Bismillaah
Alhamdulillah wa syukurillah, Allah masih memberi kesempatan kepadaku untuk bertemu dengan bulan Ramadan tahun ini. Ramadan yang sejuk karena hujan sering menghampiri, menyirami hari-hari panas terasa adem. Sungguh nikmat Allah yang sangat luar biasa. Meskipun di belahan bumi lain, sebagian saudara kita mendapatkan ujian dari Allah berupa bencana banjir maupun tanah longsor. Semoga Allah berikan kekuatan, kesabaran, dan pertolongan untuk mereka. Aamiin ya robbal'alamiin.
Ramadanku selalu terasa berbeda dari tahun ke tahun. Namun semua terasa nikmat dan berkesan meski situasi dan kondisinya tak sama.
Tahun ini, Ramadanku terasa lebih istimewa. Mengapa?
Pertama, karena liburan lebih cepat datang dan lebih panjang dari tahun kemarin, jadi waktu untuk memperbanyak ibadah seharusnya menjadi lebih banyak pula. Tapi, hingga di hari ke-18 ini, targetku belum tercapai. Sedih rasanya.
"Apa saja yang kau lakukan, Nin?"
Entahlah. Sepertinya kebanyakan tidur. Hadeuh ....
Kedua, di bulan Ramadan yang penuh berkah ini, Allah menggerakkan kakiku untuk bisa melangkah ke masjid melaksanakan sholat Isya dan sholat Tarawih berjamaah, bersama anak-anak. Bahagia rasanya, bisa sholat 23 rakaat bersama imam yang hafidz Quran tanpa terasa capai.
Ketiga, dengan sholat di masjid, ternyata banyak hal yang bisa kulihat dan kurasa, juga kulakukan. Kalau di rumah, paling-paling hanya anak-anak yang sedikit mengganggu kekhusyukan. Itu pun akan tidak berlangsung lama. Dengan sedikit teguran, mereka akan sholat dengan tertib lagi. Khusyu pun terjaga kembali. Tapi di masjid? Tak semudah itu, kawan. Banyak hal yang mengusik kekhusyukan, walaupun sudah kucoba untuk mengabaikannya.
Dari baru masuk masjid, ada saja beberapa gadis remaja yang masih berbincang-bincang, padahal sholat Isya sudah dimulai. Ada juga yang malah asyik dengan gadget-nya. Astaghfirullah. Di kali lain, mereka sudah terlambat sholat, tapi masih cekikikan. Begitu sholat, mereka sholat sendiri dan mengejar rokaat yang tertinggal, baru mengikuti gerakan imam. Ya Allah ... sebegitu minimnyakah pengetahuan mereka tentang sholat berjamaah? Padahal mereka sudah baligh, dan belajar di sekolah Islam? PR berat untuk para dai, ini.
Tidak hanya itu. Begitu berdiri dalam shaf, seperti terjadi di kebanyakan masjid, jamaah perempuan khususnya, berdiri berdasarkan sajadah yang mereka gunakan sebagai alas. Alhasil, jarak antara satu jamaah dengan jamaah yang lain bisa sekitar setengah meter. Renggang sekali. Kadang antara satu sajadah dengan sajadah yang lain pun tidak rapat. Semakin jauhlah jarak terbentang.
Bagaimana dengan anak-anak? Sama juga seperti di masjid lain, di sini pun anak-anak bebas berekspresi. Begitu sholat Isya sempurna dilaksanakan, anak-anak pun bertebaran seperti kupu-kupu yang baru keluar dari peraduannya. Ada yang berlari kian kemari, ada yang berloncatan dari anak tangga, ada yang sekadar bercanda atau bermain gadget, namun ada juga yang tetap tertib mengikuti sholat Tarawih. Itulah anak-anak, dunia adalah bermain dan bermain.
Luar biasa! Hikmah apa yang kudapat?
Dulu, aku pernah mendengar ceramah ustadz yang mengatakan, berdakwah di masjid itu lebih mudah karena orang-orang yang mau ke masjid, pasti hatinya lebih siap untuk menerima. Dan mereka lebih mudah berubah. Betulkah?
Ternyata tak semudah itu. Yang ku alami, lisan ini tak boleh malas apalagi berhenti mengingatkan setiap hari, bahkan setiap kesempatan. Karena memang banyak saudara kita yang belum paham dan belum mengenal Islam dengan baik, meskipun mereka suka ke masjid. Dan, tidak semua suka diingatkan. Kadang, mereka malah pergi menghindar setelah ditegur. Maka, kesempatan untuk berdakwah pun berkurang. Salah ucap, justru membuat orang antipati dengan kita. Susah - susah gampang. Tapi kita harus dan terus berdakwah meski hanya dengan satu ayat. Meski harus mendapat tatapan sinis. Meski akan dijauhi.
Ya Allah mudahkanlah kami dalam memahami dan menjalankan syariat-Mu, dan dalam mengajak saudara-saudara kami kepada kebaikan. Aamiin ya robbal'alamiin.