https://afifahnoorkhairani.wordpress.com
Bismillah
"Eh, udah sore nih. Aku pulang dulu ya, nanti dicari Ibu," teriakku pada teman-teman yang masih asyik bermain lumpur di sawah.
"Yah, kamu takut amat sama ibu! Dasar anak mami!" balas Andi meledek.
Aku tetap melangkah pulang, tidak menggubris kata-katanya. Kalimat itu sudah sangat sering kudengar dan aku tak pernah ambil pusing. Aku memang anak mami, yang selalu ingat pulang bukan karena takut dimarahi ibu, tapi karena aku tidak ingin membuatnya cemas menunggu.
Seperti sore ini. Aku harus segera pulang sebelum ibu pusing mencariku keliling kampung. Dengan tangan yang masih penuh lumpur, kubuka pagar bambu depan rumah. Cucian sprei yang dijemur di halaman masih penuh belum sempat diangkat. Kemana ibu? Ah, itu beliau sedang berjalan menuju halaman. Aku ngumpet, ah!
"Ibu, cari aku!" teriakku sambil bersembunyi di balik kibaran sprei yang mulai kering. Aku berjalan mengendap-endap dari satu sprei ke sprei yang lain. Tanpa kusadari, lumpur yang semula menempel di tanganku sekarang berpindah ke sprei-sprei putih nan wangi itu. Dan, sekarang tidak putih lagi karena sudah terkena lumpur.
Saat aku tertegun dengan hasil pekerjaanku, takut dimarahi ibu, tiba-tiba beliau sudah berada di belakang dan memelukku lembut sambil berseru, "Zain tertangkap!"
Aku berbalik dan langsung memeluknya sambil berbisik menahan tangis yang hampir meledak. "Ibu, maafkan Zain sudah mengotori spreinya."
"Oh ... Tidak apa Zain, nanti kita cuci lagi," jawab beliau tanpa nada marah sedikit pun.
Aku berbalik dan langsung memeluknya sambil berbisik menahan tangis yang hampir meledak. "Ibu, maafkan Zain sudah mengotori spreinya."
"Oh ... Tidak apa Zain, nanti kita cuci lagi," jawab beliau tanpa nada marah sedikit pun.
Itulah ibuku yang sangat kucintai. Beliau tak pernah marah betapa pun nakalnya aku. Beliau tak pernah marah betapa pun kacaunya rumah karena ulahku. Beliau tak pernah marah meski benda-benda kesayangannya rusak karena keteledoran dan keisenganku. Jadi, aku tidak pernah merasa keberatan ketika teman-teman meledekku sebagai anak mami. Aku bangga menjadi anak mami. Karena mamiku, ibuku, adalah ibu yang hebat. Beliau membiarkanku berekspresi dan bereksplorasi sehingga otakku berkembang dan semakin cerdas. Beliau mengguyurku dengan air cinta setiap hari hingga aku tumbuh percaya diri dan punya prinsip.
Kini, aku telah dewasa. Kuingin bahagiakan ibu dengan prestasiku. Karena ibu, aku bisa menjalani kehidupan ini dengan tetap di jalur yang semestinya. Aku bisa istiqomah di tengah banyak godaan yang tak henti menyapa. Karena doa ibu, kini aku bisa kembali pulang dengan bangga. Tak mungkin kuraih semua nikmat hidup ini tanpa jerih payah dan doa ibu yang selalu dilantunkannya saat selesai salat.
Maka setinggi apa pun aku terbang, sejauh apa pun aku berjalan, sesukses apa pun karirku, ibuku adalah tempat kembalinya yang pertama. Tak kan kubiarkan ibu kesepian dalam kesendirian dan kesunyian karena semua anaknya merantau. Ibu, aku pulang untuk kembali membersamaimu.
Mom, you are number one for me.
#onedayonepost
Diambil dari video clip Maher Zain "Number One for Me"
Diambil dari video clip Maher Zain "Number One for Me"