Wednesday, February 5, 2025

Terulang Lagi



"Ini aturan siapa? Apa Bapak sendiri, yang bikin aturan?" tanya sesebapak dengan angkuhnya kepada Pak Suami. Paksu yang lagi ribet melayani pembeli yang rebutan ingin segera mendapatkan gas, jadi emosi juga. Dari tadi dia sudah berusaha bersabar dengan orang-orang yang memaksa agar bisa beli padahal stok sudah habis. Eh, ini orang datang-datang malah bikin emosi. Jadi tersulut deh, gara-gara orang itu.


Ya, sore ini, kejadian yang sudah terjadi di mana-mana, orang banyak mengantre untuk beli gas melon (5 kg), akhirnya terjadi juga di rumah saya. Tadi saat pulang mengajar, hampir saja saya tidak bisa masuk ke halaman rumah sendiri gara-gara penuh motor dan orang yang antre gas. Ternyata, mereka sudah antre sejak pagi. 


Tak hanya di rumah. Tadi saat masih di sekolah, hp saya pun berdenting terus karena banyak yang menanyakan gas. Bahkan ada yang pesan juga untuk disisakan. Lha, saya mana tahu, kalau keadaan di rumah sudah se-hectic itu. Teh suami pun sampai belum habis diminum gara-gara sibuk sama orang-orang. Biasanya sudah habis dua gelas. Ini, satu saja belum habis. MaasyaaAllah.


Kami memang memiliki usaha pangkalan gas. Kejadian ini sudah yang kedua kali; banyak pembeli yang berdatangan, semua ingin mendapatkan meski hanya 1 tabung. Sedangkan stok kami hanya 300, itu pun dua hari sekali. Kemarin saja, pelanggan baru, artinya selama ini mereka tidak beli ke rumah kami, ada 200 orang. Padahal selama ini, 300 tabung itu cukup untuk para pelanggan lama saja. Dengan adanya tambahan itu, pelanggan lama jadi tertunda penyediaannya.


Banyak cerita di balik sulitnya gas ini. Kalau masyarakat menyebutnya 'langka'. Sebenarnya tidak langka, hanya saja tidak bisa dibeli di warung-warung seperti biasa. Peraturan pemerintah melarang warung menjual gas. Masyarakat harus beli langsung ke pangkalan yang sudah ditunjuk resmi. Akibat aturan ini, ada yang sampai tiga hari tidak masak, jadi harus beli lauk matang. Ada yang sampai memelas, sehingga tabung gas di dapur kami pun harus dikeluarkan. Alhasil, tukang gas tapi malah tidak punya gas dan tidak bisa masak. 



Kabar terakhir, di TV dan media sosial, Presiden memerintahkan agar peraturan itu dihapus. Apa alasannya, kurang jelas juga. Mungkin karena sudah ada kasus yang meninggal dunia saat mengantre gas. Innalillahi wa innailaihi rooji'uun. 


Walaupun media sudah mewartakan peraturan terbaru tersebut, namun di lapangan realitanya berbeda. Karena belum ada surat resmi dari pemerintah, maka banyak pangkalan gas yang belum berani menjual ke warung-warung, seperti tempat kami. Akhirnya, di sini masyarakat masih berbondong-bondong ke pangkalan. Walaupun tidak se-riweuh hari Senin, tetap saja rumah kami harus terbuka seharian, bahkan sampai malam untuk melayani masyarakat yang ingin membeli gas.


Untuk mengatur antrean, akhirnya suami membuat nomor antrean, sama seperti dulu. Yang punya nomor, berarti bisa mendapatkan gas. Dengan demikian, pelanggan lebih tertib dan lebih terpantau. Seandainya sudah melebihi kuota, maka antrean dihentikan.


Begitulah dinamika kehidupan kita di Indonesia tercinta. Semoga segala kesulitan maupun kesusahan yang kita alami, dapat menjadikan kita lebih dewasa, lebih tangguh, lebih bijaksana. Apa yang kita alami hari ini, belum seberapa dibandingkan saudara-saudara kita di Palestina. Semoga Allah selalu memudahkan urusan kita semua, memberikan kekuatan kepada kita dalam menghadapi dan menjalani segala ketentuannya. Aamiin yaa rabbal'aalamiin 🤲🏻.







Monday, February 3, 2025

Review "Rasa"



Judul buku: Rasa
Penulis: Tere Liye 
Penerbit: Sabakgrip
Cetakan: 12, Mei 2012
ISBN: 978-623-97262-3-2
Tebal buku: 421 hlm.


Bismillah 



Lin, yang nama lengkapnya Linda, adalah seorang gadis SMA yang tidak biasa. Selain belajar, dia pun harus berjuang untuk bekerja part time karena ayahnya tidak ada. Kemana ayahnya? Itulah yang menjadi salah satu rahasia di buku ini.



Walaupun sambil bekerja, Lin tetap berprestasi di sekolahnya, bahkan selalu menduduki ranking 2. Ranking satunya sudah menjadi jatah tetap sahabatnya, Jo. Ya, mereka tetap bersahabat walaupun dalam nilai rapor, mereka bersaing. Persahabatan mereka sudah terkenal di seluruh warga sekolah mereka. Bila di sana Lin, pasti ada Jo.



Namun, hidup tak selamanya mulus. Begitu pun kehidupan Lin. Walaupun memang selama ini, kehidupannya bisa dibilang sudah penuh dengan persoalan hidup, kini persahabatan mereka yang diuji.



Lin bertemu sahabat kecilnya. Dua orang sekaligus. Pastinya bikin Lin bahagia. Yang satu perempuan, yang sekarang juga satu kelas dengannya. Satu lagi laki-laki, yang sekarang ternyata sudah lebih dewasa dan tentu saja, tampan. 



Ternyata pertemuan kembali itu, tidak hanya memberikan kebahagiaan, namun juga masalah. Masalah keluarga, juga masalah persahabatan. 



Namanya juga hidup, pasti penuh masalah. Sudah pusing dengan kedua masalah tersebut, masih ditambah lagi dengan masalah pekerjaan. Walaupun begitu, Lin tetap menjalani hidup dan berusaha profesional. Dan akhirnya, masalah pekerjaan bisa dia lalui dengan selamat dan sukses. Bahkan dia diangkat menjadi murid seseorang yang telah diidolakan sejak kecil, sejak ia menekuni hobi yang kini menjadi pekerjaannya.



Selalu keren, buku Tere Liye ini. Lin seakan menjadi embun di kegersangan dunia remaja yang lebih banyak berita negatif daripada positifnya. Semoga banyak pembaca yang bisa belajar dari keteguhan dan semangat Lin. Ketidakutuhan keluarga bukan menjadi rintangan untuk mendapatkan kesuksesan. Walaupun harus sekolah sambil bekerja, prestasi tetap bisa diraih, asal ada niat dan tekad, serta kemauan. 


Hidup memang harus berjuang, tidak bisa hanya sekadar rebahan dan scroll sosmed. 

"Nikmati proses belajarnya, bukan hasilnya." 
Salah satu quote yang keren dan sangat memotivasi. Terutama untuk mereka yang semangat belajarnya kurang. Belajar bukan sekadar untuk mendapatkan nilai dan ijazah. Lebih dari itu.