kami tak saling bertemu. Namun, alhamdullilah, kami masih bisa berkomunikasi di dunia maya. Mba Ida yang sudah merintis bisnis di usia muda, sekarang sudah menjadi pengusaha sukses bersama sang suami. Salah satu bisnisnya yang cemerlang adalah daun kelor.
Terima kasih Mba Ida, untuk hadiah, dan juga yang tak kalah spesial, persahabatan kita. WINIF. Masih ingatkah? Semoga Allah meridhoi persahabatan ini, di dunia dan akhirat. Aamiin.
#onedayonepost
#bendakenangan
Sunday, April 2, 2017
Sarah
Bismillaah
Pagi itu kau masuk kelas tanpa salam dan malah menangis, sambil menyalamiku. Kutanya ada apa, namun hanya tangisan sendu yang terdengar. Isakmu pun semakin keras, hingga teman-temanmu keheranan campur khawatir. Kucoba menawarimu kursi, dan kau pun duduk. Masih menangis.
Tak biasanya begini. Kamu adalah salah seorang siswa yang hampir tidak pernah ada masalah. Nilai raportmu selalu bagus, bahkan berada di peringkat pertama. Hapalanmu juga sangat cemerlang. Budi bahasamu sangat halus dan menawan, semenarik paras wajahmu yang tirus. Budi pekertimu pun tak beda jauh dengan nilai akademikmu. Hampir semua.
Namun tangismu kini, sungguh mengejutkan semua yang ada di kelas. Dari tuturmu, kutahu risau hatimu karena pertengkaran yang telah terjadi di rumah, pagi itu. Pertengkaran yang tidak biasa, ujarmu. Dan itu membuatmu shock dan sangat terpukul.
***
"Ada apa dengan mama dan papa? Mengapa mereka bertengkar sehebat itu di depanku? Ada apa?" Pertanyaan itu terus berputar-putar di kepalaku, hingga aku masuk kelas. Kusapa Bu Guru dengan isak, bukan ucapan salam seperti biasa. Ada sedih, kecewa, bingung, sekaligus malu. Ini pertama kalinya aku menangis di sekolah. Bu Guru dan teman-teman pasti saling bertanya-tanya.
Sambil terisak, kuceritakan kejadian pagi tadi. Kejadian yang sangat luar biasa, yang baru kali ini kulihat dan kualami. Kulihat merah mata papa dan gelegar suaranya. Mama pun tak kalah dengan jeritannya. Ada apa ini? Apa yang sedang terjadi? Apa yang membuat mereka seperti itu?
Aku tak sanggup mengalihkan pikiranku dari peristiwa itu. Aku tak sanggup untuk memusatkan perhatianku pada pelajaran hari ini. Aku ingin bertemu mama dan papa. Aku ingin memeluk dan membujuk mereka agar baikan. Jangan saling marah.
***
Saat itu kami sedang berdzikir. Tiba-tiba pintu kelas terbuka, dan masuklah Sarah. Heran! Mengapa dia tidak menggunakan salam, tapi malah ... Tunggu! Ada air mata di pipinya. Rahma menangis? Betulkah itu? Iya, betul. Jelas sekali terlihat air matanya, sebelum ia dipeluk Bu Guru. Duh ... Ada apa ya?
Tidak biasanya dia begitu. Dia itu siswa teladan, meskipun belum pernah ikut lomba pelajar teladan. Selalu di peringkat tiga besar, bahkan semester kemarin peringkat pertama. Hapalannya sudah hampir tiga juz. Anaknya baik hati, tidak pernah membuat masalah. Selalu ceria dan suka menghibur teman-teman. Sempurna, deh. Makanya, mengapa sekarang dia menangis, ya?
#onedayonepost
Saturday, April 1, 2017
Persalinan
Bismillaah
Berkah silaturrahim hari ini banyak sekali. Pertama, dagangan laku, kedua dapat minuman sehat, dan ketiga dapat wawasan dan ilmu baru.
Sejak tiga bulan terakhir, saya punya aktifitas baru di setiap awal bulan, mengantar majalah ke para pelanggan yang mayoritas merupakan teman lama. Kegiatan ini sangat menyenangkan karena bisa reunian sekaligus berdagang, sesuai dengan sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Dan, benar pulalah sabda beliau, bahwa silaturahim itu bisa menambah rezeki, seperti yang saya dapatkan hari ini.
Jadwal kali ini ke rumah seorang bidan. Alhamdulillah sedang tidak ada pasien yang harus ditangani, jadi kami bisa ngobrol dengan leluasa. Karena beliau seorang bidan, jadi yang kami bicarakan pun, sekitar profesi itu. Bagaimana perjuangannya dalam membantu ibu-ibu yang akan melahirkan, dengan kondisi dan situasi yang bermacam-macam. Ada yang tenang, penuh keyakinan dan kepasrahan kepada Sang Pemilik Hidup, ada pula yang panik dan tergesa-gesa.
Salah satu hikmah yang bisa saya ambil dari perbincangan tadi, ternyata orang yang tinggal di kampung dengan fasilitas seadanya dan kemampuan ekonomi yang seadanya pula, mempunyai tingkat keyakinan dan ketawakalan lebih tinggi dengan yang tinggal di perumahan dengan fasilitas yang lebih lengkap dan kemampuan di atas rata-rata. Kita sebut orang kampung untuk lebih memudahkan, bukan bermaksud mengecilkan atau merendahkan, mereka lebih tangguh dalam menghadapi situasi yang genting. Kalau menurut Bu Bidan, dan mungkin juga para dokter kandungan, ibu hamil yang memiliki tekanan darah tinggi, atau yang pernah melahirkan secara cesar, atau yang plasentanya hampir menutupi jalan lahir, seharusnya lebih aman bila melahirkan di rumah sakit dengan didampingi seorang dokter beserta peralatan medis yang lengkap. Tapi mereka justru keukeuh untuk melahirkan di rumah saja, dengan didampingi paraji dan teman saya itu, atau di klinik.
Pada situasi yang normal, biasanya pasien dan keluarganya yang panik dan tidak tenang menghadapi proses persalinan. Tapi di sini, justru sang juru medis yang gelisah, cemas, khawatir, dan takut bila tidak sesuai dengan harapan. Akhirnya, terpaksa, dibuatlah surat perjanjian hitam di atas putih, agar bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan di luar kemampuan manusia, pasien dan keluarganya tidak menuntut sang bidan.
Di sisi lain, orang perumahan yang mungkin lebih melek teknologi, belum apa-apa sudah ketakutan. Contoh kasus, ketika tahu bahwa ketubannya tinggal sedikit, mereka langsung searching di Mbah Google. Dan hasilnya membuat mereka cemas sehingga minta dirujuk ke rumah sakit. Padahal menurut prediksi bidan, masih bisa diusahakan untuk melahirkan dengan normal, hanya mungkin perlu di-induksi agar tidak kehabisan ketuban.
Itulah sekelumit ibrah yang bisa saya ambil dari perbincangan yang ngalor-ngidul tadi. Menambah wawasan saya untuk tidak menilai seseorang dari penampilan dan yang lainnya. Justru orang yang mungkin, dianggap ketinggalan zaman atau kurang update, tawakal 'alallaah-nya sungguh luar biasa. Dan yang kita lihat mungkin lebih berilmu dan berwawasan, belum tentu dia yang lebih baik.
Terjemahan bebas:
*paraji: dukun beranak yang membantu proses persalinan
*induksi: salah satu metode yang digunakan untuk mempercepat proses persalinan
#onedayonepost