Bismillaah
Ujian. Siapa yang tak kenal dengan kata yang memiliki lima huruf ini? Dari anak SD hingga S3, dari orang biasa hingga orang luar biasa, dari zaman Nabi Adam sampai akhir zaman, pasti pernah merasakan ujian. Minimal mendengar kata itu.
Kalau kata Kak Buyung dari Trustco, seorang motivator yang humoris, ujian diperlukan salah satunya untuk mengetahui kualitas seseorang atau suatu barang. Kok barang? Ya, ternyata barang yang diproduksi sebuah pabrik, sebelum dijual di pasaran, maka dia harus melewati sejumlah ujian atau uji coba. Setelah teruji kualitasnya, barulah dilempar ke konsumen. Jangan dibayangkan, dilempar seperti batu, ya.
Itu barang. Benda mati. Apalagi kita, manusia, yang berakal dan bernafas serta beraktifitas. Sudah selayaknya dan seharusnyalah, akan melewati dan mengalami serangkaian gerbong ujian. Entah itu ujian kenaikan kelas, ujian kelulusan, atau ujian hidup yang sudah menjadi santapan sehari-hari. Selama nyawa masih dikandung badan, selama itu pula ujian selalu membersamaimu kita, kemana pun kita pergi dan melangkah.
Terlebih lagi bagi mereka yang mengaku dirinya beriman kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Ujian keimanan akan datang bertubi-tubi seperti tak hendak memberikan kesempatan bernafas lega sedikit pun.
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْۤا اَنْ يَّقُوْلُوْۤا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَـنُوْنَ
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman" dan mereka tidak diuji?
[QS. Al-'Ankabut: Ayat 2]
Janji Allah ini benar-benar terjadi pada banyak hamba-Nya, baik yang beriman sejak kecil maupun setelah dewasa. Salah seorang mualaf yang benar-benar merasakan beratnya ujian keimanan ini adalah, sebut saja, Bang Freddy. Saya sendiri sudah lupa namanya, karena selama 16 tahun ini tak ada lagi kabar beritanya.
Bang Freddy ini seorang yang terlahir beragama Nasrani di tengah keluarga yang tingkat ekonominya menengah ke atas. Saat ia sudah memiliki jabatan empuk di perusahaan Freeport, ia berkenalan dengan seorang gadis muslimah yang imut dan manis. Dialah teman yang sudah seperti kakak saya sendiri. Maklum, saya tidak punya kakak perempuan. Namanya Mba Ning. Panggilannya. Nama lengkapnya juga lupa.
Singkat cerita, mereka merasa berjodoh, dan ingin menghalalkan hubungan mereka dengan akad nikah. Tentu saja dengan syarat keislaman Bang Freddy. Maka, menjelang pernikahan, Bang Freddy pun mengikrarkan keislamannya dengan dua kalimat syahadat. Tak lama setelah itu, dimulailah babak kehidupannya yang baru.
Keluarga yang mengetahui bahwa Bang Freddy sudah menjadi mualaf, marah dan mengusirnya. Namun, ternyata tak sebatas usiran yang diterimanya. Intimidasi pun dilancarkan kepadanya. Teror yang terus-menerus, membuatnya harus meninggalkan pekerjaannya di Freeport. Hijrah keimanannya, diikuti pula dengan hijrah tempat tidur tinggal. Ia pun pergi ke kota calon istrinya dengan harta yang ala kadarnya.
Alhamdulillah, ia pun menikahi gadis yang menjadi salah satu penyebab perubahan hidupnya. Dengan mahar: Rp1.000,00. Ya, cuma seribu perak! Bagi Mbak Ning, keislaman Bang Freddy merupakan mahar yang luar biasa besarnya dibanding apa pun. Barakallahu lakuma!
Di satu sisi Allah berikan cobaan yang begitu berat, di sisi lain Allah karuniakan nikmat yang luar biasa. Nikmat iman dan isteri sholihah. Adakah nikmat yang lebih besar dari iman dan Islam?
Apakah setelah menikah, ujian selesai? Tidak! Keluarga Bang Freddy masih belum mau menerima keislamannya. Mereka masih memburunya dan menginginkannya kembali kepada agama lamanya atau mati. Segala upaya ia lakukan u tuk menghindari teror itu, bahkan sampai menyelamatkan diri ke Maluku, kalau tidak salah. Di saat situasi yang sangat genting dan beban seperti tak tertahankan itulah beliau menghubungi saya. Pertama melalui surat, yang kedua telepon jarak jauh dari Maluku. Beliau mempertanyakan mengapa ujian dan cobaan yang diberikan Allah kepadanya sangat berat.
Saat itulah saya sampaikan QS. Al Ankabut ayat 2. Setelah membaca dan memahami ayat tersebut, beliau menangis. Dan akhirnya berusaha untuk ikhlas menerima kehendak Allah.
Beberapa tahun setelah itu, kabar baik mulai datang. Mereka sudah kembali lagi ke rumah sang isteri di Jawa Tengah, dan mulai bisnis kecil-kecilan. Kehidupan mulai berdamai, meskipun ujian tetap datang, dengan kadar yang mulai bersahabat. Alhamdulillah. Itulah balasan bagi orang yang sabar dan yakin akan pertolongan Allah subhanahu wa ta'ala.
Karena ujian yang kita jalani, disesuaikan dengan kadar kekuatan dan kemampuan kita. Begitu sayangnya Allah kepada hamba-Nya.
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ؕ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ...
[QS. Al-Baqarah: Ayat 286]