Saturday, January 26, 2019
Minyak But-but
Thursday, January 24, 2019
Asma Nadia-nya ODOP dan Tuban
Sunday, January 20, 2019
Kajian Selintas
Bismillah
Ikhtiar itu perbuatan
Rezeki itu kejutan
Hanya doa yang bisa mengubah segalanya (Ustadz Hilman Fauzi)
Terkejut, kaget, haru, sekaligus bangga saat kaki kami mulai menapaki area Masjid Alumni IPB. Pelataran masjid penuh dengan jamaah yang sedang menunaikan shalat Maghrib. Begitu kaki kami terus melangkah menuju tempat wudhu akhwat, kondisinya sama dengan tempat ikhwan. Penuh! Kami pun harus berjalan mlipir-mlipir agak tidak mengganggu yang sedang shalat. Setelah berliku-liku menempuh perjalanan yang tidak panjang (udah seperti naik gunung aja, berliku-liku), sampailah kami di tempat wudhu.
Selesai berwudhu, kembali kami harus sedikit bersabar untuk bisa ke lantai dua, tempat shalat jamaah akhwat. Jalanan menuju ke lantai atas penuh, ada yang turun, ada yang naik. Harus lebih bersabar. Apalagi masih banyak yang duduk di teras dan pelataran masjid. Sampai di atas, ternyata kami harus puas dengan hanya shalat di koridor masjid karena ruangan masjid masih penuh dengan jamaah akhwat. Saya pikir acara kajian sudah selesai, sehingga seharusnya masjid sepi karena jamaah sudah pulang. Ternyata kajian masih berlangsung. Menurut informasi, sampai menjelang shalat Isya.
Dari sang pembawa acara, saya mendengar bahwa ustadz yang akan menyampaikan tausiyah adalah Ustadz ... Fauzi. Asing di telinga saya. Siapa sih, hebat banget bisa mengumpulkan jamaah sebanyak ini. Hampir semuanya anak muda, lagi. Siapa sih, pembicaranya? Dan, yang lebih mengherankan lagi, tadi sempat saya lihat, ustadz dan sang pembawa acara pakai topi. Kok bukan pakai peci atau sorban seperti para mubaligh lainnya. Wah, ustadz zaman now ini!
Selesai shalat, sambil dzikir, sambil curi-curi dengar apa yang disampaikan Pak Ustadz. Sebentar sih, dengarnya sejak tadi shalat. Eh, jadi ketahuan deh, shalatnya nggak khusyuk. (Tutup muka, deh, pakai jilbab)
Setelah muqaddimah, sang ustadz bertanya kepada jamaah, karena pekan lalu sudah disampaikan materi, hari ini mau tanya jawab atau materi. Jamaah tidak banyak yang merespon. Bingung kali ya, baru kali ini kajian kok ada tawar-menawar. Hihi ... Lucu juga nih, ustadz. Jadi semakin penasaran. Lalu untuk memudahkan menjawab, ustadz yang menyebut dirinya Ustadz Hilman itu memberi pilihan: 1. Tanya jawab, 2. Materi. Pilih 1 atau 2?
Dengan serempak dan seragam, jamaah menjawab duaaaaa. Ish ish, kok jadi seperti kampanye, satu atau dua? Hadeeh, nanti kalau ada KPU bagaimana ustadz? Bisa berabe nih.
Karena jamaah memilih materi, maka mulailah sang ustadz menyampaikan tausiyah dengan tema Hijrah. Kajian petang itu diawali dengan hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tentang bahwa manusia itu, termasuk Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, masuk surga itu bukan karena amalnya. Tetapi karena rahmat Allah subhanahu wata'ala. Dalam hadits itu disebutkan juga bahwa para sahabat bertanya, apakah hal itu berlaku juga untuk Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Rasulullah menjawab iya, termasuk beliau pun, masuk surga karena rahmat Allah, bukan karena amal beliau. Masya Allah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah bersabda: “Amal shalih seseorang diantara kamu sekali-kali tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Hai Rasulullah, tidak pula engkau?” Rasulullah menjawab, “Tidak pula aku kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepadaku.” (Riwayat Muslim; kitab Shahih Muslim, Juz II, halaman 528)
"Rasulullah yang ma'shum, tidak pernah berbuat dosa, yang surganya sudah pasti, yang amal ibadahnya paling banyak saja tidak bisa masuk surga tanpa rahmat Allah, apalagi kita? Mengapa amal ibadah kita tidak bisa memasukkan kita ke surga?
Karena kita tidak tahu, apakah ibadah kita sudah benar atau belum. Siapa yang menjamin bahwa shalat kita sudah pasti sesuai rukun dan syaratnya? Siapa yang menjamin, bisa shalat dengan khusyuk tanpa terbersit pikiran di luar shalat? Siapa yang menjamin tilawah kita sudah betul makhraj dan tajwidnya?" Jelas Ustadz Hilman. Deg! Jadi ingat pelajaran tahsin hari Jumat kemarin, betapa sulitnya saya dan teman-teman melafazkan huruf-huruf الجوف. Baru tiga huruf saja kami belum lulus, bagaimana dengan huruf-huruf yang lain? Bagaimana bisa tilawah dengan tartil? Astaghfirullah. Benar sekali kata Ustadz Hilman.
Oleh karenanya, kita harus semakin banyak beramal, karena kita tidak tahu, amal ibadah yang mana yang akan mendatangkan rahmat Allah.
Selain itu, jangan lupa untuk selalu berdoa agar amal kita diterima Allah, seperti yang sudah diajarkan Allah melalui firman-Nya,
Allah SWT berfirman:
... رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
"... Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
(QS. Al-Baqarah: Ayat 127)
Tidak banyak yang bisa saya simak dari tausiyah ustadz yang sangat menarik ini karena kami harus isi perut dulu. Maklum, dari siang belum sempat terisi. Padahal sayang sekali rasanya melewatkan kesempatan langka ini. Tapi ya, apa boleh buat, daripada anak saya yang sedang sakit semakin parah. Na'udzubillahi min dzalik.
Selesai makan malam kami kembali ke masjid karena sebentar lagi Isya. Karena perjalanan ke Cikarang bisa dipastikan macet, maka lebih baik shalat Isya dulu. Sampai di Masjid Alumni IPB, Ustadz Hilman sedang memimpin doa bersama. Terlihat tangan-tangan menengadah, wajah-wajah khusyuk dan tunduk, bahkan ada beberapa yang meneteskan air mata (terlihat dari layar proyektor). Masya Allah, baarakallahu fiikum Ustadz Hilman dan jamaahnya. Semoga kita semua bisa istiqomah di jalan Allah, dan bisa melanjutkan risalah Rasul-Nya untuk menjadi rahmatan lil 'aalamiin.
Aamiin, aamiin ya rabbal'aalamiin.
Sabtu, 19-01-2019
Friday, January 18, 2019
Tahsin Perdana di 2019
Wednesday, January 16, 2019
Mencintaimu Berbuah Surga
“Tiga
perkara jika kalian memilikinya, kalian akan merasakan manisnya iman.
Pertama, menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya.
Kedua, mencintai seseorang semata-mata karena Allah. Ketiga, tidak suka
kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan Allah seperti halnya ia tidak
suka dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR.
Imam Bukhari dan Imam Muslim)
|